Suara.com - Kuasa Hukum Ahli Waris Mangkusasmito Sanjoto, Edi Danggur angkat bicara ihwal sengketa lahan antara warga dengan PT Pertamina di Pancoran Buntu II, Jakarta Selatan.
Edi mengatakan lahan seluas 2,8 hektar itu genap 40 tahun ditempati ahli waris sejak 21 Maret 1981.
Ia menyebut penempatan lahan di Pancoran Buntu II oleh ahli waris tersebut sebagai tindak lanjut dari eksekusi atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Di mana putusan Pengadilan Jakarta Selatan memenangkan Mangkusasmito Sanjoto, sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Pengosongan dan Penyerahan tahun 1981.
"Sejak saat itu sampai dengan hari ini, tidak pernah ada penetapan sita eksekusi ketua PN Jakarta Selatan yang memerintahkan para ahliwaris dan warga untuk meninggalkan lokasi tanah dan bangunan rumah di Pancoran Buntu II tersebut," kata Edi dalam keterangan yang diterima Suara.com, Minggu (21/3/2021).
Baca Juga: IBL 2021: Satria Muda Paksa Patriots Telan Kekalahan Perdana
Kekinian, dikatakan Edi justru PT Pertamina dalam berbagai rilisnya mengklaim bahwa dasar PT Pertamina melakukan eksekusi di Pancoran Buntu II berdasarkan putusan Mahkamah Agung dan sertifikat yang mereka punya. Menanggapi itu, Edi selaku perwakilan ahli waris membantah.
"Sebab yang dilakukan PT Pertamina sesungguhnya bukan eksekusi, tetapi tindakan perampasan tanah bangunan milik ahliwaris Mangkusasmito Sanjoto dan warga secara sewenang-wenang dan melawan hukum dengan menggunakan pengawalan polisi, brimob dan ormas pemuda. Sangat ironis, karena tindakan perampasan tanah itu dilakukan oleh perusahaan plat merah yang jaraknya hanya sejengkal dari istana Jokowi," tutur Edi.
Edi tegas menilai apa yang menjadi tindakan PT Pertamina terkait lahar di Pancoran Buntu II merupakan perampasan, bukan eksekusi.
Ia berujar jika memang yang dilakukan berupa eksekusi lahan maha sudah seharusnya PT Pertamina mengikuti asas dan prinsip dasar dari eksekusi. Di mana eksekusi hanya dapat dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan ketua pengadilan negeri dengan sejumlah aturan main.
Aturan main yang dimaksud ialah mulai dari hal pertama, yakni PT Pertamina harus mengantongi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang memenangkan mereka dalam perkara sengketa.
Baca Juga: Warga Pancoran Diserang Ormas, Ombudsman Minta Polisi Usut Tuntas
Kedua, PT Pertamina seharusnya mengajukan permohonan penetapan sita eksekusi kepada ketua PN Jakarta Selatan berdasar putusan yang telah dikantongi.
"Ketiga, berdasarkan permohonan tersebut, Ketua PN Jakarta Selatan akan menerbitkan penetapan sita eksekusi," ujar Edi.
Aturan main lainnya, lanjut Edi ahli waris Mangkusasmito Sanjoto akan ditegur (aanmaning) untuk mengosongkan lahan/bangunan dan menyerahkan bangunan-bangunan rumah di atas tanah seluas 2,8 hektar kepada PT Pertamina.
Terakhir, "Jika ahli waris Mangkusasmito Sanjoto tidak menjalankan teguran itu secara sukarela, maka jurusita PN Jakarta Selatan datang ke lokasi membuat berita acara pengosongan dan menyerahkan lahan tersebut kepada PT Pertamina," ujar Edi.
Edi mengatakan aturan main terkait eksekusi lahan itu pula yang pada tahun 1981 dilakukan oleh Mangkusasmito sebagai ahli waris, untuk memasuki lahan 2,8 hektar dan menempati rumah-rumah di Pancoran Buntu II.
Edi menegaskan kembali bahwa berdasarkan fakya yang ada, para ahliwaris Mangkusasmito Sanjoto diketahui mengantongi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu putusan tingkat PN No. 255/1973 G tanggal 7 September 1974, Putusan tingkat banding No 16/1975 PT Perdata tanggal 1 September 1975 dan putusan tingkat kasasi, yaitu Putusan MA No. 1675 K/Sip/1975 tanggal 21 Januar 1977.
"Perlu kami tegaskan bahwa sampai detik Inibbelum ada putusan PK dari Mahkamah Agung RI yang membatalkan putusan PN, PT dan putusan MA No. 1675 K/Sip/1975 tanggal 21 Januari 1977 tersebut," ujar Edi.