Kisah Seorang Bodyguard: Nyawa Jadi Taruhannya

Siswanto Suara.Com
Senin, 29 Maret 2021 | 07:00 WIB
Kisah Seorang Bodyguard: Nyawa Jadi Taruhannya
Ilustrasi bodyguard [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menjadi bodyguard taruhannya nyawa. Ketika memutuskan bekerja sebagai pengawal pribadi, apalagi mengawal orang bermasalah, berarti dia harus siap mengambil apapun risiko yang bakal terjadi.

Ketika malam itu saya hubungi untuk mengadakan wawancara, Jhonder sedang menerima tamu yang ingin konsultasi mengenai jasa keamanan. Seperti permintaan Jhonder, saya menghubunginya sejam kemudian.

Jhonder -- bukan nama sebenarnya sesuai permintaannya -- seorang bodyguard. Sebagai pengawal pribadi, Jhonder bekerja di salah satu dari sedikit pekerjaan yang membuatnya banyak memiliki cerita tentang rahasia klien. Tapi dia mewanti-wanti yang diceritakan dalam tulisan ini yang sifatnya umum-umum saja.

Dia pernah menjadi pelindung keamanan kontraktor, konglomerat, artis, hingga hakim.

Baca Juga: Kisah Debt Collector: Dikepung Massa Sampai Nasabah Memancing Hasrat Seks

Pengalaman Jhonder mungkin tidak mewakili kisah semua orang yang bekerja di dunia bodyguard. Tapi tantangan-tantangan dan risikonya barangkali kurang lebih sama.

Persyaratan jadi bodyguard

DARI pengalaman pribadi Jhonder, untuk bergabung dalam jasa keamanan swasta tidak ada persyaratan yang menurutnya rumit. Yang paling dibutuhkan biasanya keberanian dan kepekaan.

Berani berarti siap mengambil apapun risiko yang terjadi di lapangan. Peka kira-kira artinya dapat membaca situasi dan kondisi di sekitar klien sehingga mampu memecahkannya jika terjadi sesuatu hal.

Bagi orang berduit barangkali tidak terlalu masalah untuk menyewa orang-orang seperti Jhonder, untuk menjauhkan diri mereka dari marabahaya sekaligus untuk mencapai tujuannya.

Baca Juga: Kisah Penjaga Lahan Sengketa: Tak Cuma Modal Berani, Tapi Juga Kecerdikan

Salah satu pengalaman Jhonder, dia pernah disewa untuk mengawal seorang kontraktor yang akan mengikuti tender proyek di kotanya. Sebut saja kota A.

Pada masa itu, penyelenggaraan tender belum menerapkan sistem online. Tugas yang diberikan kepada Jhonder, selain menjamin keamanan kontraktor, juga diminta mengawasi kontraktor-kontraktor lain dalam tender yang sedang berlangsung.

Dia ditugaskan untuk menghentikan langkah kontraktor-kontraktor dari luar kota A supaya jangan sampai berhasil memasukkan berkas penawaran ke panitia tender. Ibarat kata, Jhonder harus memotong kompas.

“Jangan sampai dia masuk, kita tahan dia,” kata Jhonder.

“Saat itu kita rebut berkas penawarannya. Dia tidak boleh masuk karena bukan area dia.”

Bodyguard seperti Jhonder biasanya dapat mengetahui asal setiap kontraktor -- apakah dari dalam kota atau luar kota -- setelah mendapat bahan informasi dari kontraktor lokal semacam bosnya.

Setelah berkas penawaran calon kontraktor direbut dan ditahan oleh Jhonder, biasanya kontraktor yang merasa dirugikan akan marah luar biasa. Situasi akan menjadi panas setelahnya.

Jhonder sudah memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi, seperti keributan dengan pengusaha saingan, dan dia sudah siap dengan apapun yang terjadi kemudian.

“Biasanya pihak sekuriti atau panitia penyelenggaran ambil alih. Lalu mereka kendaliin situasi supaya nggak tegang atau nggak sampai memanas.”

Berkas penawaran yang diambil dari tangan peserta tender lain akan ditahan sampai waktu penawaran ditutup.

Bodyguard seperti Jhonder tidak ada urusannya dengan tetek bengek peraturan dalam proses lelang proyek.

Tugasnya hanya menjalankan permintaan dari orang yang membayar jasa.

Tetapi biasanya, pengusaha yang membayar bodyguard seperti dalam pengalaman Jhonder, tetap memberikan batasan-batasan tindakan agar tidak berlebihan.

“Pastinya kita ikuti arahan dari bos. Kita rebut. Kalau ada ketegangan, bos bilang jangan sampai begini, begini, jangan sampai lanjut. Lalu kita mundur teratur, Kan biasanya setelah itu situasi dan kondisi diambil alih sama panitia,” katanya.

Pada intinya, peran Jhonder ketika diminta mengamankan paket tender proyek, untuk mengintimidasi pengusaha-pengusaha lain yang berpotensi menjadi saingan bos.

Harga pas

Tiap-tiap bodyguard atau yang merekrutnya mungkin memiliki model-model tersendiri untuk membangun dan meningkatkan kemampuan mereka.

Tapi dari pengalaman Jhonder, ketika dulu dia direkrut untuk menjadi bodyguard, tidak ada pelatihan khusus.

“Yang penting tahu arahan seperti apa, yang penting kita kawal kotak tender, jangan sampai ada pengusaha luar kota masuk. Kita harus bisa tahan mereka, rebut penawarannya,” kata Jhonder.

Apakah pengusaha saingan membawa pengawal pribadi atau tidak, biasanya tidak terlalu mengkhawatirkan bagi Jhonder.

Yang paling utama bagi dia adalah upah jasa pengawalan pas. Semua risiko dianggap sebagai bagian dari pekerjaan.

Penentuan upah jasa pengamanan, menurut pengalaman Jhonder, biasanya dipertimbangkan dari apa saja permintaan klien dan tingkat risikonya.

“Harga pas ya sudah. Ya kita jalanin,” katanya.

Di Indonesia barangkali belum ada standar bayaran untuk jasa pengawal pribadi. Jhonder tidak hafal ketika saya tanya soal rata-rata upah jasa pengawal pribadi.

Tapi menurut dia, upah menjadi bodyguard cukup lumayan. Soal angka yang pernah diterimanya, dia hanya memberikan gambaran upah yang pernah didapat beberapa tahun yang lalu.

Sehari rata-rata Rp350 ribu sampai Rp400 ribu, tetapi bisa lebih besar dari itu, tergantung kesepakatan awal dengan klien. Semakin banyak permintaan klien, biasanya akan semakin tinggi pula bayarannya. Selain itu juga ada pertimbangan tingkat risiko keamanan dan lain sebagainya.

Upah jasa pelindung keamanan berdasarkan pengalaman pribadi Jhonder selama ini, tidak dihitung berdasarkan jam, tetapi per event atau sampai urusan klien selesai pada hari itu.

Bayaran tersebut sudah bersih. Artinya, untuk urusan makan dan minum serta kebutuhan-kebutuhan lain selama bertugas menjadi tanggungan klien.

Itulah sebabnya, dia mantap menekuni pekerjaan di dunia pengamanan.

Mengawal pesohor

Kalangan artis papan atas menjadi salah satu golongan yang sering memakai jasa keamanan swasta untuk menjamin keamanan mereka.

Seperti sering terlihat dalam sejumlah sidang di pengadilan, beberapa lelaki kekar atau terkadang perempuan berpenampilan khusus, selalu berada di sekitar artis yang berperkara.

Bahkan, dalam acara-acara santai, seperti ngopi di kafe, ngemall, sampai sepedaan, sebagian artis dikelilingi pengawal pribadi untuk menjauhkannya dari bahaya.

Jhonder pernah direkrut untuk menjadi tim pengaman pesohor. Dia meminta nama kliennya tidak disebutkan dalam laporan ini.

Ketika itu, public figure yang memiliki jutaan fans hendak tampil di salah satu wilayah di Jabodetabek.

Menjauhkan pesohor dari bahaya memiliki tantangan tersendiri karena selain punya banyak sekali penggemar, mereka juga ada kemungkinan memiliki haters.

Dibutuhkan fokus dan kewaspadaan tingkat tinggi menjaganya di tengah lautan penggemar yang berkumpul di lapangan terbuka.

“Kita dipakai untuk membelah massa sampai aman, sampai di panggung. Terus kita jaga dia jangan sampai ada massa ganggu ruang gerak dia atau nyentuh badannya,” kata Jhonder.

Konsentrasi tingkat tinggi untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang bisa mencelakakan pesohor itu dilakukan sampai acara selesai dan kembali masuk ke dalam mobil yang akan membawanya meninggalkan lokasi.

“Kita bungkus dia agar benar-benar aman. Kita bungkus sampai di dalam mobil,” katanya.

Kepribadian Jhonder yang menyukai tantangan membikin dia merasa cocok dengan jenis pekerjaan ini dan tabah dengan lika-liku jasa pengawal pribadi.

Sikap bodyguard

Ketika sedang bertugas, bodyguard harus selalu dalam posisi waspada tingkat tinggi. Harus peka dan mampu mendeteksi potensi-potensi yang bakal terjadi. Itu sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Seperti pengalaman Jhonder dan kawan-kawannya ketika mengawal pesohor yang akan tampil di panggung, mereka harus sensitif dengan gerak-gerik massa maupun personal.

“Walaupun artis sudah di panggung, kita harus tetap waspada. Sampai benar-benar (ada massa) yang nggak naik ke panggung untuk mengganggu. Sampai dia selesai, sampai ke mobil atau lokasi yang sudah aman,” kata dia.

Pembawaan bodyguard ketika sedang bekerja, berdasarkan pengalaman Jhonder selama ini, mestilah terlihat dingin.

Memasang sikap kaku dan tampang dingin memiliki tujuan untuk memberikan efek psikologis, terutama kepada orang-orang yang punya niat tidak baik kepada klien.

Seperti dalam kasus mengawal pesohor di tengah lautan massa, para pengawal pribadi tidak boleh tampil cengengesan karena pasti bakal diremehkan orang atau membuat orang yang sejak awal punya niat buruk terhadap pesohor, semakin nekat melakukan aksi.

“Bodyguard cengengesan kan nggak akan ada efek meredam untuk orang-orang yang mau berbuat hal yang tak diinginkan,” katanya.

Tapi memasang tampang sangar dan dingin, sekali lagi, sebenarnya hanyalah pada waktu mereka menjalankan tugas. Dalam kehidupan sehari-hari, kebanyakan bodyguard kembali menjadi masyarakat yang normal.

“Becanda-becanda juga. Tapi karena ini tugas, ya harus tampang dingin, supaya feedback-nya untuk meredam niat jahat orang,” kata Jhonder.

Tapi si Jhonder dalam kehidupan di luar tugas, tetaplah bertampang dingin.

“Ini sih bawaan alam kalau kayak beta. Bawaan lahir. Udah kulit gelap, badan tegap toh, ditambah lagi kalau lagi posisi kawal gitu, kita dingin. Udah, feelnya dapat.”

Apa saja service-nya?

Pelayanan yang diberikan bodyguard berbeda-beda, biasanya tergantung permintaan klien. Misalnya yang umum saja, selain mengamankan personal klien, juga mengamankan anggota keluarganya.

Tapi biasanya klien yang menggunakan jasa Jhonder, hanya meminta dia saja yang dilindungi supaya aman dari massa atau orang-orang yang mau menemuinya.

Suatu ketika, Jhonder dan tiga kawannya pernah diminta mengawal seorang hakim yang akan mengikuti persidangan di luar kota dengan agenda putusan perkara sengketa tanah.

Sebelumnya, selama proses persidangan, sang pengadil mendapatkan beberapakali ancaman akan dibunuh yang diduga pesuruh dari salah satu pihak yang sedang berperkara.

“Itu beda lagi service-nya kalau orang udah dapat ancaman begitu. Lalu, kita juga lebih tegang lagi. Kita kawal hakimnya dari rumah sampai ke luar kota tempat pengadilan, naik mobil bareng,” kata Jhonder.

Di dalam mobil dalam perjalanan ke pengadilan, hakim bercerita kalau dia akan dihabisi kalau tidak memenangkan salah satu pihak yang sedang berperkara. Anaknya juga mendapatkan ancaman serupa sehingga tidak berani pergi ke sekolah.

“Waktu itu beta kawal. Dia bercerita di mobil, selama ini sudah sering diancam dan udah biasa. Tapi waktu itu, dia diancam sangat serius. Anaknya juga dapat ancaman,” kata Jhonder.

Sampai di pengadilan, massa telah berkumpul. Mereka membuat berbagai aksi provokasi yang tujuannya untuk mengintimidasi hakim.

Situasi benar-benar tegang dan aparat keamanan ketika itu dikerahkan untuk menambah lapisan keamanan sekitar pengadilan.

Selama sidang berlangsung, Jhonder dan tiga kawannya berjaga-jaga di depan pintu masuk dan keluar khusus hakim untuk mengantisipasi adanya orang nekat datang.

“Massa beringas mengintimidasi hakim selama persidangan. Posisi kita di pintu masuk keluar hakim.”

“Sampai lempar-lempar, seperti lempar bangku massanya. Untuk intimidasi hakim.”

Selesai persidangan, jumlah massa semakin bertambah banyak dan semakin anarkis, karena putusan hakim tak sesuai tuntutan yang mereka sampaikan.

“Kita bungkus hakimnya (amankan), lalu juga dibungkus kepolisian. Langsung bawa beliau ke mobil. Sampai masuk mobil,” katanya.

Ketika mengawal hakim keluar dari ruang persidangan dan membela konsentrasi massa menuju ke tempat parkir mobil, Jhonder beberapa kali menerima bogem mentah dari sejumlah orang.

“Beta dapat pukulan-pukulan dari massa. Tapi beta nggak balas karena saat itu tugasnya hanya untuk bungkus dia (hakim) sampai aman. Jangan sampai dia kena fisikhakim. Kita belah massa yang beringas itu. Waktu dipukul ya kita diam saja. Harus konsentrasi full ke pengamanan hakim,” katanya.

Jhonder menyebut kejadian tersebut menjadi salah satu pengalaman yang sulit dilupakan. Tapi dia bersyukur bisa melewati semuanya. Hakim dapat kembali ke rumah dengan aman.

“Selesai, dia berterimakasih, kemudian pembayaran jasa.”

Perlengkapan bodyguard

Tiap-tiap bodyguard berbeda cara untuk mendukung tugas-tugas mereka. Tapi dari pengalaman Jhonder, dia tidak pernah melengkapi diri dengan senjata, apalagi senjata api.

“Nggak bawa apa-apa. Paling pasang badan saja,” katanya.

Membawa senjata dia nilai justru tidak menyelesaikan masalah jika terjadi sesuatu hal di lapangan. Bodyguard model seperti ini, umumnya berprinsip, terluka karena menjalankan tugas melindungi klien, adalah bagian risiko yang harus diterima.

“Kena pukulan itu ya risiko yang harus dihadapin. Kita nggak perlu mempersenjatai diri,” katanya.

Yang utama dalam menjalani pekerjaan sebagai pengawal pribadi, selain waspada dan peka, juga harus memiliki strategi untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan.

Di antaranya, strategi ketika harus evakuasi klien di tengah situasi yang mengancam. Contohnya dalam kejadian pengawalan hakim dalam sidang putusan tadi.

Ketika akan mengawal klien, terutama dalam kasus-kasus tertentu, sebelumnya kawasan yang akan didatangi dipetakan terlebih dahulu hingga memperhitungkan jalan keluar jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan.

“Untuk lebih meminimalisir risiko, jangan sampai orang yang kita kawal ini kena ancaman fisik. Jalur-jalur evakuasi harus kita antisipasi. Itu biasanya kita pelajari dulu,” kata Jhonder.

Walaupun pekerjaan pengawal pribadi taruhannya nyawa, dari pengalaman Jhonder, selama ini tidak ada asuransi jiwa.

“Selama ini yang kita jalanin nggak ada ya. Ya, kita selalu berharap setiap dapat job kita aman aja. Yang kita jaga aman, kita pun aman,” kata dia.

Itu sebabnya, setiap kali mendapatkan job, strategi harus dipikir secara matang dan harus pula dijalankan sesuai yang telah dirancang.

“Lewat jalur ini, sekian menit harus sampai di titik ini, harus sesuai. Misal massa beringas, berarti kita strategiin harus ada yang belah massa, supaya kendaraan yang ada bos kitanya bisa keluar cepat-cepat lewat jalur evakuasi.”

Setiap menjalankan tugas, terutama yang memiliki tingkat risiko tinggi, Jhonder akan menjalin kerjasama dengan pihak keamanan lain.

Sebagian bodyguard percaya dengan keghaiban, seperti menyimpan jimat di badan mereka, untuk melindungi diri.

“Kalau beta sih nggak pernah. Mental aja yang kita siapin. Kita percaya diri saja.”

Jhonder lebih yakin dengan perhitungan-perhitungan logis dan matang ketimbang membawa-bawa jimat.

“Dari gambaran situasi yang kita kondisikan, kita gambarkan begini, begini atau begitu, itu saja, logisnya saja. Jalur evakuasi, terus waktu sampai ke titik ini harus sampai berapa detik, harus keluar dari area bahaya harus berapa menit, sampai di rumah berapa lama, dan lain-lain.”

Suatu ketika, Jhonder pernah disewa untuk melindungi seorang pebisnis.

Klien yang dikawal Jhonder memiliki lawan bisnis yang juga tak kalah kuat dan memiliki pengawal dan massa di belakangnya.

Mengawal pebisnis yang memiliki musuh risikonya tinggi. Melindungi klien seperti itu berbeda lagi sentuhannya.

“Ini beda dengan menghadapi massa, ini lebih ekstra lagi ini. Kita kan nggak tahu ancaman ini tiba-tiba muncul dimana. Itu setiap menit, setiap detik, kita antisipasi situasi,” katanya.

“Memastikan situasi seklilingnya, pantau terus. Saat kita diam, saat kita jalan. Kalau misalnya ada dicurigai menguntit, harus kita pastikan terus. Tegangnya di situ. Kan kita nggak tahu darimana datangnya musuh. Kita juganggak tahu misalnya akan ditembak dari jarak jauh. Setiap orang (yang dekat-dekat) kita curigai semua. Supaya aman.”

Posisi bodyguard ketika memberikan pengamanan kepada klien semacam itu harus selalu di dekatnya, biasanya tak lebih dari lima meter.

Menjaga fisik

Seorang bodyguard harus selalu dalam kondisi prima. Olahraga, seperti angkat beban dan menahan pukulan, sudah menjadi semacam keharusan.

“Kalau badan kita fit kan jadi percaya diri, supaya orang yang kita kawal pun yakin dengan kita,” katanya.

Berkat disiplin berlatih, Jhonder selama ini selalu bisa melewati berbagai tantangan dengan baik.

Dia mengatakan belum pernah terluka parah akibat serangan musuh, tetapi kalau memar karena pukulan massa sudah dianggap sebagai hal biasa.

“Tapi kalau di luar kita, itu banyak juga yang sampai terluka. Terluka karena serangan. Karena memang kerjaan ini pertaruhan nyawa,” katanya.

Saya tanya kepada Jhonder, apakah ada daerah yang selama ini dikenal sebagai daerah rawan oleh kalangan bodyguard. Bagi bodyguard, setiap daerah akan dianggap sebagai daerah rawan sehingga selalu dalam posisi waspada.

“Sama aja daerah, kita anggap semuanya rawan. Karena orang yang ngancam inikan kita nggak tahu kapan datangnya.”

“Kalau kita tahu ada yang rawan tentunya kita akan hindari, bukan malah kita terjang. Karena tugas kita kan intinya agar orang yang kita kawal aman. Bukan malah bawa klien ke situasi terancam. Kalau misal kita tahu,mereka (musuh) tunggu kita, kita nggak lewat jalur itu, kita lewat jalur lain.”

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI