Suara.com - Kobaran api dan kepulan asap masih membumbung tinggi di area kilang milik Pertamina di Indramayu, Jawa Barat, dua hari setelah insiden kebakaran terjadi pada Senin (29/03) dini hari.
Sejumlah warga yang tinggal di dekat kilang melaporkan adanya bau menyengat beberapa jam sebelum insiden kebakaran terjadi.
Kepolisian daerah Jawa Barat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Indramayu menyebut adanya indikasi bahwa kebakaran diduga dipicu oleh kebocoran tangki.
Namun Pertamina menegaskan pihaknya masih melakukan investigasi untuk memastikan penyebab insiden yang membuat hampir 1.000 jiwa mengungsi dan sekitar 20 orang mengalami luka bakar.
Baca Juga: Alhamdulillah! 2 Tanki Kilang Minyak Indramayu Padam Total
- Kebakaran Tangki Penyimpan BBM Pertamina di Balongan, 20 orang luka-luka dan tiga hilang
- Pertamina 'review' penjualan Premium dan Pertalite, ekonom: 'langsung lompat ke Pertamax' akan jadi masalah
- Ahok jabat komisaris utama Pertamina: 'Angin segar' untuk ungkap praktik mafia migas
Kebakaran di kilang minyak Balongan milik Pertamina, menambah daftar panjang insiden kebakaran di fasilitas perusahaan energi milik negara tersebut. Setidaknya, empat kebakaran kilang terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
Pengamat energi dan aktivis lingkungan mengatakan insiden yang terus berulang disebabkan "sistem pengamanan yang tidak andal" dan menuntut investigasi yang menyeluruh dan transparan terkait insiden itu.
'Rasanya saya sudah hampir mati'
Dua malam terakhir, Devi dan keluarganya terpaksa menginap di GOR Bumi Patra, pusat pengungsian bagi warga terdampak kebakaran tangki penyimpangan BBM milik Pertamina, di Indramayu, Jawa Barat, pada Senin (29/03) pukul 00.45 dini hari.
Malam saat insiden terjadi, ia mengaku mencium bau menyengat dari area kilang. Ia bersama warga lain kemudian melapor ke kantor Pertamina, namun menurutnya, "tidak mendapat reaksi".
"Pas jam 11 malem tuh, udah terasa bau sekali, terus pada bangun, terus minta penanganan dari Pertamina tapi enggak ada reaksi," tutur Devi, Selasa (30/03).
Baca Juga: Gugun jadi Korban saat Rumah Dilalap Si Jago Merah, Lengannya Luka Bakar
Kemudian, warga diminta keluar rumah oleh aparat polri dan TNI untuk evakuasi. Tak lama setelah meninggalkan rumahnya, ia mendengar adanya ledakan dari arah kilang. Kobaran api terjadi pada pukul 00.45 WIB.
"Pikiran saya mah, wah kalau lari enggak keburu, soalnya apinya 'kan gede banget. Saya juga trauma ngelihatnya. Rasanya saya itu udah hampir mati, enggak ada umur lah," aku Devi.
Rumahnya di Wisma Jati, Desa Sukaurip yang berjarak sangat dekat dengan area kilang, hancur akibat insiden tersebut.
"Hancur, semua hancur. Deket sih, cuma dua meter dari [kilang] yang meledak. Itu kan dibatasi pagar beton, kalau nggak ada pagar beton, kena semua," tutur perempuan berusia 40 tahun tersebut.
Nasib serupa dialami oleh Indah, ibu muda berusia 19 tahun yang terpaksa mengungsi bersama bayinya yang baru berusia tiga bulan.
"Sampai bergetar rumah, banyak yang rusak. Atap pada jebol ke Kasur, kaca semua pada pecah," tutur Indah mengisahkan pengalaman yang ia alami malam itu.
Hingga kini ia masih merasa trauma dan masih enggan kembali ke rumahnya.
"Pengennya pulang, tapi masih bahaya. Takut, enggak mau ambil risiko. Takutnya ke sana, terus gitu lagi, 'kan repot," aku Indah.
Diduga dipicu kebocoran tangki
Hingga kini belum diketahui secara pasti penyebab insiden tersebut. Namun, BPBD Kabupaten Indramayu menduga kebakaran kilang Balongan dipicu kebocoran tangki kilang minyak.
Dugaan ini berdasar keterangan warga yang sempat mencium bau gas sebelum terjadinya tiga ledakan beruntun, menurut pelaksana tugas kepala pelaksana BPBD Indramayu, Dodi Dwi Endrayadi.
"Penyebab kejadian bencana yaitu kebocoran tangki gas," ujar Dodi.
"Kebocoran gas atau bau menyengat sudah terjadi sejak pukul 23.00 WIB, warga melaporkan ke humas Pertamina sekitar pukul 00.45 WIB. Ledakan terdengar dua kali, ledakan kekuatan sedang dan satu kali ledakan susulan dengan kekuatan besar," katanya.
Senada, Kapolda Jawa Barat Ahmad Dofiri mengatakan ada laporan mengenai indikasi kebocoran pada tangki kilang.
"Kami mendapat informasi tadi bahwa ada rembesan atau kebocoran di pipa tangki yang terbakar," kata Dofiri pada wartawan, Senin (29/03).
"Saya kira akibatnya itu. Tetapi ini informasi awal karena semalam ada petir yang cukup besar juga," tambahnya.
Adapun, Pertamina mengatakan pihaknya masih melakukan investigasi untuk memastikan penyebab kebakaran tersebut.
Sebelumnya, Pertamina mengatakan dugaan sementara petir turut memicu kebakaran.
"Sementara ini kita masih menduga (kebakaran disebabkan) terkena petir," ujar Unit Manager Commrel & CSR Pertamina RU VI Balongan Indramayu, Cecep Supriyatna seperti dikutip dari Antara.
Ketika ditanya adanya indikasi kebocoran pada tangki, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, mengatakan laporan itu akan diselidiki lebih lanjut.
"Semua keterangan dari pihak internal maupun dari warga kita sedang collect semua, ini sebagai dasar untuk kita lakukan investigasi lebih lanjut. Jadi kita tunggu saja karena ini ada banyak aspek yang harus dilihat," kata Nicke.
Sistem keamanan dan keselamatan yang tak bisa diandalkan
Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menyebut ini adalah kali kedua kilang Balongan mengalami kebakaran.
"Kilang sebesar dan strategis Balongan mestinya punya sistem pengamanan yang bagus bahkan harus berlapis-lapis sehingga ketika terjadi percikan api sudah bisa memadamkan sendiri," kata Fahmy.
"Dan standar internasional mestinya kilang itu zero accident, ternyata itu terjadi beberapa kali dan yang sangat saya prihatinkan, pemukiman penduduk terlalu dekat, sehingga pada saat terjadi kebakaran besar tadi mereka lari tunggang langgang untuk mengungsi," imbuhnya.
Insiden yang terus berulang, kata Fahmy, disebabkan oleh sistem keamanan dan keselamatan yang tak bisa diandalkan.
"Saya meragukan sistem pengamanan yang dimiliki Pertamina tidak menerapkan standar internasional yang zero accident, karena kenyataannya terjadi berulang," kata Fahmy.
"Kalau Balongan ada ledakan atau karena petir, itu mengindikasikan bahwa yang lemah adalah sistemnya, bukan karena kelalaian.
"Itu di beberapa kecelakaan sebelumnya, bukan karena kelalaian, tapi kelemahan sistem pengamanan Pertamina," kata Fahmy kemudian.
Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, setidaknya terjadi empat kali insiden kebakaran di kilang Pertamina, antara lain di Dumai, Cilacap Balikpapan dan yang terbaru di Balongan.
Agar insiden serupa tak terjadi kembali, Fahmy merekomendasikan agar Pertamina melakukan investigasi penyebab insiden, melakukan perbaikan sistem pengamanan agar sesuai standar internasional.
Di sisi lain, ia merekomendasikan agar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan audit secara reguler untuk memastikan keandalan sistem pengamanan di kilang-kilang Pertamina.
"Tanpa tiga hal tadi, jangan harap kecelakaan serupa tidak akan terjadi lagi pada kilang-kilang minyak yang membawa korban," kata dia.
Dengan api yang hingga kini belum berhasil dipadamkan, Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak mengatakan kebakaran di kilang Balongan akan berdampak buruk bagi kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar kilang.
Ia mengatakan, berbagai polutan berbahaya yang timbul dari kebakaran tak hanya akan mencemari udara sekitar kilang, namun bisa terbawa angin hingga jauh.
"Pertamina harus melakukan langkah mitigasi yang menyeluruh terhadap berbagai risiko kebakaran kilang, termasuk dampaknya bagi perekonomian dan kehidupan masyarakat sekitar," kata Leonard.
Ia menambahkan, apabila terdapat kelalaian atau pelanggaran prosedur kesehatan dan keselamatan di fasilitas Pertamina, mereka harus dikenakan tanggung jawab secara hukum.
"Pemerintah harus menetapkan peraturan yang lebih ketat untuk industri perminyakan agar lebih aman dan lebih bertanggung jawab atas kerusakan yang mereka lakukan," ujarnya.
Maka dari itu, pihaknya mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengajukan tuntutan pidana terhadap Pertamina sebagai pelaku berulang bencana lingkungan.
Hal serupa pernah dilakukan KLHK pada 2019 silam ketika menggugat para pihak - termasuk Pertamina - yang bertanggungjawab atas pencemaran di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur yang terjadi pada 2018.
Kala itu Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menggugat Pertamina dan sejumlah pihak terkait, membayar ganti rugi lingkungan hidup secara tanggung renteng senilai Rp10,15 triliun.
Pencemaran di Teluk Balikpapan disebabkan tumpahan minyak dari pipa kilang yang rusak akibat ditabrak oleh kapal.
Sang nahkoda kapal kemudian diganjar vonis 10 tahun penjara dan denda Rp15 miliar.
Ia menambahkan dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup (UUPPLH) disediakan klausul untuk pidana lingkungan untuk melakukan penuntutan kepada badan hukum korporasi yang melakukan pelanggaran lingkungan.
"Ini bukan pertama kalinya, dan ini tidak akan menjadi yang terakhir kecuali tindakan tegas diambil," kata dia.