Suara.com - Nama Menteri Agama Yaqut Cholil Chomumas atau Gus Yaqut dan Ketua PBNU, Said Aqil Siradj kembali disebut dalam sidang lanjutan perkara ujaran kebencian atas terdakwa Sugi Nur Raharja alias Gus Nur. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (29/3/2021).
Bukan tanpa sebab, dua tokoh organisiasi Nadhatul Ulama (NU) itu merupakan saksi korban dalam perkara yang menjerat Gus Nur, kekinian keduanya tak sekalipun memenuhi panggilan sebagai saksi dalam persidangan.
Serupa dengan sidang-sidang sebelumnya, Gus Nur kembali hadir secara virtual dari Rutan Bareskrim Polri. Sehingga, dalam sidang dengan pembacaan pledoi atau pembelaan, Gus Nur tidak hadir dalam ruang persidangan.
Dalam pledoinya, jika Gus Nur terbukti tidak bersalah, maka dia meminta agar Gus Yaqut, Said Aqil, hingga pihak lain akan kena azab dari Allah. Jika kemudian Gus Nur terbukti menyebar kebencian, maka dia juga siap menerima konsekuensi serupa.
Baca Juga: Jika Terbukti Sebar Kebencian, Gus Nur: Ya Allah, Azab Tujuh Turunan Saya
"Kalau terbukti bersalah, siapa saja, Gus Yaqut, Said Aqil siradj dan siapun yang ada di persidangan ini tanpa terkecuali, Insyaallah, Allah akan azab rezekinya, rumah tanggnya dan keberkahan," ucap Gus Nur.
"Atau saya bersalah, saya diazab. Kalau saya benar, semuanya di azab yang terlibat menganiaya dan mendzalimi saya," sambungnya.
Tak hanya itu, Gus Nur mengutarakan keyakinannya jika Said Aqil dan Gus Yaqut akan melihat video pembacaan pledoi tersebut. Menurut dia, Gus Yaqut dan Said Aqil tidak menghargai jalannya persidangan lantaran berkali-kali tidak hadir memenuhi panggilan sebagai saksi.
"Saya yakin video ini akan sampai ke Gus Yaqut dan Said Aqil Siraj. Pak jaksa dan hakim, Gus yaqut saksi kunci yang merasa dicemarkan namanya sudah tidak menghargai jaksa dan hakim dipanggil sampak 5 kali mangkir," beber Gus Nur.
Atas fakta tersebut, Gus Nur meyakini jika keduanya merupakan sosok pengecut dan penakut. Seraya menegaskan, Gus Nur sampai menyampaikan pada hakim kalau dia sambil memegang Al-Quran saat membacakan pembelaannya.
Baca Juga: Gus Nur Ngemis-ngemis Sidang Offline: Ya Allah, Saya Sudah Ngalah Pak Hakim
"Dari situ sudah bisa disimpulkan bahwa sebenarnya mereka itu pengecut, penakut, tidak menghargai hukum. Ini bukan utusan main-main pak hakim, ini saya pegang Quran, ini urusan jiwa raga dunia akhirat," pungkas dia.
Azab Tujuh Turunan
Kepada majelis hakim dan JPU, Gus Nur menyatakan jika wawancaranya bersama Refli Harun sama sekali bukan merupakan bentuk menebarkan kebencian. Bahkan, seraya memegang Al-Quran, Gus Nur bersumpah akan kena azab tujuh turunan jika apa yang dia sampaikan merupakan bentuk ujaran kebencian.
"Kalau memang benar saya ini menebarkan kebencian atas suku, ras, golongan, dan agama, kalau memang saya ini menebarkan kebencian, ya Allah cabut keberkahan hidup saya. Azab tujuh turunan saya," ungkap Gus Nur.
Bahkan, Gus Nur menyatakan siap jika keberkahan hidupnya dicabut jika terbukti benar menyebarkan kebencian. Dia turut menyeret istri, anak, hingga kelak cucu dalam pernyataannya.
"Ya Allah, laknat saya, anak isti cucu saya ya Allah," sambungnya.
Tuntutan
Gus Nur dituntut dua tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Tuntutan itu dibacakan di ruang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/3/2021) pekan lalu.
Tak hanya itu, Gus Nur juga dijatuhi denda sebanyak Rp. 100 juta. Jika nantinya Gus Nur tidak membayar denda tersebut, maka sebagai gantinya dia akan ditambah kurungan selama tiga bulan.
"Menjatuhkan pidana terdakwa Sugi Nur Raharja alias Gus Nur selama dua tahun dengan dan denda Rp 100 juta dengan subsider 3 bulan," ujar JPU saat membacakan tuntutan.
Meski demikian, berkas tuntutan itu tersebut tidak dibacakan sepenuhnya oleh JPU. Kepada majelis hakim, JPU meminta agar tuntutan itu dikabulkan sepenuhnya.
Gus Nur dituntut dengan sengaja melakukan penyebaran informasi berdasarkan SARA yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian. Dalam hal ini, Gus Nur dijerat Pasal 45 ayat 2 juncto, pasal 2 ayat 2 UU RI no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI no 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.