Suara.com - Sejumlah pimpinan serta anggota DPR RI melakukan diskusi dengan Tim Kajian UU ITE bentukan Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Melihat banyak pasal multitafsir, mayoritas mereka mendukung adanya revisi UU ITE.
Seperti yang disampaikan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin misalnya. Menurutnya ada pasal yang masih menjadi perdebatan di masyarakat dan tarik menarik dalam penafsiran hukum yakni pasal 26 ayat 3, pasal 27, 28, 29, pasal 30, 40 dan pasal 45.
"Misalnya pasal 27, pasal 28, 29, atau pasal 26 tentang pengapusan informasi, pasal 36 tentang kewenenangan pemerintah untuk melakukan pemutusan akses, nah ini yang menjadi diskusi dari waktu ke waktu dan sampai dengan saat ini antara fraksi fraksi sampai sekarang belum ada kesepakatan," kata Azis dalam keterangan tertulis, Jumat (19/3/2021).
Karenanya, Azis mengungkap kalau pihaknya mendukung kebijakan pemerintah melakukan diskusi untuk urgensi revisi UU ITE. Apalagi penyiapan naskah akademis UU ITE-nya pun disertai masukan dari kalangan intelektual ataupun organisasi masyarakat.
Baca Juga: DPR: BNN Butuh Figur Pimpinan Tegas dan Cerdas untuk Berantas Narkoba
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mencatat ada beberapa pasal seperti Pasal 27 Ayat 3, Pasal 28 Ayat 2, Pasal 29, dan Pasal 45A dianggap multitafsir dan terkesan tidak adil di dalam UU ITE sehingga perlu direvisi.
Hidayat mengatakan pasal 27 ayat 3 seharusnya tidak dibutuhkan lagi untuk diatur di UU ITE. Sebab, dari segi substansi sejatinya aturan ini sudah diatur dalam pasal 310 KUHP yaitu terkait penghinaan atau pencemaran nama baik.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini juga menekankan alasan awal dibuatnya UU ITE tahun 2008, yang memiliki semangat memajukan informasi dan transaksi elektronik, bukan justru menjadi momok bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi bagi warga negara yang dijamin dalam pasal 28 E ayat 3 undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
"Bila kita konsisten dengan tujuan atau pertimbangan utama dihadirkannya UU ITE tahun 2008 itu, tentu fokus dalam melaksanakan revisi adalah konten-konten yang bersinggungan dengan hak masyarakat untuk mengemukakan pendapat dalam bingkai demokrasi Pancasila yang berpotensi untuk dijadikan alat kriminalisasi dan ketentuan yang mengatur tentang penghinaan, pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong dan menyesatkan, penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA," ujarnya.
Senada dengan Hidayat, Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan dalam UU ITE memang ada dua pasal krusial yang sempat menjadi perdebatan. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2. Namun demikian, Politisi PDIP ini berhadap agar dua pasal tersebut tidak dihilangkan.
Baca Juga: All England 2021 di Tengah Pandemi, Sufmi Dasco: BWF Seolah Tidak Siap
"Tapi kalau harus direvisi saya berharap ke 2 Pasal itu hendaknya dipertahankan, jangan dihilangkan karena itu roh dan berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia. Saya punya data ada kelompok yang ingin berselancar atas nama kebebasan untuk mengkritik dan lain sebagainya. Untuk mendisintegrasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia," ungkapnya.
Lebih lanjut TB menyarakan agar diibuat pedoman penegak hukum dalam aplikasi kedua pasal krusial yakni Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2.
"Tapi kalau membuat pedoman kurang ya kita angkat ada peraturan presidennya atau peraturan pemerintah tentang undang-undang ini," tambahnya.
Sementara itu, Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo menginformasikan langkah lanjutan dari kerja tim, yaitu membawa semua masukan narasumber untuk didiskusikan Tim I dan Tim II. Sugeng berharap agar tim dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
"Seluruh diskusi telah kita selesaikan untuk menyerap saran, aspirasi dan pandangan, maka waktunya masing masing sub tim untuk mengadakan rapat rapat internal untuk laporan yang ditugaskan kepada masing-masing," sebut Sugeng.
Selain tiga narasumber tersebutz hadir pula narasumber lainnya pada sesi dua dari kelompok Kementerian dan Lembaga. Seperti Arief Muliawan mewakili Jampidum Kejaksaan Agung RI, Asep Maryono, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri Kejaksaan RI, KBP Heska mewakili Kabaintelkam Polri, Sudharmawatinginsih Panitera Muda Pidana Umum Mahkamah Agung, dan Henri Subiakto sebagai wakil dari Kominfo.