Suara.com - Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi, Karyoto menyebut pihaknya tak perlu lagi meminta keterangan Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster tahun 2020.
"Nggak perlu panggil Irjen (Irjen KKP, Muhammad Yusuf) dan Sekjen (Sekjen KKP, Antam Novambar) pun cukup karena rangkaian aliran dari administrasi sudah jelas," ucap Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (24/3/2021).
Karyoto menuturkan bahwa berkas penyidikan kasus suap impor benih lobster ini sudah rampung. KPK pun sudah memiliki bukti cukup untuk membawa eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersalah dalam perbuatannya.
"Ini kan sudah P21 (penyerahan terdangka dan barang bukti) ke JPU untuk segera disidangkan," ujarnya.
Baca Juga: Korupsi Pengadaan Lahan, KPK Batal Periksa Anak Buah Anies
Seperti diketahui, penyidik antirasuah telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Yusuf dan Antam. Ketika itu, pada Rabu (17/3/2021) lalu, hanya Yusuf yang hadir dalam pemeriksaan.
Sementara itu, untuk Antam tak hadir dalam pemeriksaan. Ia pun memberikan alasan tak hadir karena ada jadwal dinas diluar kota dari kementeriannya.
Dalam kasus ini, KPK menemukan adanya dugaan bahwa Edhy memakai uang izin ekspor benih lobster untuk kebutuhan pribadinya.
Salah satu yang diungkap KPK untuk membeli beberapa unit mobil. Kemudian adanya penyewaan apartemen untuk sejumlah pihak dan uang suap itu juga digunakan Edhy untuk pembelian minuman beralkohol jenis Wine.
Eks politikus Partai Gerindra itu juga diduga memakai uang suap lobster untuk membeli sejumlah bidang tanah.
KPK pun kini tengah membuka peluang Edhy Prabowo akan dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Baca Juga: Akui Perbuatan, Suharjito Ajukan Justice Collaborator Kasus Suap Lobster
Selain, kasus suap yang kini telah menjerat Edhy. Edhy dalam perkara ini diduga menerima suap mencapai Rp 3,4 miliar dan 100 ribu dolar Amerika Serikat.
Uang itu sebagian diduga digunakan Edhy bersama istrinya untuk berbelanja tas hermes, sepeda, hingga jam rolex di Amerika Serikat.
Edhy menjadi tersangka bersama enam orang lainnya. Mereka adalah stafsus Menteri KKP Safri; Pengurus PT ACK Siswadi; staf istri Edhy Ainul Faqih; dan pemberi suap Direktur PT DPP Suharjito. Kemudian dua staf pribadi menteri KP Andreau Pribadi Misata dan Amiril Mukminin.