MAKI Serahkan Bukti Lahan di Cipayung Ke KPK yang Diduga Dikorupsi

Jum'at, 19 Maret 2021 | 19:48 WIB
MAKI Serahkan Bukti Lahan di Cipayung Ke KPK yang Diduga Dikorupsi
Koordinator MAKI Boyamin Saiman. (Suara.com/Welly Hidayat)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau (MAKI) menyerahkan sejumlah data lahan di Kecamatan Cipayung, Munjul, Jakarta Timur (Jaktim) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Diketahui, lembaga antirasuah kini tengah mengusut dugaan korupsi lahan tersebut.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebut, data lahan itu diserahkan dengan menggunakan surat secara online kepada tim pengaduan masyarakat KPK pada Jumat (19/3/2021).

"Bersama ini disampaikan copy sertifikat Hak Guna Bangunan Lahan di Munjul, Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur yang saat ini KPK sedang melakukan penyidikan dugaan korupsi pembelian lahan tersebut oleh BUMD DKI Jakarta Perusahaan Daerah Sarana Jaya," kata Boyamin melalui keterangan, Jumat (19/3/2021).

Dari data yang dimiliki MAKI, lahan tersebut terdiri dari Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 97,98, dan 99 yang diterbitkan oleh Kantor BPN Jakarta Timur pada tanggal 31 Juli 2001 dengan masa berlaku hingga 31 Juli 2021.

Baca Juga: Soal Korupsi Lahan Sarana Jaya, FITRA: Keteledoran DPRD DKI

"Itu atas nama pemilik Yayasan Kongregasi Suster-Suster Carolus Borromeus dengan luas keseluruhan sekitar 4 hektar," ucap Boyamin.

Maka itu, kata Boyamin, berdasar data tersebut terdapat hal-hal yang memperkuat telah terjadinya dugaan korupsi pembayaran pembelian lahan oleh PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan yang mengaku memiliki lahan.

Pertama, bahwa lahan tersebut dimiliki oleh sebuah yayasan sehingga tidak bisa dijual kepada sebuah perusahaan bisnis swasta.

"Lahan yayasan hanya boleh dialihkan kepada yayasan lain untuk digunakan tujuan fungsi sosial," kata Boyamin

Menurut Boyamin, hal ini berdasar ketentuan pasal 37 Ayat (1) huruf B Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang Yayasan.

Baca Juga: PD Sarana Jaya Beli 70 Ha Lahan dalam 2 Tahun, DPRD DKI: Tak Pernah Terbuka

 Semestinya, kata Boyamin, sejak awal PD Sarana Jaya mengetahui tidak bisa membeli lahan tersebut karena lahan dimiliki oleh sebuah yayasan yang kemudian dijual kepada perusahaan swasta yang dalam aturannya dilarang oleh undang-undang yayasan.

"Sehingga dengan melakukan pembayaran kepada sebuah perusahaan swasta sekitar Rp 200 Miliar adalah sebuah bentuk pembayaran yang tidak diperolehnya sebuah lahan yang clear and clean serta berpotensi kerugian total lost (uang hilang semua tanpa mendapat lahan)," katanya. 

Kedua, lahan tersebut HGB-nya akan habis tahun 2021 dan selama ini tidak pernah dilakukan pembangunan apapun sesuai izin HGB dan berpotensi tidak akan diperpanjang HGB-nya.

"Sehingga semestinya PD Sarana Jaya menunggu perpanjangan HGB untuk melakukan pembayaran sehingga dengan pembayaran sebelum HGB diperpanjang adalah bentuk pembayaran yang sia-sia dan berpotensi tidak akan memperoleh lahan tersebut," ujarnya.

Ketiga, sebelum terbit HGB tahun 2001, lahan tersebut adalah berstatus hak pakai yang dimaknai lahan milik pemerintah.

Sehingga, ketika lahan tersebut terlantar karena tidak didirikan bangunan maka berpotensi HGB dicabut atau setidaknya perpanjangannya akan ditolak.

"Sehingga pembayaran oleh PD Sarana Jaya adalah sesuatu hal ceroboh dan uang terbuang percuma," kata Boyamin

Keempat, kata Boyamin, bahwa dengan rencana penjualan lahan oleh pemegang HGB kepada perusahaan swasta yang kemudian dijual kepada PD Sarana Jaya patut diduga telah melanggar UU Yayasan.

"Sehingga HGB tersebut dapat dicabut oleh pemerintah karena tidak sesuai peruntukannya sehingga pembayaran PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan swasta patut diduga turut serta korupsi yang merugikan negara," ujarnya.

Berdasarkan data lahan yang dikirim ke KPK. Maka itu, Boyamin berharap lembaga antirasuah diumumkan tersangka dan dilakukan penahanan.

"Terhadap para rersangka dugaan korupsi pembayaran PD Sarana Jaya untuk rencana memperoleh lahan di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur."

Seperti diketahui, dalam kasus lahan ini diduga telah menyeret Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan yang tak lain adalah anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. 

KPK diketahui, tengah membuka penyidikan kasus korupsi lahan tanah di Jakarta Timur. Namun hingga kini, lembaga antirasuah masih belum mengumumkan ke publik siapa saja tersangka dalam kasus ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI