Suara.com - Amerika Serikat berjanji mendukung Mozambik, menyusul serangan mematikan di Palma, yang dilakukan oleh milisi yang terkait dengan Islamic State. Sementara Portugal mengirimkan tentaranya.
Portugal akan mengirimkan tentara ke bekas koloninya, Mozambik, menyusul serangan jihadis yang terkait dengan Islamic State di Palma, Mozambik Utara, ujar Menteri Luar Negeri Portugal, Augusto Santos Silva.
"Sebuah tim yang terdiri dari sekitar 60 tentara Portugis sedang bersiap-siap ... mereka akan ditempatkan di Mozambik dalam beberapa pekan mendatang," kata Santos Silva dalam wawancara dengan saluran TV pemerintah, RTP, Senin (29/03) malam.
"Para tentara ini akan mendukung serdadu Mozambik dalam melatih pasukan khusus."
Baca Juga: Puluhan Warga Mozambik Dibunuh Kelompok Militan, Ditembaki Secara Keji
Dalam peningkatan drastis aksi pemberontakan kelompok militan al-Shabab yang terkait dengan IS, pada hari Rabu (24/03) lalu, kaum milisi menyerang kota di Provinsi Cabo Delgado tersebut.
Pemerintah Mozambik menyatakan puluhan orang telah meninggal dunia akibat serangan itu.
Palma telah menjadi sasaran pemberontakan al-Shabab sejak tahun 2017. Pada hari Senin (29/03), Palma tampak hampir kosong.
Islamic State mengklaim bahwa para pendukungnya telah menguasai kota. AS sampaikan dukungan pada pemerintah Merespons ketegangan di Palma, Mozambik, juru bicara Pentagon, John Kirby mengatakan tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah Mozambik, "untuk melawan terorisme dan ekstremisme dengan kekerasan, serta mengalahkan IS."
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutuk serangan di Palma dan mengatakan pihaknya berkoordinasi erat dengan otoritas lokal untuk memberikan bantuan kepada mereka yang terkena dampak kekerasan.
Baca Juga: Sadis! Kelompok Militan di Mozambik Penggal Kepala Bocah 11 Tahun
"Kami sangat prihatin dengan situasi yang masih berkembang di Palma di mana serangan bersenjata yang dimulai pada tanggal 24 Maret, dilaporkan menewaskan puluhan orang," kata juru bicara PBB, Stephane Dujarric.
Setelah serangan milisi diluncurkan pekan lalu, Kota Palma berangsur sepi. Penduduknya melarikan diri melalui jalan darat, perahu atau dengan berjalan kaki.
Puluhan orang dilaporkan masih belum ditemukan. Serangan tersebut adalah yang terbesar dan terdekat dengan proyek gas alam cair bernilai miliaran dolar yang dibangun oleh perusahaan Prancis, Total dan perusahaan raksasa energi lainnya.
IS klaim serangan
"Pasukan kekhalifahan merebut kota strategis Palma," kata Islamic Sate dalam sebuah pernyataan yang diposting di saluran Telegramnya.
Kelompok itu mengklaim serangannya ditujukan pada militer dan pemerintah, dengan menewaskan puluhan tentara dan "anggota negara Tentara Salib,"- sebuah istilah yang dipakai untuk merujuk warga negara Barat.
Sebagian korban adalah pekerja asing. Kota berpenduduk 75.000 orang di Provinsi Cabo Delgado itu semuanya dikosongkan, demikian dikatakan aktivis masyarakat sipil Adriano Nuvunga, kepada kantor berita AFP.
"Kekerasan telah berhenti, tetapi diyakini beberapa milisi telah mundur dan beberapa lainnya masih bersembunyi," tambahnya.
Para saksi mata mengatakan sejumlah milisi telah menyelinap ke kota itu menjelang serangan terjadi.
"Para penyerang tiba beberapa hari sebelumnya dan bersembunyi di rumah penduduk setempat yang mereka bayar," kata seorang warga Palma, yang berbicara dari Mueda, tempat dia kini berlindung.
"Serangan dimulai di sepanjang jalan utama menuju Palma," katanya lebih lanjut.
Penduduk melarikan diri
Banyak korban selamat mengatakan mereka telah berjalan selama berhari-hari melalui hutan untuk mencari perlindungan di Mueda, 180 kilometer ke arah selatan.
Banyak mereka yang tiba di sana dengan kaki bengkak. "Banyak orang jatuh karena kelelahan dan tidak dapat melanjutkan berjalan, terutama orang tua dan anak-anak," kata seorang pelarian di Mueda yang tidak ingin disebutkan namanya.
Pemerintah mengatakan dari puluhan orang tewas dalam serangan itu, tujuh di nataranya adalah orang-orang yang terperangkap, saat akan dievakuasi dari sebuah hotel tempat mereka mencari perlindungan.
Seorang warga Afrika Selatan termasuk di antara mereka yang meninggal dunia. Saksi mata mengatakan kepada AFP, bahwa para pemberontak Islamis itu pertama kali menargetkan bank dan kantor polisi, sebelum akhirnya menyebar ke seluruh kota.
Ribuan warga melarikan diri dengan perahu ke Kota Pemba. Sekitar 10.000 orang lainnya menunggu dievakuasi untuk diangkut ke sana, demikian menurut lembaga bantuan.
Serangan itu memaksa pekerja asing dan penduduk setempat untuk mencari perlindungan sementara di sebuah pabrik gas yang dijaga ketat yang terletak di Semenanjung Afungi di dekatnya.
"Sejumlah besar warga sipil yang diselamatkan dari Palma juga diangkut ke Afungi, di mana mereka menerima bantuan kemanusiaan dan logistik," kata perusahaan Total, dalam sebuah pernyataan.
Mewaspadai serangan baru
Ditengarai "akan ada serangan baru terhadap mereka yang mengungsi," ujar Chance Briggs dari organisasi bantuan Save the Children yang bermarkas di Inggris.
Sementara itu pemimpin badan PBB untuk anak-anak, UNICEF, Henrietta Fore, khawatir dampak serangan terhadap anak-anak "akan brutal".
Hanya dalam tiga tahun, pemberontakan Islam di Mozambik utara telah menewaskan ribuan orang.
Adriano Nuvunga, direktur eksekutif Pusat Demokrasi dan Pembangunan (CDD) di Mozambik menyebutkan: "Setiap orang telah bertanya selama tiga tahun terakhir siapa orang-orang ini. Ada pemahaman bahwa keluhan lokal mendorong konflik ini, dan mungkin telah dibajak oleh dinamika teroris internasional," kata Nuvunga kepada DW. Nuvunga, seorang aktivis hak asasi manusia, menyalahkan marginalisasi dan ekstraksi sumber daya alam oleh elite tanpa pembangunan lokal, sebagai sumber kritis konflik.
Raksasa energi Prancis, Total telah menginvestasikan 20 miliar dollar AS untuk mengekstraksi gas alam cair (LNG) di Cabo Delgado.
Jaringan kegiatan ekonomi terlarang, termasuk perdagangan narkoba, kebrutalan, dan pelanggaran hak asasi manusia oleh berbagai kepentingan orang yang terpapar secara politik, mungkin juga telah berkontribusi.
Ancaman bagi negara tetangga
Kekerasan Mozambik telah mengirimkan kegelisahan ke negara tetangga Tanzania, Afrika Selatan, dan Zimbabwe.
"Sudah ada kelebihan di Tanzania," kata Alex Vines, kepala program Afrika di Chatham House. Awal bulan ini, Amerika Serikat menetapkan Islamic State di Mozambik sebagai organisasi teroris asing.
AS menyodorkan nama Abu Yasir Hassan - seorang warga negara Tanzania - sebagai pemimpin kelompok tersebut.
AS bulan ini mulai melatih pasukan Mozambik dalam operasi kontra pemberontakan.
"Penting untuk diingat bahwa meskipun pada intinya ini adalah masalah Mozambik, ini juga merupakan masalah regional," kata Vines, sambil menambahkan bahwa koordinasi dan kerja sama antara Mozambik dan Tanzania dalam masalah khusus ini telah meningkat."
Namun, Jasmine Opperman, seorang peneliti di ACLED, melihat dukungan AS sebagai "langkah nyata untuk memperluas pengaruh dan kehadirannya" di wilayah tersebut.
"Ini jelas upaya AS untuk mengambil hati di Mozambik dan berbagai negara di Afrika," kata Opperman kepada DW.
Dia mengatakan bahwa dia prihatin dengan "internasionalisasi Cabo Delgado yang mungkin, pada gilirannya, mengabaikan akar masalah lokal. Hal ini memberi status pada Islamic State di Mozambik yang sebenarnya tidak dimilikinya. " rzn/vlz (AFP/Chrispin Mwakideu)