Suara.com - Hebrew Raam, partai politik berhaluan Islamis di Israel, membuat kejutan dalam pemilu legislatif nasional.
Sebab, Hebrew Raam mampu memenuhi ambang batas minimum untuk mendapatkan jatah kursi di parlemen Israel.
Menyadur Barrons, Jumat (26/3/2021), pemimpin Hebrew Raam, Mansour Abbas, memastikan mendapat jatah kursi parlemen.
Abbas juga menegaskan, tidak menutup kemungkinan bergabung dengan pemerintah Israel yang kekinian dikuasai kaum konservatif.
Baca Juga: Tiga Nelayan Tewas karena Drone Nyangkut di Jala, Diduga Milik Israel
Rabu (24/3), partai Mansour Abbas mendapat perolehan suara pemilih yang mencukupi guna merebut 5 kursi Knesset Israel.
Untuk diketahui, parlemen atau Knesset Israel memunyai jatah perwakilan 120 legislator.
Dalam wawancara dengan stasiun radio Israel, Mansour Abbas mengatakan partainya "Siap untuk terlibat dengan kubu mana pun."
Itu untuk merespons pernyataan PM Israel Benjamin Netanyahu dan Partai Likud yang membuka pintu bagi semua partai untuk membentuk pemerintahan koalisi.
"Kami tidak berada di sisi siapa pun, tidak di kanan dan bukan di kiri," kata Abbas.
Baca Juga: Digunakan Tentara Yunani, Helm Perang Berusia 2.500 Tahun Ditemukan
Abbas juga menekankan partainya siap berkoalisi dengan Partai Likud dan pemerintahan Netanyahu yang berhaluan ultra-kanan.
"Ini adalah perubahan yang menarik dalam politik Israel. Adanya partai Arab di sisi pemerintah, mungkin akan memainkan peran lebih tegas," ujar analis politik Israel, Eylon Levy.
"Mansour Abbas mungkin bisa membebaskan Netanyahu atau memblokirnya dari pemerintahan," sambungnya.
Pada pemilu 2020, Partai Raam sudah menjadi peserta. Partai itu memunyai basis pemilih dari etnis Arab yang menjadi penduduk Israel. Partai Raam juga masuk koalisi partai-partai Arab lainnya dari berbagai haluan politik.
Namun, aliansi itu retak awal tahun ini karena terdapat perbedaan ideologis antara Abbas dan pemimpin partai Arab lainnya.
Abbas yang berhaluan konservatif, tidak sejalan dengan partai-partai Arab lainnya yang berideologi nasionalis serta komunis.
Pernyataan Abbas yang membuka peluang berkoalisi dengan Netanyahu, menuai kecaman dari etnis Arab.
Namun, Abbas berdalih para pemimpin Arab memiliki tanggung jawab untuk bermitra dengan siapa pun yang berkuasa, untuk mengatasi "epidemi kejahatan".
Analis mengungkapkan, dengan Partai Raam memunyai kursi di parlemen dan siap berkoalisi, maka kelompok pendukung Netanyahu semakin mayoritas.
Kalau Partai Raam jadi berkoalisi, maka posisi dukungan untuk Netanyahu bakal kuat di parlemen, yakni 52 kursi.
Namun, fraksi parlemen yang menjadi oposisi serta ingin mengakhiri pemerintahan Netanyahu kekinian masih unggul, yakni 56 kursi.
Agar aman, analis menilai Netanyahu harus mengamankan 61 kursi parlemen. Caranya, menggandeng partai islamis Raam, dan kubu nasionalis religius Naftali Bennett.
Kalau Netanyahu bisa menggandeng Partai Raam dan Naftali Bennet, maka dirinya unggul 7 kursi dibandingkan oposisi.
Untuk diketahui, blok politik Netanyahu kekinian adalah partai-partai berhaluan zionisme, dan ekstrem kanan yang kerap melemparkan retorika anti-Arab.