Suara.com - Empat orang tewas akibat sebuah bom rakitan diledakan oleh seorang pria di sebuah kantor desa yang terletak di China selatan.
Menyadur Straits Times, Selasa (23/3/2021) seorang pria berusia 59 tahun yang diduga bertanggung jawab atas ledakan tersebut juga tewas dalam insiden tersebut.
Melalui akun resmi Weibo, media sosial sejenis Twitter di China, polisi setempat mengungkapkan bahwa lima orang juga terluka akibat ledakan itu.
Insiden itu terjadi di dekat kota selatan Guangzhou pada Senin (22/3) pagi waktu setempat di desa kecil Mingjing, yang dihuni sekitar 3.000 penduduk.
Baca Juga: Dianggap Bisa Curi Data Sensitif, Militer China Larang Tesla Masuk Komplek
Desa tersebut merupakan lokasi yang dimaksudkan untuk pembangunan kembali properti utama yang melibatkan relokasi penduduk setempat.
Sebuah video yang dibagikan di situs berita Jiemian menunjukkan kondisi kantor desa yang hancur akibat ledakan, darah berceceran di dinding dan setidaknya dua orang tidak bergerak di tanah.
Media lokal mengatakan ledakan itu terjadi di kantor komite desa, yang memutuskan hal-hal yang terkait dengan penggunaan lahan.
Pejabat telah memberikan 270 hektare tanah kepada pengembang di Shanghai tahun lalu untuk membangun kembali desa tua untuk menarik wisatawan, menurut Guangzhou Daily.
Proyek dengan nominal delapan miliar yuan (Rp 17,7 triliun) tersebut melibatkan relokasi petani yang sudah berada di desa tersebut.
Baca Juga: Helikopter Jatuh Lagi di China, Tiga Orang Tewas di Tempat
Beberapa orang yang mengaku tinggal di dekat daerah itu mengatakan bahwa insiden ledakan itu dipicu oleh perselisihan soal kompensasi. Belum ada konfirmasi resmi mengenai dugaan tersebut.
Tidak jelas berapa banyak keluarga yang akan direlokasi untuk proyek tersebut.
Para petani di China telah menghadapi penggusuran paksa dan perampasan tanah selama beberapa dekade karena negara itu berpacu menuju urbanisasi, yang seringkali menyebabkan keresahan sosial.
Menurut sebuah studi oleh Universitas Hong Kong menemukan bahwa pemerintah daerah telah mengambil lahan dari antara satu juta hingga lima juta pekerja pertanian setiap tahun antara tahun 2005 hingga 2015.
Dalam perombakan besar-besaran pada undang-undang propertinya tahun lalu, China memberi hakim kebebasan yang lebih besar ketika memutuskan masalah tersebut, membatasi pengaruh pejabat lokal, tetapi pengadilan pada akhirnya masih bertanggung jawab kepada Partai Komunis.