Suara.com - "Menurut saya, Einstein mengalami kesulitan mengatasi gangguan mental putranya," kata Ze'ev Rosenkranz, editor dan wakil direktur Einstein Papers Project (Proyek Makalah Einstein).
Dia merujuk pada Eduard, atau biasa disebut "Tete," anak bungsu Albert Einstein.
Keluarga itu sudah menghkhawatirkan kesehatan fisik Eduard sejak masih kecil. Gangguan mental kemudian muncul ketika ia tumbuh dewasa.
"Hidupnya sangat tragis," kata Rosenkranz kepada BBC.
Baca Juga: Rolls-Royce Phantom Tempus, Menyibak Rahasia Semesta Lewat Koleksi Terbatas
Albert Einstein dan istri pertamanya, ahli fisika Mileva Maric, memiliki tiga anak.
Nasib anak sulung mereka, Lieserl, masih menjadi misteri.
Hans Albert, anak kedua sekaligus anak laki-laki tertua, tumbuh menjadi ilmuwan terkenal di masanya, meski tidak sampai setenar ayahnya.
"Apa yang membuat ayah saya luar biasa, menurut saya, adalah kegigihan dan ketekunannya menghadapi sejumlah masalah, bahkan ketika menemui solusi yang salah. Dia akan selalu mencoba dan mencoba lagi," kata Hans Albert.
- Kisah Einstein hingga da Vinci, mengapa bakat beberapa orang melampaui logika umum
- Ketika para ilmuwan India tolak teori Einstein dan Newton, dan sebut teknologi sudah ditemukan di zaman Mahabharata
- Apa yang bisa kita pelajari dari kebiasaan Einstein yang aneh?
Lieserl, anak pertama
Anak pertama pasangan Mileva Maric dan Albert Einstein adalah perempuan bernama Lieserl. Ia lahir di luar nikah pada tahun 1902.
Baca Juga: Dunia Tesla: Dunia Ketika Manusia Tidak Perlu Membayar Listrik
"Kami tidak mengetahui apa yang terjadi dengannya setelah berusia dua tahun," ujar Rosenkranz. "Dia hilang dari sejarah."
Rosenkranz berperan penting dalam mengembangkan Proyek Makalah Einstein, yang telah mengumpulkan, menerjemahkan dan menerbitkan ribuan makalah karya pemenang Nobel itu.
Proyek ini adalah inisiatif dari Institut Teknologi California, yang didukung oleh Universitas Princeton di Amerika Serikat, serta Universitas Ibrani di Yerusalem.
Kumpulan surat dan dokumen ahli fisika itu telah menjadi sumber yang tak ternilai dalam menggambarkan sosoknya yang berbeda, yakni lebih manusiawi.
Melalui surat-surat itulah terkuak bahwa ada anaknya yang bernama Lieserl.
"Apakah dia sehat? Apakah dia menangis dengan wajar? Matanya seperti apa? Dia itu lebih mirip siapa? Siapa yang menyusuinya? Apakah dia lapar? Dia pasti botak. Saya belum tahu dia, tapi sudah sangat sayang dengannya," tulis Einstein dari Swiss - tempat pasangan itu tinggal - kepada Mileva, yang saat itu melahirkan di Serbia, kampung halamannya.
Lalu, mengapa Mileva sampai harus meninggalkan Swiss untuk melahirkan?
"Ibunya menentang keras hubungannya dengan Mileva," kata Hanoch Gutfreund, salah seorang penulis buku berjudul 'Einstein on Einstein: Autobiographical and Scientific Reflections', kepada BBC.
Mengikuti kata hati
Sesungguhnya keduanya sangat saling mencintai, kata Gutfreund. Hubungan mereka diyakini dimulai ketika Einstein berusia 19 tahun dan Mileva berusia 23 tahun.
Kedua ilmuwan fisika itu teman sekelas di Institut Politeknik Zurich, Swiss, di mana Mileva adalah satu-satunya mahasiswi pada saat itu, dan perempuan kedua yang menyelesaikan gelar sarjana di Departemen Matematika dan Fisika.
Walter Isaacson, penulis 'Einstein: His Life and Universe', mengatakan bahwa melalui surat-surat Einstein itu dapat diketahui perasaannya kepada Mileva, sekaligus penolakan ibunya terhadap kekasihnya tersebut.
Salah satu suratnya menyebutkan bahwa, "Orang tuaku menangis seolah-olah aku sudah mati. Mereka mengeluh bahwa sudah bawa aib karena kesetiaanku padamu. Menurut mereka pikir kamu itu tidak sehat."
Namun, Einstein mengikuti kata hatinya. Semasa istrinya hamil, Einstein menulis kepada Mileva, berjanji untuk menjadi suami yang baik. "Satu-satunya masalah yang tetap harus kita pecahkan adalah bagaimana agar Lieserl tetap bersama kita. Aku tak ingin melepasnya."
Einstein tahu betapa sulit punya anak di luar nikah di lingkungannya, terlebih lagi bagi seseorang yang berusaha menjadi pejabat publik yang dihormati.
Keheningan yang berkepanjangan
Tampaknya Einstein tidak pernah bertemu Lieserl. Saat harus kembali ke Swiss, Mileva menitipkan Lieserl kepada kerabatnya di Serbia.
Isaacson mengisyaratkan kemungkinan bahwa salah satu teman dekat Mileva yang membesarkan Lieserl. Tetapi tidak ada kepastian mengenai hal ini.
"Yang kami tahu tentang putri mereka adalah sesuai dengan yang tertulis dalam surat cinta mereka," kata Gutfreund, "Tapi, pada titik tertentu, dia tidak lagi disebut."
Rosenkranz menambahkan bahwa ada sejarawan dan jurnalis yang sampai pergi ke Serbia untuk mencoba mencari tahu tentang Lieserl, namun tidak menemukan apapun.
"Terakhir kali dia disebutkan adalah ketika berusia sekitar dua tahun, dia menderita demam scarlet. Kami tidak tahu apakah dia selamat dari sakitnya," kata Rosenkranz.
Fakta itu justru menimbulkan banyak spekulasi mengenai anak pertama Einstein itu. "Dia bisa saja diadopsi, atau mungkin saat itu sudah meninggal. Pokoknya kami tidak tahu," lanjutnya.
Diyakini bahwa Einstein, yang meninggal dunia pada tahun 1955, tidak memberi tahu siapa pun tentang putrinya itu.
Faktanya, tim Proyek Makalah Einstein baru mengetahui soal anak Einstein itu pada tahun 1986, ketika mereka menemukan sebagian suratnya ke Mileva.
Rumah milik mereka sendiri
Pada tahun 1903, Einstein telah mendapatkan pekerjaan tetap di Kota Bern, Mileva telah kembali dari Serbia, dan pasangan itu pun menikah.
Tahun berikutnya, lahir anak kedua, seorang laki-laki bernama Hans Albert.
Lalu anak bungsu mereka, yang juga laki-laki bernama Eduard, lahir pada tahun 1910, setelah keluarga tersebut pindah ke Zurich.
Menurut Isaacson, Hans Albert mengenang bagaimana ayahnya mengesampingkan pekerjaannya untuk menemani dia dan saudara-saudaranya ketika ibu mereka sibuk di rumah.
Gangguan kesehatan fisik dan mental menimpa Eduard
Eduard diketahui mengalami masa kecil yang sulit. Kesehatannya buruk, sering sakit parah, bahkan bisa berminggu-minggu terbaring di tempat tidur.
Pada tahun 1917, ia mengalami radang paru-paru. "Kondisi si kecil sungguh membuat saya depresi," tulis Einstein kepada temannya.
Walau begitu, "ia menjadi siswa yang luar biasa dan menaruh minat khusus pada seni, menulis puisi dan bermain piano," seperti yang dikutip dari buku An Einstein Encyclopedia (Calaprice, Kennefick dan Schulmann).
Bahkan, Eduard terlibat dalam diskusi intens dengan ayahnya tentang musik dan filosofi, yang menurut Einstein, menunjukkan kepadanya bahwa putra itu "berpikir serius tentang hal-hal penting dalam hidup."
Akhir dari cinta
Ketika Einstein semakin mendalami pekerjaan ilmiahnya, hubungannya dengan Mileva memburuk secara dramatis.
Bahkan, dia malah berselingkuh dengan sepupunya, Elsa.
