Suara.com - PT Pertamina buka suara terkait sengketa lahan yang terjadi di pemukiman warga di Jalan Pancoran Buntu II, Jakarta Selatan.
Melalui anak perusahaannya, yakni PT Pertamina Training and Consulting (PTC), tanah itu diklaim secara sah adalah milik mereka.
Manager Legal PT PTC Achmad Suyudi mengatakan, klaim kepemilikan tanah itu sesuai proses peninjauan kembali atau PK yang telah dikabulkan di Mahkamah Agung beberapa waktu lalu.
Tak hanya itu, dia menyatakan kepemilikan tanah juga diperkuat dengan adanya sertifikat hak guna bangunan (HGB), yang dimiliki dan terverifikasi dengan nomor 630,631,632,633,634,635,636,637,638,639,640,641,642,643,644,645,646,647,648,649,650,651,652,653.
Baca Juga: Bentrok Ormas dan Warga di Pancoran karena Sengketa Lahan, Ini Kata Polisi
"Surat tersebut yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Jakarta Selatan qq. Badan Pertanahan Nasional dan akta pelepasan Hak Nomor 103 Tahun 1973 yang dibuat di hadapan Mochtar Affandi, S.H, notaris di Jakarta," ungkap Achmad dalam keterangan tertulis, Kamis, (18/3/2021)
Achmad melanjutkan, objek tanah itu merupakan bentuk penyertaan modal Pemerintah Republik Indonesia kepada PT Pertamina.
Hal tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.23/KMK.06/2008 dengan nomor harmoni aset 100001418.
Ahmad menambahkan, aset tanah tersebut tercatat sebagai objek pajak PBB dengan NOP 31.71.041.006.005-0106.0. Disebutkan kalau PT Pertamina sebagai subjek pajak selalu melakukan pembayaran tepat waktu.
Atas dasar itu, PT PTC selaku anak perusahaan dari PT. Pertamina mengupayakan proses pemulihan aset.
Baca Juga: Diserang Ormas, Korban Luka di Lahan Sengketa Pertamina Kini Capai 28 Orang
Caranya, dengan melakukan pengamanan dan penertiban aset dari penghuni tanpa hak di lokasi tanah tersebut.
“Berdasarkan upaya hukum luar biasa yang dilakukan yakni Peninjauan Kembali, Mahkamah Agung mengabulkan bantahan perusahaan dan menyatakan bahwa Pertamina adalah pemilik satu-satunya yang sah dari tanah-tanah dan bangunan beserta segala sesuatu yang terdapat di atasnya,” beber Achmad.
Lebih lanjut, Achmad menyebutkan jika upaya pemulihan itu sudah berjalan lebih dari 10 bulan -- dan dilakukan dengan baik dan aman.
Dia mengatakan, PT PTC sudah melakukan sosialisasi sebelum pelaksanaan pemulihan aset milik Pertamina secara persuasif.
"Dan tetap membangun komunikasi melalui tokoh masyarakat, aparat muspika dan Aparat Sipil Negara setempat terkait status lahan dan penyadaran bahwa objek tersebut akan digunakan untuk kepentingan negara," lanjut dia.
Kata Achmad, PT PTC memastikan proses pemulihan aset Pertamina di Pancoran dilakukan dengan pendampingan dari pihak aparat kepolisian. Dia juga menampik adanya tindakan premanisme melalui suatu kelompok dalam praktiknya.
"Sampai saat ini, sudah lebih dari 75 persen lahan telah dikembalikan kepada Pertamina, dan semua kami lakukan sesuai prosedur dan tidak ada cara-cara anarkis menggunakan ormas tertentu pada proses pemulihan aset," kata dia.
Dugaan ormas dibayar
Penyerangan terhadap warga sekitar disinyalir melibatkan oknum organisasi massa (ormas) yang dibayar.
Tak hanya lemparan batu, warga di sana juga menjadi sasaran lemparan bom molotov.
Wakil Paguyuban Warga Pancoran Buntu (Gapartu) Lilik Sulistyo mengatakan, puluhan orang tak dikenal itu mulai pukul 21.00 WIB datang ke akses masuk pemukiman tersebut.
Meski puluhan massa itu tidak berseragam, Lilik menduga jika mereka berasal dari salah satu ormas.
"Begitu pukul 21.00 WIB, tahu-tahu di depan sudah berdatangan dari pihak yang menyerang. Jadi disinyalir itu orang-orang bayaran. Entah itu ormas atau apalah. Sebab mereka tidak berseragam. Tapi menurut info yang kami terima ya dari ormas," ungkap Lilik.
Warga yang berada di lokasi juga melakukan penjagaan mengingat jumlah massa dari kubu yang menyerang jumlahnya bertambah banyak. Memasuki pukul 22.00 WIB, lanjut Lilik, terjadi bentrokan.
"Kami kan warga bingung karena tidak seperti biasanya banyak orang kumpul, kaya bukan orang sini lah. Makin lama makin banyak. Kami kan antisipasi, akhirnya benar. Sekitar jam 22.00 WIB pecah," ungkap dia.
Lilik mengatakan, bentrokan terjadi di depan pintu masuk Jalan Pancoran Buntu II. Dari luar, massa dengan jumlah banyak itu mulai melempari warga dengan batu hingga bom molotov.
"Pecahnya itu di perbatasan pintu masuk. Jadi tidak sampai dalem. Mereka dari luar. Lemoparan batu dan molotov, jadi pertama kali molotov dilempar ke arah kami. Kami tidak siap," jelas Lilik.
Bermula dari bangunan PAUD
Pada sore hari sebelum penyerangan terjadi, sempat terjadi proses mediasi antara warga dengan pihak PT Pertamina selaku pemilik lahan. Salah satu tuntutan warga kepada pihak PT. Pertamina adalah agar bangunan PAUD untuk tidak dirobohkan.
Lilik menyebut, sore itu alat berat sudah berada di lokasi PAUD yang berada di dalam pemukiman warga.
Atas hal itu, kepolisian dari jajaran Polsek Pancoran hingga Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Azis Andriansyah datang ke lokasi untuk melakukan mediasi.
"Nah pak kapolres bilang, 'Tuntutan warga apa sih? Oke kami (kepolisian) sepakati tarik mundur semua yang di PAUD dan alat berat dikeluarkan'. Begitu," ungkap Lilik menirukan ucapan Kombes Azis.
Lilik menyampaikan, kepolisan juga telah berjanji akan menarik seluruh personel yang sudah ada di lokasi sejak sore hari. Menjelang magrib, warga mulai membubarkan diri karena sudah merasa tenang.
"Pak Azis juga berjanji katanya akan tarik semua personel yang ada di sini termasuk juga Brimob yang tidak pake seragam ditarik, kami tenang," beber Lilik.
Korban luka
Total ada 28 orang baik dari pihak warga maupun kolektif solidaritas yang menjadi korban luka imbas dari sengketa lahan yang melibatkan PT. Pertamina tersebut.
Demikian hal tersebut diungkapkan oleh perwakilan Solidaritas Forum Pancoran Bersatu, Milan (24). Dia merinci, ada 20 orang yang masuk dalam kategori luka ringan dan delapan orang luka ringan.
"Kalau dari data kami ada 28 orang korban luka dan dibagi dalam dua kategori, luka ringan dan berat. Luka ringan 20 luka berat 8," kata Milan di lokasi, