Suara.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengutuk keras tindakan institusi kepolisian, khususnya Polres Metro Jakarta Selatan. Pernyataan tersebut merupakan buntut penyalahgunaan wewenang berupa penahanan terhadap dua pendamping hukum warga Pancoran Buntu II pada Rabu (24/3/2021) malam.
Dua pendamping hukum yang ditahan tersebut, yakni Safaraldy D Widodo dan Dzuhrian Ananda Putra dari LBH Jakarta.
Keduanya ditahan saat mengantarkan surat terkait penolakan pemeriksaan penyidikan warga Pancoran yang terancam digusur paksa oleh PT Pertamina Training & Consulting (PTC).
Direktur LBH Jakarta Arif Maulana mengatakan, tindakan tersebut merupakan bentuk intimidasi. Bahkan hal tersebut sudah menjadi rangkaian kriminalisasi terhadap warga Pancoran yang sedang berjuang melawan penggusuran.
Baca Juga: Baru Dilepas Tengah Malam, Detik-detik Penangkapan Tim Hukum Warga Pancoran
"Tindakan tersebut adalah bagian dari intimidasi dan bagian dari rangkaian kriminalisasi terhadap warga Pancoran yang tengah memperjuangkan hak atas tempat tinggal yang layak," kata Arif dalam keterangan tertulis, Kamis (25/3/2021).
Arif mengungkapkan, pada Selasa (23/3/2021) lalu, sebanyak 31 warga Pancoran Buntu mendapatkan panggilan yang dilayangkan Polres Metro Jakarta Selatan atas dugaan tindak pidana penyerobotan lahan atas pengaduan PTC. Dia menilai, panggilan itu tidak sah secara hukum karena prosedurnya tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP.
"Pada Rabu, 24 Maret 2021, atas permintaan warga, keduanya mengantarkan surat jawaban atas panggilan yang
tidak sah terhadap 9 (sembilan) orang warga Warga Pancoran Gang Buntu II kepada penyidik di Unit-II Harta-
Benda (Harda) Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan," jelas Arif.
Selanjutnya, Safaraldy dan Dzuhrian datang ke Mapolrestro Jakarta Selatan pada pukul 16.00 WIB. Pada saat hendak memberikan surat, pihak penyidik menolak adanya surat penolakan dari warga tersebut.
Arif menyebut, tanpa adanya surat penangkapan dan panggilan, penyidik langsung memeriksa keduanya. Bahkan, status mereka dalam hal ini adalah saksi selama delapan jam dengan Pasal 167 dan Pasal 385 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan disertai berbagai intimidasi.
Baca Juga: Tangkap Tim Hukum Warga Pancoran Tanpa Alasan, Polisi Diminta Hati-hati
Mengetahui hal tersebut, LBH Jakarta mengirim tim hukum ke Mapolrestro Jakarta Selatan pada pukul 20.00 WIB. Hal itu dilakukan untuk memberikan pendampingan hukum kepada Safaraldy dan Dzuhrian.
"Sekitar pukul 22.00 WIB, tim hukum mendapati keduanya tengah diperiksa oleh penyidik pada Unit-II Harta-Benda
(Harda) Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan," katanya.
Di sisi lain, kepolisian meminta agar tim hukum yang datang untuk keluar, serta melarang mereka melakukan pendampingan pada proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Penyidik juga melarang keduanya untuk menandatangani surat kuasa kepada tim hukum dan tidak mengakui kuasa lisan yang disampaikan keduanya kepada tim hukum.
"Keduanya baru dapat ditemui dan dilepaskan setelah pemeriksaan berakhir pada pukul 00.49 WIB, Kamis, 25 Maret 2021," jelas Arif.
Atas hal itu, LBH Jakarta menilai penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) berupa penangkapan dan penyitaan secara sewenang-wenang yang melanggar HAM dan konstitusi. Tindakan pemberi bantuan hukum mengantarkan surat penolakan warga kepada penyidik jelas bukan merupakan tindak pidana dan bahkan dilindungi dalam UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
"Para Pemberi Bantuan Hukum dirampas kemerdekaannya tanpa adanya surat penangkapan dan diperiksa sebagai saksi tanpa didahului surat panggilan yang sah yang mana hal tersebut melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," lanjut dia.
LBH Jakarta juga menilai, Polres Metro Jakarta Selatan telah melakukan pelanggaran hukum dengan melakukan penghalang-halangan akses pendampingan hukum terhadap Safaraldy dan Dzuhrian yang berstatus sebagai saksi. Hak tersebut dijamin dalam KUHAP, UU 18 Tahun 2003, UU Bantuan Hukum, UU HAM, United Nations Basic Principles on the Role of Lawyers, dan United Nations Principles and Guidelines on Access to Legal Aid in Criminal Justice Systems.
Arif menambahkan, polisi seharusnya taat pada Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam Perkap itu disebutkan bahwa 'Dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka, atau terperiksa, petugas dilarang menghalang-halangi Penasihat Hukum untuk memberikan bantuan hukum kepada saksi/ tersangka yang diperiksa.'
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Jimmy Christian Samma menegaskan, pihaknya tidak melakukan penahanan.
Namun, dia tidak berkata banyak dan meminta agar bertanya pada pihak LBH Jakarta terkait hal tersebut.
"Tidak ada yang ditahan dari kemarin sampai dengan hari ini di Polres Metro Jaksel. Silahkan konfirmasi langsung ke LBH Jakarta," kata Jimmy dalam pesan singkatnya, Kamis (25/3/2021).