Suara.com - Mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino alias RJ Lino mengaku senang setelah status tersangkanya di KPK sejak 2015 lalu kini sudah terang benderang. Pasalnya, RJ Lino resmi ditahan KPK di hari keramat alias Jumat (26/3/2021).
RJ Lino dijerat oleh lembaga antirasuah atas dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II.
RJ Lino mengaku bahwa dirinya baru hanya tiga kali diperiksa oleh penyidik KPK dalam kasusnya itu. Ia, pun mengklaim selama dia diperiksa penyidik dianggap tak menemukan dugaan bukti untuk menjeratnya.
"Ini pertama saya senang sekali setelah lima tahun menunggu, di mana saya diperiksa tiga kali dan sebenarnya enggak ada artinya apa-apa pemeriksaan itu. Hari ini saya ditahan. Jadi supaya jelas statusnya," ungkap RJ Lino ketika menuju mobil tahanan, Jumat.
RJ Lino mempertanyakan terkait sangkaan KPK atas kerugian negara yang dilakukannya dalam pemeliharaan tiga unit QCC tersebut sebesar USD 22,828,94. Apalagi, ia berdalih terkait urusan pemeliharaan bukan langsung urusan dirinya sebagai Direktur Utama PT. Pelindo II saat itu.
"Kemudian tadi kalian dengar hanya kasih kerugian negara 22 ribu dolar untuk pemeiliharaan. Saya mau tanya apa urusannya dirut maintenance? Ga lah. Perusahaan itu perusahaan gede, urusan pemeliharaan bukan urusan dirut," tutup RJ Lino
RJ Lino langsung ditahan, setelah hadir dalam pemeriksaan di KPK tadi pagi. Ia, sempat menjalani pemeriksaan penyidik antirasuah. Hingga akhirnya memakai rompi oranye khas KPK.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut dalam pengiriman tiga unit QCC ke Cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak dilakukan tanpa commision test yang lengkap.
"Di mana commission test tersebut menjadi syarat wajib sebelum dilakukannya serah terima barang," ujar Alex.
Baca Juga: Tak Ditahan Meski Tersangka, KPK Hari Ini Periksa RJ Lino Soal Kasus Crane
Adapun harga kontrak keseluruhan USD15. 554.000. Dimana terdiri dari USD 5.344,000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Panjang, USD4,920,000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Palembang dan USD 5,290,000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Pontianak.