Suara.com - Mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara mengakui pernah menyewa pesawat pribadi dalam kunjungannya ke sejumlah daerah pada 2020.
Hal itu diungkap Juliari ketika diperiksa dalam sidang perkara dugaan korupsi bansos Covid-19 se-Jabodetabek tahun 2020 dengan terdakwa pihak swasta Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (22/3/2021).
Berawal ketika Jaksa KPK menanyakan Juliari terkait penggunaan transportasi dalam mengawasi penanganan bantuan sosial tahun 2020.
"Saya pernah dengan darat mobil, pesawat komersil, kadang sewa pesawat," ucap Juliari di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (22/3/2021).
Baca Juga: Suap Bansos Corona, JPU KPK Bawa Staf Ahli hingga Ajudan Juliari ke Sidang
Mendengar jawaban saksi Juliari mengenai pernah menyewa pesawat. Jaksa KPK pun menanyakan berapa kali melakuan penyewaan. Dan tujuan mengunjungi daerah mana saja.
"Pernah beberapa kali. Mungkin sekitar tiga-empat kali. Yang saya ingat pernah ke Luwu Utara lihat Banjir kalau nggak salah, ke Natuna, kemudian ke Bali pernah sekali, ke Semarang pernah, ke Tanah bumbu dan Malang," jawab Juliari.
Jaksa KPK pun mulai mencecar anggaran penyewaan pesawat pribadi kepada saksi Juliari selama kunjungannya itu, dengan menggunakan anggaran apa.
Mendengar pertanyaan Jaksa KPK, saksi Juliari pun menjawab bahwa anggaran terkait penyewaan pesawat yang mengatur pembayaran adalah sekretaris pribadinya dan Plt Kepala Biro Umum Kemensos ketika itu masih dijabat Adi Wahyono.
"Ya, otomatis karena saya tahu biro umum ya misal sewa pesawat saya bilang ke sespri saya agar koordinasi ke Biro umum. Kabiro umum masih rangkap pak Adi Wahyono," ucapnya.
Baca Juga: ICW Minta KPK Dalami Dugaan Nepotisme Pembagian Jatah Bansos Covid-19
Jaksa KPK kembali mencecar saksi Juliari apakah mengetahui anggaran sewa pesawat pribadi yang dilakukan oleh Adi Wahyono. Adi diketahui juga sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi bansos corona.
"Saya tahunya kan anggaran yang ada. Saya nggak mungkin tahu detailnya dari mana anggarannya," tuturnya.
Dalam perkara ini Harry dan Ardian diduga menyuap Juliari, agar kedua perusahaan mereka mendapatkan jatah dalam membantu penyaluran bantuan sosial Covid-19 se-Jabodetabek tahun 2020.
Uang suap sebesar Rp3,2 miliar kepada Juliari, ternyata turut pula mengalir kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos yakni Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.
Adapun dalam dakwaan, Jaksa menyebut uang suap yang diberikan Harry kepada Juliari mencapai sebesar Rp 1,28 miliar. Sedangkan, terdakwa Ardian memberikan uang suap sebesar Rp 1,95 miliar. Uang suap diberikan untuk pengadaan bansos dalam beberapa periode yang berbeda.
Jaksa menjelaskan Hary memberikan uang suap agar perusahaan miliknya menjadi penyalur paket sembako Covid-19 dengan mendapatkan kuota sebesar 1.519.256 paket.
Terdakwa Hary mendapatkan pekerjaan melalui PT Pertani (Persero) yang didapat perusahaannya yakni PT. Mandala Hamonangan Sude.
Sementara, terdakwa Ardian mendapatkan kuota penyaluran sembako sebesar 115.000 paket. Melalui perusahaan PT. Tigapilar Agro Utama untuk tahap 9, tahap 10 dan tahap 12 pekerjaan paket sembako.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Ardian dan Harry didakwa Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.