Suara.com - Wakil Ketua Komisi IX DPR Ansory Siregar meminta pimpinan DPR untuk mendesak Badan POM RI agar segera mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis tahap II (PPUK) terhadap Vaksin Nusatara.
Desakan kepada BPOM itu diminta Ansory seiring dengan penundaan penelitian Vaksin Nusantara.
"Mendesak BPOM RI untuk segera mengeluarkan PPUK tahap II bagi kandidat vaksin Nusantara agar penelitian dapat dituntaskan," kata Ansory dalam interupsi di rapat paripurna DPR, Selasa (23/3/2021).
Karena itu, Ansory meminta pimpinan DPR berkirim surat kepada perintah agar Vaksin Nusantara segera terwujud, tanpa harus ada penundaan penelitian.
Baca Juga: 295 Napi di Nusakambangan Positif Covid-19
"Kita usahakan, kita hindari jangan sampai ada tangan-tangan terwujudnya vaksin nusantara atau vaksin produk bangsa kita sendiri," kata Ansory.
Keinginan serupa terhadap terwujudnya Vaksin Nusantara juga diungkapkan Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh.
Menurutnya vaksin Covid-19 buatan anak bangsa harus direalisasikan. Termasuk dengan Vaksin Merah Putih.
"Sekali lagi saya mendukung Vaksin Nusantara untuk segera direalisasikan dan Vaksin Merah Putih. Ini Vaksin Merah Putih ini sekitar 2022. Jadi kalau kita bisa mendorong bisa direalisasikan agar herd immunity tercapai dan tidak tergantung pada luar negeri terhadap kesehatan kita," kata Nihayatul.
Terkait keinginan Komisi IX, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin jalannya rapat mengatakan pihaknya di pimpinan sudah melakukan rapat. Hasilnya, kata Dasco, pimpinan DPR akan meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan pengembangan Vaksin Nusantara.
Baca Juga: AstraZeneca Dituding kasih Data Efikasi Vaksin Covid-19 Tidak Lengkap
"Dan juga mungkin Pak Ansory dan teman-teman di Komisi IX, tolong pelajari lagi aturannya bahwa memang tidak ada ketentuan, tidak ada keharusan dan tidak ada aturannya itu BPOM mengeluarkan izin PPUK, coba dilihat lagi," ujar Dasco menanggapi interupsi.
Dasco kemudian membandingkan dengan vaksin Covid-19 buatan luar negeri yang cenderung melewati jalan mulus bebes hambatan dalam melakukam fase uji klinis di Indonesia.
"Sehingga Vaksin Nusantara yang sudah terdaftar di WHO yang sudah uji klinis fase I, seharusnya tidak dihambat di fase II atau pun fase III. Yang vaksin-vaksin lain itu langsug fase III di Indonesia ini boleh. Jadi nanti kami dengan pimpinan DPR RI akan mengambil sikap kepada pemerintah untuk kita semua mendukung vaksin anak bangsa ini terwujud," tandas Dasco.
Penelitian Vaksin Nusantara Ditunda
Proses penelitian Vaksin Nusantara gagasan Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bersama RSUP Kariadi Semarang dan Universitas Diponegoro dihentikan sementara.
Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan tim peneliti sudah bersurat ke Kemenkes terkait penghentian sementara pengembangan Vaksin Nusantara.
"RS Kariadi sebagai site penelitian yang mengusulkan untuk menunda uji klinis tahap kedua karena akan melengkapi persyaratan dari BPOM," kata Nadia saat dihubungi Suara.com, Selasa (23/3/2021).
Dalam surat yang beredar, penghentian sementara diminta tim peneliti untuk melengkapi dokumen Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengizinkan uji klinis tahap kedua.
Surat itu diteken oleh Plt Direktur Utama RSUP Dr Kariadi Semarang Dodik Tugasworo Pramukarso usai rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI yang dihadiri pula Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro, Kepala BPOM Penny K Lukito, dan LBM Eijkman pada 10 Maret lalu.
Dalam rapat saat itu, Kepala BPOM Penny mengungkapkan bahwa proses uji klinis tahap I Vaksin Nusantara bermasalah.
Masalah pertama, terdapat perbedaan lokasi penelitian dengan komite etik, penelitian dilakukan di RSUP dr Kariadi Semarang sementara Komite Etik dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta.
"Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini dalam persetujuan yang diberikan oleh Badan POM. Komite etik dari RSPAD tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr Kariadi," kata Penny saat rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021).
Selain itu, BPOM juga menemukan ada perbedaan data uji klinis yang diberikan tim peneliti kepada BPOM dengan data yang dipaparkan dalam rapat kerja saat itu.