Suara.com - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengungkapkan bahwa tingkat intoleransi dan radikalisme meningkat jelang atau saat momentum politik seperti pemilihan umum kepala daerah hingga pemilihan presiden.
Berdasarkan pengalamannya, Yaqut mengungkapkan bahwa politisasi agama ini mulai muncul sejak Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 dan terus berkembang hingga Pemilihan Presiden 2019.
"Saya juga meyakini itu betul, mulai dari Pilgub DKI sampai Pilpres kemarin, saya merasakan meskipun tanpa hasil survei saya merasakan tingkat intoleransi itu meningkat ketika ketemu momentum politik, itu kemudian meningkatkan sikap intoleran atau radikalisme," kata Yaqut dalam diskusi virtual, Minggu (21/3/2021).
Agama menurut Yaqut acap kali digunakan para politisi untuk meraup suara jelang pemilu namun berdampak pada munculnya rasa intoleran di tengah masyarakat hingga terpecah belah.
Baca Juga: Jogja Sudah Kosmopolit Sejak Berdiri, Intoleransi Tak Seharusnya Terjadi
"Kita lihat waktu Pemilihan Gubernur Pak Ahok dan Pak Anies, isu agama menjadi dominan dan naik pesat, dan itu terulang kembali ketika pilpres kemarin, tapi pasca pilpres akan turun lagi itu," sambungnya.
Dia menyebut Kementerian Agama saat ini tengah mencari cara untuk mengatasi intoleransi saat bertemu sebuah momentum politik.
"Saya tidak tahu ini perilaku semacam ini bagaimana formulasinya untuk menangani, tapi tentu kita tidak akan putus asa dan akan dari jalan keluarnya seperti apa," tegasnya.
Sebelumnya, dalam survei Indikator Politik Indonesia disebutkan bahwa 47,8 persen anak muda sering mempertimbangkan nilai agama dalam mengambil keputusan hidup. Sementara sebanyak 31, 5 persen menganggap sangat sering atau selalu.
Dalam survei kali ini, IPI menggunakan metode survei simple random sampling sebanyak 206.983 responden secara acak pada Maret 2018-2020 di seluruh Indonesia dan pernah diwawancarai secara tatap muka langsung dalam rentang 2 tahun terakhir.
Baca Juga: Andi Sudirman Sulaiman : Pesantren Cegah Dini Radikalisme
Toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Total survei sampel yang berhasil di wawancara sebanyak 1.200 responden warga negara Indonesia berusia 17-21.