Pada 1914, Einstein dan keluarga tinggal di Berlin, Jerman. Tetapi seiring memburuknya kehidupan rumah tangga mereka, seringkali karena sikap Einstein yang menghina, akhirnya mendorong Mileva untuk kembali ke Swiss bersama anak-anak.
Mereka bercerai pada tahun 1919. Namun, Einstein sulit menerima hidup berpisah dari anak-anaknya, ungkap Gutfreund, lantas dia berusaha keras untuk menjaga hubungan dekat dengan kedua putranya.
"Dia adalah ayah yang sangat penyayang," kata Rosenkranz.
Selama periode Perang Dunia I, di saat-saat memungkinkan, fisikawan itu mengunjungi mereka. Dia mengajak mereka berlibur dan ketika "mereka sudah cukup dewasa, dia akan mengundang mereka ke Berlin untuk menghabiskan waktu bersama."
"Dia sering menyurati kedua anaknya itu, terutama si bungsu ketika masih remaja."
Dalam surat-suratnya dengan Eduard, lanjut Rosenkranz, pembahasan mereka mencakupi tingkat intelektual yang sangat tinggi dan mereka bahkan secara terbuka mengkritik satu sama lain jika berbeda pendapat.
Pada tahun 1930, Einstein menulis kepada Eduard, "Hidup itu seperti mengendarai sepeda. Untuk menjaga keseimbangan, kamu harus terus bergerak."
Hubungan Einstein dengan putra sulungnya, Hans Albert, mungkin tidak sedekat dengan Eduard. Kepribadian Hans Albert lebih "membumi", kata Rosenkranz.
Diagnosa
Eduard Einstein bermimpi menjadi seorang psikiater dan tertarik dengan teori-teori dari Sigmund Freud.
Dia tengah belajar ilmu kedokteran ketika tiba-tiba, pada tahun 1932, harus dirawat di sebuah klinik psikiatri di Swiss. Pada tahun 1933, saat berusia 22 tahun, ia didiagnosa menderita skizofrenia.
"Itu sangat menyakitkan bagi Einstein," kata Gutfreund.
Pada tahun 1933, dihadapkan pada ancaman kebangkitan Nazi di Jerman, Einstein didesak untuk meninggalkan negara itu, lalu pindah ke Amerika Serikat.
"Sebelum pergi, Einstein melakukan kunjungan terakhir [ke Eduard]," ungkap An Einstein Encyclopedia. "Ayah dan anak itu selanjutnya tidak pernah bersua lagi."
Akhir yang menyedihkan
Mileva lah yang setia merawat Eduard. Tetapi ketika gejalanya memburuk - atau ketika Mileva juga sakit parah - Eduard terpaksa dirawat di sebuah fasilitas psikiatri.
Setelah kematian Mileva pada tahun 1948, seorang wali resmi (yang dibayar oleh Einstein) ditunjuk untuk merawat Eduard.
"Menurut saya sudah tidak ada hubungan [antara ayah dan anak] selama tahun-tahun itu," kata Rosenkranz.
Menurut Isaacson, Eduard tidak diizinkan pindah ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan jiwanya.
Dia menghabiskan tahun-tahun terakhirnya di klinik psikiatri, di mana dia meninggal karena stroke pada tahun 1965, pada usia 55 tahun.
Hans Albert, seorang pionir
Hans Albert, anak kedua Einstein, kuliah teknik sipil di Institut Teknologi Federal Swiss di Zurich.
"Putraku Albert telah menjadi orang berkemampuan dan berintegritas," tulis Einstein dengan bangga pada tahun 1924.
Hans Albert lulus pada tahun 1926, dan pada tahun 1936 bergelar Doktor Ilmu Teknik.
Pada tahun 1938, atas saran ayahnya, ia pindah ke Amerika Serikat dan melanjutkan studi tentang transportasi sedimen.
Dalam buku 'Hans Albert Einstein: His Life as a Pioneering Engineer' (Hans Albert Einstein: Kehidupannya sebagai Insinyur Perintis), penulis Robert Ettema dan Cornelia Mutel menyinggung soal "upayanya untuk memahami dan mengungkap kompleksitas sungai."
Studinya itu meletakkan dasar bagi pemahaman kita saat ini tentang bagaimana aliran air mengangkut sedimen, dan pada tahun 1988, Komunitas Insinyur Teknik Sipil Amerika (ASCE) mencetuskan nama Penghargaan Hans Albert Einstein sebagai pengakuan atas kontribusinya itu.
Simon Winchester, dalam bukunya 'The End of The River' (Ujung Sungai), menyoroti peran kunci Hans Albert dalam membangun "struktur kokoh" yang membuat sungai Mississippi di AS tetap terkendali.
Profesor yang dikagumi
Sesampai di AS, Hans Albert bekerja di Stasiun Eksperimen Pertanian Carolina Selatan, lalu di Departemen Pertanian, dan akhirnya menjadi pengajar di bidang teknik hidrolik di Universitas California, Berkeley.
"Dia memiliki perpaduan langka antara ilmuwan peneliti yang sangat kompeten, insinyur lapangan yang hebat, dan pengajar yang sangat baik," ungkap sumber-sumber di universitas itu.
"Profesor Einstein sangat dermawan dalam membagi waktunya, baik saat mengajar dengan para mahasiswa pascasarjana, mengajar di kampus-kampus luar negeri untuk jangka waktu singkat, maupun memberi saran kepada negara-negara di penjuru dunia soal solusi atas masalah sedimentasi,"
Dalam suratnya pada 1954, Albert Einstein memuji putranya itu dengan mengatakan bahwa dia mewarisi "karakteristik utama kepribadian saya, yaitu kemampuan untuk bukan sekadar ada, dengan secara terus-menerus mengabdikan diri agar menjadi yang terbaik untuk mencapai tujuan impersonal."
Ketidaksepakatan
Hubungan Albert Einstein dengan anak-anaknya mengalami pasang surut. Dalam beberapa surat, Einstein menampilkan sisi penuh kasih sayang, sementara di sejumlah surat lain dia tampil dingin dan menghakimi.
"Seperti halnya keluarga mana pun, mereka mengalami masa-masa sulit, dan juga masa-masa yang baik," kata Rosenkranz. "Dia sempat mengalami konflik dengan Hans Albert."
Salah satunya mengenai pilihan Hans Albert untuk belajar ilmu teknik. Keputusan itu tidak disukai Einstein.
Einstein juga sempat tidak setuju dengan kekasih pilihan Hans Albert. Mileva pun setuju dengan pendapat Einstein soal itu.
Tetapi Hans Albert mengabaikan sikap orang tuanya, sehingga pada tahun 1927 dia menikah dengan filolog bernama Frieda Knecht.
Einstein akhirnya menerima keputusan putranya untuk menikahi Frieda, yang memberinya tiga orang cucu.
Setelah Frieda wafat pada tahun 1958, Hans Albert menikah dengan ahli biokimia bernama Elizabeth Roboz.
Hans Albert meninggal pada tahun 1973, setelah menderita serangan jantung pada usia 69 tahun.
Beban sebagai putra Albert Einstein
Einstein pernah memberi tahu Mileva bahwa "kedua anaknya adalah bagian terbaik dari kehidupan batinnya, warisan yang akan terus hidup bahkan setelah dia sendiri meninggal," ujar Isaacson.
Tetapi menjadi anak dari seorang jenius yang terkenal bukan hal mudah.
Eduard pernah menulis: "Kadang sulit punya ayah yang sedemikian penting karena membuat saya merasa jadi tidak penting."
Hans Albert, yang lahir setahun sebelum ayahnya mempublikasikan Teori Khusus Relativitas, pernah ditanya apa rasanya jadi putra seorang ilmuwan yang tersohor.
"Mungkin saya bisa kehilangan harapan bila tidak belajar untuk menertawakan kejengkelan sedari kecil," katanya, saat menjelaskan apa yang membuat ayahnya "luar biasa."
Gutfreund, yang mengkurasi dokumen-dokumen Einstein, mengatakan bahwa "kita bisa menemukan korespondensi yang menarik antara seorang ayah yang penyayang dengan anak-anaknya."
Seiring berlalunya waktu, fisikawan itu mengakui "pengabdian" Mileva terhadap anak-anak mereka dan betapa baiknya dia mengasuh mereka.
"Menurut saya, Einstein tidak menganggap diri sebagai suami yang hebat. Bagi saya, dia merasa lebih baik bertindak sebagai ayah ketimbang suami," ujar Rosenkranz.