Suara.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutar rekaman sadapan telepon yang berisi pembicaraan antara saksi Eko Budi Santoso, ajudan eks Menteri Sosial Juliari P. Batubara dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial RI Adi Wahyono.
Rekaman sadapan itu diputar Jaksa KPK saat Eko dihadirkan sebagai saksi dalam kasus korupsi bansos Corona se-Jabodetabek tahun 2020 dengan terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (22/3/2021).
Awalnya Jaksa KPK bertanya kepada saksi Eko apakah pernah berkomunikasi dengan Adi menggunakan telepon saat menemani kunjungan ke daerah eks Menteri Sosial Juliari P Batubara di bulan November 2020.
"Ingat saya ke Medan sama ke Semarang. Ikut (Rombongan Adi Wahyono)," ucap Eko di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (22/3/2021).
Baca Juga: Suap Bansos Corona, JPU KPK Bawa Staf Ahli hingga Ajudan Juliari ke Sidang
Jaksa KPK pun kembali menanyakan apakah dalam komunikasi telepon antara saksi dan Adi adanya terkait titipan. Adapun saksi Eko pun tak membantah bahwa adanya titipan yang disebutnya sebagai uang saku.
"Untuk malam sekitar setengah 8 ada pak Adi itu Telepon saya, katanya ada titipin barang ke saya. Terus saya nanya, itu berupa apa ? uang saku," jawab Eko,
Jaksa KPK pun terus mendalami jawaban saksi, dan melanjutkan pertanyaan. Apakah, saksi menerima titipan itu.
Kemudian, saksi Eko pun mengklaim tak menerima titipan itu karena adanya rapat mendadak yang harus diikuti Juliari.
"Tidak (terima titipan dari Adi Wahyono). Karena gini, jadi posisi untuk kebarangkatan awalnya itu kan kami take off setengah delapan. Ternyata setelah pak Adi telepon ada rapat terbatas, awalnya mau dipending, tapi tetap dipaksa," kata Eko.
Baca Juga: Reaksi KPK Diancam Mau Digugat jika Kader PDIP Ihsan Yunus tak Tersangka
Jaksa pun mempertegas terkait 'uang saku' yang dimaksudkan dititipkan Adi kepada saksi Eko. Saksi pun tak mengetahui terkait ucapan Adi itu.
"Saya tidak tahu. Makanya dalam pembicaraan saya tanya itu uang apaan," jawab Eko
Jaksa pun membeberkan dihadapan majelis hakim hasil sadapan komunikasi antara Eko dan Adi Wahyono.
"Saya hanya mau konfirmasi terkait titipan dari Adi Wahyono, mungkin saksi pernah mendengar pembicaraan ini."
Berikut sadapan Jaksa KPK yang diputar di sidang:
*Adi: Mas eko, besok jadwal pesawatnya jam brp ?
*Eko: Tadi kan saya nanya, set 8 posisi sdh ada di airport. kalo ada perubahan nanti saya info pak.
*Adi: nggak, nanti barangnya yang bawa mas Eko aja ya? nanti diperiksa nanti
*Eko: apa itu ?
*Adi: ya ada uang saku, langsung dibawa ke semarang dan kendal
*Eko: Aman udah ntar kita bawa
*Adi: situ yang bawa ?
*Eko: aman, aman, aman. langsung tempat masuk pengecekan
*Adi: Tempat masuk pengecekan ? situ emang bisa masuk langsung?
*Eko: udah nanti urusan saya
*Adi: yaudah kalau gitu. besok ya jam 7.30, jam 7 sudah di sana lah
*Eko: Siap-siap.Mendengar komunikasinya itu dengan Adi.
Saksi Eko pun tak membantah jika percakapan dari hasil sadapan KPK.
Dia mengaku mempertanyakan maksud Adi terkait titipan yang diucapkannya lewat sambungan telepon.
"Betul itu suara saya, yang tadi saya jelaskan kan seperti itu. Makanya saya tanyakan itu titipan apa ? karena memang saya tidak tahu," jawaban Eko
Jaksa KPK kembali mencecar. Apalah saksi mengetahui dalam bentuk apa titipan yang rencana diberikan Adi.
"Saya tidak tahu, karena kan belum saya pegang," tutup Eko
Dalam perkara ini, Harry dan Ardian diduga menyuap Juliari, agar kedua perusahaan mereka mendapatkan jatah dalam membantu penyaluran bantuan sosial Covid-19 se-Jabodetabek tahun 2020.
Uang suap sebesar Rp3,2 miliar kepada Juliari, ternyata turut pula mengalir kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos yakni Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.
Adapun dalam dakwaan, Jaksa menyebut uang suap yang diberikan Harry kepada Juliari mencapai sebesar Rp 1,28 miliar. Sedangkan, terdakwa Ardian memberikan uang suap sebesar Rp 1,95 miliar. Uang suap diberikan untuk pengadaan bansos dalam beberapa periode yang berbeda.
Jaksa menjelaskan Hary memberikan uang suap agar perusahaan miliknya menjadi penyalur paket sembako Covid-19 dengan mendapatkan kuota sebesar 1.519.256 paket.
Terdakwa Hary mendapatkan pekerjaan melalui PT Pertani (Persero) yang didapat perusahaannya yakni PT. Mandala Hamonangan Sude.
Sementara, terdakwa Ardian mendapatkan kuota penyaluran sembako sebesar 115.000 paket. Melalui perusahaan PT. Tigapilar Agro Utama untuk tahap 9, tahap 10 dan tahap 12 pekerjaan paket sembako.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Ardian dan Harry didakwa Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.