Suara.com - Penyuap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama, Suharjito mengaku heran kenapa hanya dirinya yang ditetapkan tersangka dalam kasus suap izin ekspor benih lobster.
Suharjito berharap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi turut mengusut para eksportir lain yang diduga terlibat dalam suap di Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2020.
"Ya kira-kira masa aku yang salah sendiri? begitu saja logikanya," kata Suharjito di lobi Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (24/3/2021).
Suharjito menjelaskan bahwa perusahaannya berada di gelombang keempat dengan urutan ke 35 dalam proses izin ekspor benih lobster tersebut. Apalagi, kata Suharjito, masih banyak eksportir lain dimana urutannya masih ada sekitar 65.
Baca Juga: KPK Sita Uang Dari Saksi Kasus Korupsi 'Lobster' Edhy Prabowo
"Kalau aku gelombang 4 nomor urut 35. Kan masih ada sampai 65 kan nomor urutnya," ujarnya.
Ia, menyebut bahwa adanya komitmen fee untuk setiap perusahaan mendapatkan izin ekspor. Maka itu, ia pun mengklaim merasa terpaksa bila harus mengeluarkan uang.
"Bukan apa-apa, kalau aku nggak diminta komitmen fee nggak mungkin aku begini," tutur Suharjito.
Dalam kasus ini, KPK menemukan adanya dugaan bahwa Edhy memakai uang izin ekspor benih lobster untuk kebutuhan pribadinya.
Salah satu yang diungkap KPK untuk membeli beberapa unit mobil. Kemudian adanya penyewaan apartemen untuk sejumlah pihak dan uang suap itu juga digunakan Edhy untuk pembelian minuman beralkohol jenis Wine.
Eks politikus Partai Gerindra itu juga diduga memakai uang suap lobster untuk membeli sejumlah bidang tanah.
Baca Juga: Tak Ada Dasar Aturan, Edhy Minta Setoran ke Ekportir Lewat Bank Garansi
KPK pun kini tengah membuka peluang Edhy Prabowo akan dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain, kasus suap yang kini telah menjerat Edhy. Edhy dalam perkara ini diduga menerima suap mencapai Rp 3,4 miliar dan 100 ribu dolar Amerika Serikat.
Uang itu sebagian diduga digunakan Edhy bersama istrinya untuk berbelanja tas hermes, sepeda, hingga jam rolex di Amerika Serikat.
Edhy menjadi tersangka bersama enam orang lainnya. Mereka adalah stafsus Menteri KKP Safri; Pengurus PT ACK Siswadi; staf istri Edhy Ainul Faqih; dan pemberi suap Direktur PT DPP Suharjito. Kemudian dua staf pribadi menteri KP Andreau Pribadi Misata dan Amiril Mukminin.