Suara.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kemunduran demokrasi di Indonesia. Salah satunya ialah terkikisnya kebebasan pada ruang publik.
Usman menerangkan, kalau menciutnya kebebasan ruang mengemukakan pendapat itu terjadi dari atas ataupun bawah. Yang dimaksud Usman adalah undang-undang, hukum yang represif ataupun agenda pembangunan yang ditempuh dengan cara-cara mengorbankan kebebasan seperti Undang-undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Undang-undang Cipta Kerja.
Kemudian, faktor berikutnya ialah represi yang dilakukan aparat terhadap kelompok-kelompok mahasiswa. Ia menyebut mulai 1998 hingga 2021, tindakan represif dari aparat keamanan terus berulang.
"Yang paling besar mungkin terhadap gerakan reformasi dikorupsi yang 2019 dan gerakan menolak omnibus law pada 2020," ujarnya.
Baca Juga: Presiden Joko Widodo dan Demokrasi Indonesia
Usman juga menyinggung merosotnya ruang publik kritik melalui dunia maya. Tidak sedikit kemudian tindakan represif juga terjadi kepada pihak-pihak yang lantang menyampaikan kritik melalui akun media sosialnya masing-masing.
"Meningkatnya represi di dunia maya di dunia online dengan kriminalisasi dan juga peretasan dan lainnya," ucapnya.
Bukan hanya dari arah atas, Usman juga menyebut adanya regresi yang berasal dari bawah. Semisal perilaku para buzzer yang membantu untuk menggiring opini publik ke arah negatif.
Ia mencontohkan dengan adanya isu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi sarang taliban. Menurutnya para buzzer bekerja untuk melemahkan lembaga antirasuah tersebut melalui tuduhan politik identitas.
"Jadi kelompok-kelompok masyrakatnya juga ikut mendukung pelemahan KPK dengan alasan talibanisasi itu. Orang kaya Denny Siregar itu menjadi bagian dari buzzer-buzzer semacam itu."
Baca Juga: Miris! Indeks Demokrasi Indonesia Kalah dengan Timor Leste