Sempat Ditolak Publik, Pemerintah Kembali Sosialisasi RUU KUHP

Sabtu, 27 Maret 2021 | 15:34 WIB
Sempat Ditolak Publik, Pemerintah Kembali Sosialisasi RUU KUHP
Ahli dari kubuh Joko Widodo (Jokowi), Prof Edward Omar Syarief Hiariej (tengah) memberikan keterangan dalam sidang PHPU Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6/2019). [Antara/Aprillio Akbar]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkunham) mulai melakukan sosialiasi Rancangan Undang-undang (RUU) KUHP yang sempat batal disahkan pada September 2019. Sosialisasi yang dilakukan guna mengumpulkan pendapat terkait RUU KUHP dari berbagai elemen masyarakat.

Wakil Menkumham, Edward Omar Sharif Hiariej, mengungkapkan sosialisasi sudah dimulai di Medan pada 23 Februari 2021, di Semarang pada 4 Maret 2021, Bali pada 12 Maret 2021 dan Yogyakarta pada 18 Maret 2021.

"Kegiatan tersebut merupakan rangkaian sosialisasi menyeluruh yang diselenggarakan secara bertahap ke beberapa kota di Indonesia," kata Edward dalam acara Diskusi Publik Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Swiss Bell Hotel Ambon, Jumat (26/03/2021).

Pria yang akrab disapa Eddy itu menuturkan sosialisasi RUU KUHP itu menyasar lima tema utama yakni perkembangan RUU KUHP, pembaruan RUU KUHP, struktur RUU KUHP, isu krusial RUU KUHP, dan tindak pidana khusus dalam RUU KUHP.

Baca Juga: Sudah Kolot, Mahfud MD Ingin Tahun Ini KUHP yang Baru Disahkan

Menurutnya, ruang diskusi itu bakal menghimpun masukan-masukan dari berbagai pihak yang menaruh perhatian terhadap perkembangan hukum pidana, khususnya RUU KUHP. Selain untuk menyamakan persepsi masyarakat terhadap pasal dalam RUU KUHP, forum sosialisasi itu juga menjadi wadah pertanggungjawaban proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilakukan secara transparan, serta melibatkan masyarakat.

"Kami mengundang serta menerima masukan dari berbagai kementerian/lembaga, aparat penegak hukum, organisasi masyarakat, organisasi internasional, bahkan negara lain," tambahnya.

Adanya perbedaan pemahamaan dan pendapat dalam pengaturan RUU KUHP, dikatakan Eddy, bisa menjadi kontribusi positif yang perlu disikapi dengan melakukan diskusi yang komprehensif dan menyeluruh dari seluruh komponen anak bangsa.

"Khususnya kepada para akademisi, praktisi, dan pakar di bidang hukum pidana, agar dalam implementasi dan aplikasi dari pelaksanaan RUU KUHP dapat dilaksanakan sesuai dengan kaidah hukum, asas hukum pidana, prinsip, dan tujuan pembaharuan hukum pidana."

Sebelumnya pada Jumat (20/9/2019), Presiden Jokowi meminta DPR RI untuk menunda pengesahan RUU KUHP untuk mendalami kembali sejumlah materi pasal dalam peraturan tersebut.

Baca Juga: DPR Harap Keberadaan Wamenkum HAM Bisa Bantu Yasonna Selesaikan RUU KUHP

Presiden menilai terdapat 14 pasal yang harus ditinjau ulang. Jokowi berharap pengesahan RUU KUHP itu dilakukan oleh DPR pada periode 2019-2024 dan meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk menambah masukan dan mengumpulkan usulan dari masyarakat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI