Suara.com - Sedikitnya 30 warga sipil tewas dalam sebuah serangan yang diluncurkan oleh kelompok bersenjata di sebuah desa di wilayah Oromia, Ethiopia pada Rabu (31/3).
Menyadur Al Jazeera, Kamis (1/4/2021) Petani Wossen Andaege (50), seorang saksi mata di tempat kejadian, mengatakan tetangganya tewas dalam serangan pada Selasa di Zona Wollega Barat Oromia. Dia mengidentifikasi para korban sebagai etnis Amhara.
"Kami mengambil jenazah menggunakan mobil dan kami menguburkan 30 orang," kata Wossen kepada kantor berita Reuters melalui telepon.
Dia mengatakan dia dan keluarganya mendengar suara tembakan dan melarikan diri ke kantor pemerintah terdekat untuk menunggu perlindungan dari pasukan federal.
Baca Juga: Rombongan Bus Diserang Kawanan Bersenjata, 34 Orang Tewas
Seorang pria penduduk distrik Babo-Gembel tempat serangan itu terjadi mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa kelompok bersenjata itu tiba pukul 09.00 malam waktu setempat.
"Tempat itu tidak memiliki perlindungan keamanan dari aparat keamanan pemerintah saat itu. Saya menemukan 29 jenazah tergeletak di satu area, sementara ada jenazah lain yang berserakan di area terdekat," kata pria tersebut.
Otoritas setempat menyalahkan serangan itu, di mana 15 orang lainnya terluka, pada kelompok pecahan dari Front Pembebasan Oromo (OLF), yang dikenal sebagai OLF Shane atau Tentara Pembebasan Oromo.
OLF adalah partai oposisi yang menghabiskan bertahun-tahun di pengasingan tetapi tidak dicekal setelah Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed menjabat pada 2018.
Oromo adalah kelompok etnis terbesar di Ethiopia dan Amhara adalah yang terbesar kedua. Dua wilayah tetangga Amhara dan Oromia berbagi perbatasan.
Baca Juga: Ngeri! 34 Orang di Ethiopia Tewas Dibantai Kelompok Bersenjata di Dalam Bus
Warga sipil dari satu kelompok etnis yang tinggal di sisi lain perbatasan menjadi sasaran serangan dalam beberapa bulan terakhir.
Tewodrose Tirfe, ketua Asosiasi Amhara Amerika yang berbasis di Washington, DC, mengatakan "pada bulan Maret lebih dari 300 orang Amhara, termasuk wanita dan anak-anak, dibantai oleh Tentara Pembebasan Oromo".
Dia juga menuduh pemerintah "bungkam" atas aksi pembunuhan tersebut.