Selanjutnya kata Abbas, dalam simulasi pilihan tertutup terhadap 15 nama, Prabowo Subianto mendapat dukungan terbanyak (20,8 persen), disusul Anies Baswedan (13,1 persen), Ganjar Pranowo (12 persen), Sandiaga Uno (7,4 persen), Ridwan Kamil (6,7 persen), AHY (5,2 persen), Tri Rismaharini ( 5,2 persen), dan nama-nama lain di bawah 3 persen. Yang belum tahu 19,7 persen.
Menurut Abbas, meski Prabowo sementara berada di peringkat teratas, dukungan terhadap Prabowo belum meyakinkan.
"Untuk pertanyaan terbuka, Prabowo baru mendapat dukungan spontan 13,4 persen, jauh di bawah Jokowi pada 3 tahun menjelang Pilpres 2019, sekitar 30 persen. Demikian pula suara 20 persen di pilihan semi terbuka dan tertutup itu belum meyakinkan mengingat Prabowo adalah tokoh yang sudah dua kali menjadi calon presiden," tutur Abbas.
Abbas menyebut pada kondisi pada Maret 2021 ini (3 tahun menjelang pilpres 2024) mirip dengan kondisi pada 2011 (3 tahun menjelang pilpres 2014), yakni belum ada calon yang mendominasi suara.
Ia menjelaskan bahwa ketika itu pada Mei 2011 silam, Megawati mendapat dukungan paling besar, 20,3 persen, kemudian Prabowo 10,2 persen.
Nama Jokowi kata Abbas belum muncul ke-5 besar waktu itu. Tapi pada Pilpres 2014 akhirnya Jokowi yang terpilih sebagai presiden.
Abbas menuturkan, jika pada Maret 2021, elektabilitas Prabowo sebesar 20 persen, kemungkinan Prabowo menang di Pilpres akan kecil jika Prabowo maju di Pilpres.
"Kalau, pada Maret 2021 ini elektabilitas Prabowo 20 persen, agaknya berat baginya untuk menang dalam Pilpres 2024, bila ia maju," katanya.
Baca Juga: Kewenangan Penyidikan Dua Polsek di Kabupaten Malang Dicabut, Ini Alasannya