Suara.com - Kebakaran besar yang menyebar cepat di pengungsi Rohingya di Cox's Bazar, Bangladesh, menyebabkan 45.000 orang kehilangan tempat tinggal, paling tidak 15 meninggal dan 400 hilang, menurut badan pengungsi PBB.
Ketika api melahap ratusan tempat tinggal sementara, Saiful Arakani, pengungsi berusia 25 tahun, langsung lari untuk membantu menyelamatkan korban.
"Orang-orang terbakar di depan saya," katanya. "Banyak orang meninggal."
Bersama sukarelawan lain, Saiful menggunakan jaketnya dan selimut untuk membantu mereka yang terbakar parah.
Baca Juga: Masih Misterius, Pengungsian Rohingya Terbakar, 15 Tewas dan 400 Hilang
Ia sendiri adalah seorang fotografer profesional, ia hanya membawa telepon selulernya, dan ia berhasil membidik sejumlah gambar di tengah suasana panik itu.
"Saya mulai ambil gambar, namun saya tak berhenti menangis," katanya.
- Dua orang Rohingya di Aceh meninggal, Indonesia desak Myanmar selesaikan 'akar permasalahan'
- Pulau terpencil ini dibangun demi menampung 100.000 pengungsi Rohingya, tapi disebut ‘penjara’
- Belasan perahu pengungsi Rohingya ditolak Bangladesh
Dari semua fotonya, yang paling mengejutkan adalah seorang anak balita. Dengan tubuh terbakar parah, badan kecilnya terbaring dan ia memegang mainannya. Saiful mengatakan anak itu tak bisa bertahan.
Tak kuasa menahan api
Kamp ini ditempati oleh sekitar satu juta etnik Rohingya, dengan sekitar 34 kamp secara keseluruhan di tenggara Bangladesh.
Puluhan ribu Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar setelah ditumpas secara brutal pada 2017.
Baca Juga: Kamp Pengungsi Rohingya Terbakar, 15 Orang Tewas dan 500 Lebih Terluka
Kekabaran menyebar cepat di wilayah berbukit, tempat ribuan rumah sementara di Kutalapalong Balukhali.
Upaya penyelamatan
Saiful dan ibunya keluar dari rumah mereka sekitar pukul 16.00 WIB, Senin (22/03) ketika melihat api hitam mengepul dari sekitar dua kilometer.
"Asap mengepul sekitar 30 meter di udara," kata Saiful. "Saya langsung naik taksi dan menuju tempat kebakaran."
Saat Saiful tiba, banyak orang yang membicarakan dari mana sumber kebakaran.
"Saya melihat orang lari dan berteriak, 'Selamatkan ibu saya, selamatkan adik saya'. Suasana kacau balau. Tak ada yang tahu harus bagaimana."
Tim pemadam kebakaran masih jauh dan bersama warga lain, Saiful menuju ke arah asap hitam dan mulai mencari korban selamat.
Namun apa yang dia lihat tak akan pernah hilang dari ingatannya.
"Saya menyaksikan sendiri orang terbakar habis. Saya ingin membantu mereka. Saya ingin menyelamatkan mereka, walaupun saya bisa meninggal."
"Saya menggendong bayi-bayi, perempuan dan pria tua, semua saya angkut dengan tangan saya dan saya letakkan di punggung saya. Banyak yang luka parah."
Dalam suasana kacau itu, Saiful mendengar seorang pria berteriak minta tolong.
"Namanya Saleem. Usianya sekitar 40 tahun. Ia menangis. Selamatkan anak dan istri saya. Saya selamat tapi tolong selamatkan anak perempuan saya."
Berjalan melalui puing-puing rumah yang terbakar, para sukarelawan berhasil menyelamatkan keluarga pria itu.
Saiful telah tinggal di kamp pengungsi selama lebih dari empat tahun. Ia mengatakan bagaimana rasanya hidup tanpa ada yang memperhatikan.
Itulah mengapa, kata Saiful, ia dan para sukarelawan mencoba menyelamatkan para pengungsi yang terjebak kebakaran.
Bagi tim tanggap darurat, dengan hampir 60.000 orang berdesakan di setiap kilometer persegi, mencapai lokasi kebakaran saja sudah sulit.
Tetapi tanpa sistem pipa air di bagian kamp tersebut, Saiful menceritakan bahwa selama lebih dari satu jam, sekelompok kecil pengungsi bergegas bolak-balik membawa ember air. Akhirnya sekitar pukul 16.40 waktu setempat mobil pemadam kebakaran tiba.
Saat beberapa ambulans juga tiba, Saiful mulai membantu orang-orang yang diselamatkannya di atas kapal. Dia tahu setidaknya satu orang yang dia selamatkan dari api kemudian meninggal di rumah sakit karena luka-lukanya.
"Sepuluh orang tewas di depan saya," kata Saiful. "Empat orang di antaranya anak kecil, berusia antara satu sampai enam tahun."
Lembaga bantuan dirikan tempat penampungan sementara
Menjelang matahari terbenam, dengan sebagian besar api sudah terkendali, banyak lembaga bantuan mulai menangani kebutuhan orang-orang yang kehilangan segalanya dalam kebakaran itu.
Menurut badan pengungsi PBB, diperkirakan 560 orang terluka dan sekitar 45.000 orang harus mengungsi. Dengan sekitar 10.000 selter hancur, direktur ActionAid Bangladesh Farah Kabir mengatakan kepada BBC bahwa mereka sudah mulai mendirikan tempat penampungan sementara bagi mereka yang kehilangan rumah.
"Kami telah menampung 200 orang yang selamat bersama sejumlah anak tanpa pendamping di dua pusat komunitas. Kami telah membagikan makanan kering. Dalam koordinasi dengan penanggung jawab kamp (CIC) kami juga telah mendistribusikan 12.000 liter air minum."
Saiful mengatakan bahwa dia merasa sangat sedih atas hal yang terjadi pada komunitasnya, tetapi dia menemukan kedamaian dalam kenyataan bahwa dia setidaknya berhasil membantu ratusan orang mengungsi ke tempat yang aman.
"Saya ragu saya bisa tidur malam ini. Tangisan anak-anak dan perempuan tak berdaya itu masih bergema di kepala saya. Saya hanya berharap saya bisa menyelamatkan lebih banyak orang."