Suara.com - Lembaga Hukum dan HAM PADMA Indonesia, kuasa hukum Martinus Yacobus, membantah sengketa tanah di Jalan Bung Raya Nomor 50, Jakarta Pusat, adalah kasus mafia tanah.
Kasus tersebut sebelumnya diberitakan sejumlah media massa daring, termasuk Suara.com, yang mengacu pada peristiwa pengungkapan kasus oleh Polres Jakarta Pusat.
Bantahan dan penjelasan kuasa hukum Martinus Yacobus soal kasus tersebut, termaktub dalam hak jawab atas pemberitaan Suara.com, Selasa 9 Maret 2021, yang berjudul "Mau Rampas Lahan Warga Jakpus, 8 Preman 1 Pengacara Mafia Tanah Ditangkap."
Berikut penjelasan Martinus Yacobus melalui Lembaga Hukum dan HAM PADMA Indonesia, secara tertulis yang diterima Suara.com, Rabu (24/3/2021):
Baca Juga: Kasus Mafia Tanah Kebon Sirih, Empat Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka
Bahwa judul pemberitaan di atas terutama kata "...pendana Mafia tanah..." tidak secara gamblang didapatkan dalam uraian pemberitaan.
Perlu kami jelaskan dan luruskan, Kami mendukung upaya pemberantasan mafia tanah dan hukum harus ditegakkan. Namun perlu kehati-hatian dan pendalaman, tidak setiap sengketa tanah dikategorikan sebagai mafia tanah. Permasalahan tanah Bungkur Besar, Kemayoran sebenarnya tidak termasuk dalam kategori mafia tanah karena tidak ada pemalsuan dokumen pertanahan yang dilakukan oleh sindikat kejahatan. Status tanah tersebut sudah jelas yakni asset/kekayaan Jajasan Kopra, yang mana Induk Koperasi Koperasi Indonesia(IKKI) sempat berperkara dengan Kementerian Perdagangan sampai ke tingkat kasasi terkait kepemilikan aset dan Putusan dari Mahkammah Agung No.3475.K/Pdt 1987, yang pada intinya menyatakan sah bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan No.567 yang terletak di Jl. Bungur Besar No. 54 Jakarta Pusat merupakan milik INDUK KOPERASI KOPRA INDONESIA (IKKI).
Martinus Yacobus adalah salah satu pengurus Induk Koperasi Kopra Indonesia yang mempunyai kaitan erat dengan asset/kekayaan IKKI.
Pemberi kuasa adalah Martinus Yacobus, merupakan Pengurus Induk Koperasi Kopra Indonesia. Posisi dalam kepengurusan ini dikuatkan dalam Berita Acara Induk Koperasi Kopra Indonesia No.2.05 tanggal 27 Juni 2013 di hadapan Notaris Hajah Roro Windrati Nur Asmoro Edy, tercantum susunan Kepengurusan Sementara Induk Koperasi Kopra Indonesia:
Ketua: Tuan Doktorandus Marthin Dominggus Weeflaar (Sudah meninggal)
Sekretaris: Tuan Martinus Yacobus
Bendahara: Tuan Abraham Sahusilawane
Baca Juga: Kasus Mafia Tanah di Kebon Sirih, Polisi Diminta Segera Tetapkan Tersangka
Selanjutnya pada 4 Juni 2020, Kementerian ATR/BPN menyampaikan surat No. HP.03.03/1097.31.71/01/2020 kepada Martinus Yacobus sebagai pihak 'yang berkepentingan' terkait informasi Keterangan Tanah (Terlampir).Selain itu berdasarkan surat kuasa No.007/SK/IV/IKKI/2014, yang ditandatangani oleh Drs. Marthin D. Weeflaar, memberi kuasa kepada Martinus Yacobus sebagai sekretaris IKKI untuk menegosiasi, menjual serta menerima uang keseriusan atau tanda jadi atas tanah tersebut. Demikian juga surat tanda laporan kehilangan kerusakan barang-barang, surat-surat No.775/B/II/Restro Jakpus tanggal 6 Februari 2017 mencantumkan Martinus Yacobus sebagai ketua Induk Koperasi Kopra Indonesia (Terlampir).
Adalah merupakan tanggung jawab dan kewajiban pengurus untuk bertanggungjawab atas permasalahan yang muncul di antaranya terkait asset IKKI. Hal ini ditegaskan dalam Akta Perobahan Anggaran Dasar Induk Koperasi Kopra Indonesia, 12 Feberuari 1973, Bab VII Tentang Hak dan Kewajiban Pengurus, pasal 9, ayat 5, berbunyi: "Sambil menunggu pengesahan Rapat Anggota berikutnya Pengurus dapat mengambil kebijaksanaan yang belum diputuskan oleh Rapat Anggota".
Sehingga sebagai Pengurus IKKI, Martinus Yacobus memberikan kuasa kepada seorang pengacara adalah sah secara hukum. Jadi tidak tepat dikatakan permasalahan tanah Bungur Besar, Kemayoran disebut dan dikategorikan sebagai permasalahan mafiah tanah.
Tanggapan Redaksi Suara.com:
Redaksi Suara.com memastikan, penggunaan istilah "mafia tanah" dalam judul maupun tubuh artikel karena merujuk pada pernyataan aparat kepolisian. Terutama penjelasan dari Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Burhanuddin.
Pada artikel itu pula, tak ada disebut pihak-pihak lain terkait kasus tersebut, selain 8 preman dan 1 oknum pengacara yang ditangkap aparat kepolisian. Tak ada pula nama Martinus Yacobus dalam artikel tersebut.