Suara.com - Menerima bantuan tidak selamanya menyenangkan. Bagi beberapa orang, menjadi penerima justru dianggap sebagai hal yang tidak perlu dilanggengkan. Bahkan kalau bisa "naik status" menjadi sang pemberi.
Hal tersebut berlaku bagi, Mintarsih, salah satu Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Kampung Lewengkawung, Desa Mekarmulya, Kecamatan Jambe Barat, Kabupaten Karawang. Perempuan paruh baya ini menjadi peserta PKH sejak tahun 2018.
Mintarsih menceritakan kisah awal menjadi penerima bantuan bersyarat dari pemerintah ini. Bantuan Rp 900 ribu yang ia terima setiap kali cair itu ia rasakan manfaatnya.
"Uang bantuan PKH cair 3 bulan sekali. Lumayan ya buat kebutuhan anak saya yang balita dan anak saya yang SD," katanya saat ditemui pada suatu siang pertengahan Maret 2021, bersama anak keduanya di kantor desa setempat.
Baca Juga: Berkat Respons Cepat Mensos Risma, Sofyan Segera Jalani Operasi
Sejak itu, lanjutnya, uang bantuan PKH yang rutin ia terima digunakan untuk keperluan sehari-hari dan sekolah kedua anaknya. Ia pun mengaku menggantungkan bantuan PKH cair sementara ia tidak bekerja. Suaminya bekerja serabutan sebagai tukang bangunan yang mendapat upah Rp50.000 per hari.
"Kadang ada, kadang enggak. Sampai akhirnya suaminya sering sakit,"tuturnya.
Dari situ, Mintarsih lantas menceritakan perasaannya untuk ingin segera keluar dari keanggotaan PKH. Nampaknya pepatah "tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah" tertanam baik di kepalanya.
Dengan mata berkaca-kaca, perempuan berusia 37 tahun ini menyebut tahun 2021 menjadi tonggak dia memantapkan dirinya ingin segera mandiri. Tak lagi menggantungkan bantuan bersyarat dari pemerintah lagi.
"Saya tidak mau terus menerus menerima bantuan. Suatu saat saya juga harus jadi tangan yang di atas, ngasih bantuan," ujar Mintarsih.
Baca Juga: Tagana akan Dilatih Selamatkan Korban Bencana di Air, Begini Usulan Mensos
Ia lalu mengenang awal mula ia membangun usaha menjual salah satu produk perkakas dapur, membuat matanya yang sudah berkaca-kaca itu perlahan menitikkan air mata. Sejenak kemudian ia berhenti. Kerudung hitam di kepala ia gunakan mengusap pipinya yang mulai basah. Matanya menerawang mengingat usahanya di tahun 2018 menjadi reseller produk perkakas dapur.
"Di tahun itu, uang bantuan yang sata terima, dipakai untuk jualan tupperware. Ternyata tidak mencukupi," katanya. Kalimatnya terakhirnya ia gantung. Jemari tangannya ia katupkan, pertanda ia bersiap melanjutkan cerita berikutnya.
"Setiap kali bantuan turun, saya puter untuk modal usaha ini. Untungnya sedikit-sedikit bisa buat jajan anak," ungkap ibu dua anak ini. Air mukanya sedikit demi sedikit kembali ceria. Rupanya ia sampai pada cerita ketika ia bertekad membangun usaha lebih baik dari modal bantuan PKH.
Sampai akhirnya, lanjut Mintarsih, ia bertemu dengan bisnis MLM (Multi Level Marketing) salah satu produk kesehatan yang digelutinya sampai sekarang. Hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan. Perempuan ini konsisten melakukan penjualan produk MLM yang ia ikuti, mengajak anggota lain, lalu begitulah keuntungan dari usahanya dimulai.
"Mulai gabung bulan September 2019. Lalu jualan terus jalan, bonus nambah terus. Setelah berjalan hampir setahun tahun, pendapatan saya mulai bertambah. Saya memutuskan keluar dari PKH, sekarang omset saya bisa mencapai Rp30 juta per bulan. Semua cita-cita yang saya impikan mulai tercapai," terangnya sambil menggandeng putri kedua yang duduk di sampingnya.
Mintarsih kemudian menambahkan, "Malah sekarang saya mengenalkan usaha saya ini ke teman-teman lainnya penerima PKH biar bisa segera keluar dari kepesertaan PKH seperti saya,".
Ia mengaku Pendamping PKH yang membawahinya telah menyarankan untuk segera graduasi atau lulus dari kepesertaan PKH di tahun 2020. "Dari awal, pendamping bilang bahwa suatu saat kita harus mandiri," jelas perempuan yang pernah bekerja menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri ini.
Rupanya tekad Mintarsih untuk mandiri tak lepas dari dukungan Pendamping Sosial PKH. Adalah Kiki Sudawartini yang mendampingi Mintarsih sejak awal menerima program hingga dinyatakan graduasi. Ia mengaku bahwa Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) berperan dalam mendukung KPM PKH untuk graduasi. Terlebih salah satu KPM dampingannya, Mintarsih, telah berhasil graduasi.
P2K2 dilakukannya setiap sekali dalam sebulan. Bagi Kiki, mengumpulkan KPM dalam satu kelompok adalah momen ia bisa 'mendoktrin' KPM agar mandiri.
"Setiap kali P2K2 itu saya selalu menegaskan ke para ibu-ibu KPM supaya tidak terus menerus menggantungkan bantuan pemerintah. Seperti bu Mintarsih, telah menyatakan mundur bulan Desember 2020 dan secara resmi keluar dari kepesertaan PKH di bulan Januari 2021," bebernya.
"Kita harus berpikir bahwa tidak mungkin selamanya kita jadi "tangan di bawah" yang terus menerima. Suatu saat harus jadi 'tangan di atas'," begitu kalimat yang selalu ia ulang dalam pertemuan rutin dengan para KPM dampingannya.