Suara.com - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani selaku pihak pengusaha tidak merasa dirugikan atas cuitan pentolan KAMI Jumhur Hidayat terkait Omnibus Law - Undang-Undang Cipta Kerja.
Hal itu terungkap saat Hariyadi duduk sebagai saksi dalam sidang lanjutan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (22/3/2021).
Serupa dengan sidang-sidang sebelumnya, Jumhur wajahnya hanya terpampang dalam layar yang berada di ruang persidangan. Sang terdakwa yang kini masih meringkuk di Rutan Bareskrim Polri hanya hadir secara virtual melalui sambungan Zoom.
Pada giliran mendapat kesempatan berbicara, Jumhur langsung bertanya kepada Hariyadi soal cuitannya yang menuliskan jika Undang-Undang tersebut hanya menguntungkan pengusaha rakus. Sebab, menurut Jumhur, pernyataannya adalah hal biasa sebagaimana layaknya sebuah kritik terhadap suatu kebijakan.
Baca Juga: Dicecar JPU soal Cuitan Pengusaha Rakus Jumhur, Begini Reaksi Ketum Apindo
"UU ini memang utk INVESTOR PRIMITIF dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini. 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja" demikian cuitan Jumhur yang menjadi akar dari perkara ini.
"Saya ingin tanya ke bapak sebagai subjek sendiri. Apakah saksi menganggap pernyataan saya itu benci kepada pengusaha?" tanya Jumhur.
Kepada Jumhur, Hariyadi menyatakan jika dia sebagai personal maupun seorang pengusaha yang bernaung di Apindo sama sekai tidak merasa terusik. Sebab, apa yang ditulis Jumhur tidak secara spesifik menyebutkan sosok pengusaha mana yang disebut rakus tersebut.
"Yang jelas kami tidak merasa terusik. Karena tidak spesifik menunjuk pengusaha siapa," jawab Hariyadi.
Atas jawaban Hariyadi, Jumhur menarik satu benang merah jika cuitan yang selama ini menjadi persoalan merupakan hal yang biasa. Bahkan, Hariyadi selaku pengusaha merasa tidak dibenci atau dimusuhi oleh kelas pekerja yang keberatan atas Undang-Undang Cipta Kerja.
Baca Juga: Cuitan Jumhur Disebut Salah, Pengacara: Saksi PNS Kemnaker Tak Tahu Apa-apa
"Jadi, saya ingin konfirmasi saja, kalimat-kalimat yang saya ungkapkan itu biasa. Menurut saya penting pernyataan saksi itu apakan pernyataan saya biasa. Saksi merasa tidak dibenci atau dimusuhi," tegas Jumhur.
Keterangan HariyadiDalam persidangan, Hariyadi mengaku sudah mengenal sosok Jumhur cukup lama. Tak hanya itu, dia turut dimintai keterangan oleh polisi terkait cuitan pentolan KAMI tersebut soal Omnibus Law - Undang-Undang Cipta Kerja.
Menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hariyadi mengakui jika Undang-Undang Cipta Kerja memberikan keuntungan bukan hanya kepada pengusaha saja. Tetapi, Undang-Undang itu memberikan keuntungan pada para pekerja.
"Ada tidak Keuntungan yang diperoleh Apindo terhadap Undang-Undang Cipta Kerja," tanya JPU.
Bahwa UU Cipta Kerja itu sebetulnya memberi manfaat bukan hanya untuk pengusaha, tapi pekerja. Dalam pembahasan itu juga, melibatkan kami perwakilan pengusaha. Hadir dari Kadin dan Apindo," jawab Hariyadi.
Sejurus dengan hal tersebut, JPU lantas bertanya pada Hariyadi terkait cuitan Jumhur yang menyatakan jika Undang-Undang Cipta Kerja ditujukan bagi para pengusaha rakus. Sebab, dalam proses pemeriksaan di kepolisian, Hariyadi ditunjukkan cuitan-cuitan Jumhur terkait perkara tersebut.
"Terkait postingan terdakwa, siapa yang dimaksud pengusaha rakus?" tanya JPU lagi.
"Saya tidak tahu, saya bilang tidak tahu karena tidak spesifik menyebut siapa," beber Hariyadi.
Didakwa Sebar Hoaks
Sebelumnya, Jumhur didakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menimbulkan keonaran melalui cuitannya di Twitter soal UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Lewat cuitanya itu, Jumhur juga dianggap membuat masyarakat menjadi berpolemik. Hal tersebut berimbas kepada aksi unjuk rasa pada 8 Oktober 2020 di Jakarta dan berakhir ricuh.
Dalam dakwaan itu, Jumhur dijerat dengan dua pasal alternatif. Pertama, dia dijerat Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari UU RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.