Sayembara Menulis Sedunia: Jalur Rempah dan Sejarah Kemaritiman Dunia

Erick Tanjung Suara.Com
Jum'at, 26 Maret 2021 | 19:36 WIB
Sayembara Menulis Sedunia: Jalur Rempah dan Sejarah Kemaritiman Dunia
Sayembara Menulis Seduni bertajuk Jalur Rempah dan Sejarah Kemaritiman Dunia dan Festival Bangsa Samudra. (Ist)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Festival Bangsa Samudra digelar selama tujuh hari tujuh malam. Berkemah di reruntuhan negeri lamo, Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

Tujuannya menyambung kembali tali tua peradaban luhur Bangsa Samudra, bangsa yang menganut falsafah mengukur sama panjang menimbang sama berat dan menilai di atas patut.

"Sanak saudara di mana pun berada, bagi yang mau datang, datanglah. Sama-sama kita memulangkan sirih ke gagangnya pinang ke tampuknya, mengumpulkan yang terserak menjemput yang tertinggal dan membangkit batang terendam," seru Ramond.

Festival ini didukung oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud RI, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi.

Sesmenko Kemaritiman dan Investasi RI, Agung Kuswandono menilai Festival Bangsa Samudra bukan sekadar mengunggah ingatan sejarah Nusantara. Namun lebih dari itu menjaga keberlanjutan pengetahuan bangsa dalam melahirkan keagungan budaya melalui tradisi-tradisi yang penuh makna.

"Festival Bangsa Samudra ini akan terus memperkuat literasi, menjaga pengetahuan dan mengembangakan kearifan budaya kita sebagai bangsa bahari, negeri kepulauan terbesar di dunia. Untuk selanjutnya diramu dalam kehidupan modern saat ini dengan memutakhirkan struktur pengetahuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai tulang punggung pembangunan Kemaritiman Nasional dan menjadi arah Haluan Pembangunan Kemaritiman di masa depan," paparnya.

Menurut Agung, Nusantara adalah karakter alamiah laut bertabur pulau yang mewarnai pandangan hidup manusia yang hidup di "Banua Zamrud Katulistiwa", sehingga melahirkan falsafah “Tanah Air” dan kearifan "Segara-Gunung", yang memandang daratan dan lautan sebagai satu kesatuan ruang hidup, ruang bekerja dan ruang berkarya.

Kepala BPCB Jambi Agus Widiatmoko menambahkan, Bangsa Samudra mengingatkan akan kata puistis “Nyiur Melambai” dan “Rayuan Pulau Kelapa”. Untaian kata yang merujuk sebuah negeri berjajar pulau-pulau berpagar pohon kelapa, terbentang dari arah terbit dan terbenamnya matahari diantara samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

"Tidaklah berlebihan jika orang-orang nusantara, jauh sebelum diperkenalkan nama arah mata angin versi orang barat, hanya mempunyai sebutan dua arah mata angin, yakni darat dan laut serta hulu dan hilir. Sebuah kata tegas, bahwa kita adalah Bangsa Samudra," katanya.

Baca Juga: 7 Rempah Diburu Bangsa Eropa, Manfaat Empon-Empon Kunyit Sudah Terkenal

Percandian Muarajambi dahulu kala merupakan tempat mengampuh ilmu, yang saking sohornya senantiasa disambangi para ilmuwan dari berbagai penjuru dunia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI