Estafet Obor Olimpiade Tokyo Dimulai di Tengah Pandemi

Jum'at, 26 Maret 2021 | 10:34 WIB
Estafet Obor Olimpiade Tokyo Dimulai di Tengah Pandemi
DW
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Estafet obor Olimpiade Tokyo 2020 resmi dimulai. Di kala pandemi global ini, hanya ada sedikit antusiasme untuk perhelatan akbar yang dimaksudkan untuk merayakan semangat internasional dan atlet kelas dunia.

Biasanya, estafet obor Olimpiade dapat membangkitkan antusiasme penduduk negara tuan rumah pada perehelatan olah raga akbar itu.

Obor akan dibawa melintasi negara tuan rumah sebelum menuju ke stadion untuk upacara pembukaan. Tetapi pada penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020, yang mana akan disebut edisi tahun 2021, harus menghadapi ancaman pandemi virus corona dan karenanya telah meredam euforia nasional di Jepang.

Tidak ada penonton, bahkan PM Jepang Yoshihide Suga juga tidak hadir dalam upacara penglepasan obor Olimpiade.

Baca Juga: Mohamed Salah akan Bela Mesir di Olimpiade Tokyo

Hanya ada beberapa tamu, termasuk presiden baru panitia penyelenggara, Seiko Hashimoto, yang menyaksikan anggota timnas sepak bola putri menyalakan obor yang tiba dari Yunani tahun lalu.

Orang-orang hanya dapat menonton kirab obor langsung dari televisi atau via online. Selain itu, orang-orang juga diimbau untuk tidak menonton secara langsung kirab obor yang berlangsung 121 hari ke depan - hingga Olimpiade dimulai pada tanggal 23 Juli.

Mereka yang cukup beruntung untuk menonton langsung para pembawa obor harus mengenakan masker, menjaga jarak sosial, dan hanya diizinkan bertepuk tangan bukannya bersorak seperti lazimnya pada kirab obor.

Pembawa obor telah dikarantina Obor olimpiade ini akan dibawa oleh 10.000 orang melewati 859 kota di 47 prefektur Jepang.

Mereka dikarantina selama dua minggu sebelum diberangkatkan pada hari Kamis (25/03) siang ini waktu setempat.

Baca Juga: Korea Utara Tembakkan Dua Rudal Balistik ke Laut Dekat Jepang

Ketidakpastian dan tindakan pencegahan yang ketat telah menyebabkan banyak atlet terkemuka membatalkan keikutsertaannya, antara lain sosok peseluncur es Shoma Uno dan kapten timnas sepak bola putri Jepang yang ikut menjuarai Piala Dunia 2011, Homare Sawa.

Jadwal kirab obor sendiri pun tetap tidak berubah. Di Hiroshima, kota yang menjadi sasaran bom atom pada 6 Agustus 1945, seorang atlet perempuan akan menyeberangi sungai di depan Kubah Bom Atom sambil memegang obor di tangannya.

Di Hokkaido, obor akan dibawa dengan kereta luncur yang ditarik kuda.

Kane Tanaka, orang hidup tertua yang diverifikasi di dunia, juga akan ambil bagian dan membawa nyala api sejauh 100 meter jika memungkinkan.

Dia akan berusia 118 tahun dan 129 hari pada hari di mana ia membawa obor tersebut.

Pakar epidemiologi telah memperingatkan, akan lebih baik jika estafet obor dibatalkan seluruhnya. Bahkan sejauh ini belum 1% populasi Jepang telah divaksinasi, dan virus corona terus menyebar.

Keadaan darurat baru dicabut di wilayah metropolitan Tokyo akhir pekan lalu. Tetapi penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 ingin mengirimkan sinyal, tidak ada jalan untuk mundur pada saat ini - serta untuk menguji langkah-langkah keamanan.

Untuk ubah kekhawatiran masyarakat

Menurut jajak pendapat, dua pertiga orang Jepang mendukung penundaan atau bahkan pembatalan Olimpiade, tetapi penyelenggara berharap dengan dihelatnya estafet obor dapat mengubah pikiran mereka.

"Ada antusiasme dari masyarakat sebelum pandemi," kata Hashimoto, Presiden Komite Olimpiade Tokyo 2020.

"Kita harus mengembalikan perasaan ini dan mengubah kekhawatiran mereka menjadi antisipasi."

Penyelenggara telah memperhitungkan kekhawatiran terbesar orang-orang dengan hanya mengizinkan atlet Olimpiade dan staf pendukung untuk masuk ke Jepang.

"Masyarakat tidak akan setuju untuk membuka kembali perbatasan yang telah ditutup selama setahun," kata Barbara Holthus, wakil direktur Institut Jerman untuk Kajian Jepang.

Dengan semua yang terjadi, slogan 'Harapan Menerangi Jalan Kita' jadi tidak terlalu meyakinkan.

Jepang awalnya mendaftar untuk menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas 2020 setelah bencana gempa bumi, tsunami, dan disusul bencana nuklir Fukushima tahun 2011.

Olimpiade ini disebut sebagai lambang bahwa Jepang mampu merekonstruksi bencana yang terjadi dan estafet obor jadi cara mereka mengungkapkan rasa terima kasih kepada dunia atas bantuan yang diberikan.

Fukushima dan COVID-19 Fasilitas sepak bola J-Village, yang berjarak 20 kilometer di selatan pembangkit nuklir Fukushima Daiichi, dipilih sebagai titik awal estafet obor.

Pada tahun 2011, lokasi itu adalah kantor sementara operator pembangkit listrik tenaga nuklir, TEPCO, dan berfungsi sebagai pangkalan untuk upaya pembersihan cemaran nuklir setelah bencana.

Pekerja PLTN dulu menggunakan lokasi tersebut untuk berganti pakaian pelindung sebelum pergi ke reaktor nuklir yang mengalami kebocoran.

Sekarang, pesepakbola muda menggunakannya sebagai tempat berlatih. Penyelenggara kini telah mengalihkan fokus dari rekonstruksi pasca-bencana Fukushima ke kemenangan atas pandemi.

Ini belum terbukti meyakinkan, mengingat fakta bahwa tidak ada orang dari luar negeri, termasuk kerabat atlet dan sebagian besar sukarelawan, yang dapat menghadiri olimpiade.

"Impian Olimpiade tentang pemahaman internasional tidak akan terpenuhi jika orang luar tidak bisa datang dan para atlet tidak diizinkan melakukan interaksi dengan orang-orang dari negara lain," kata Holthus. Ed: rap/as

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI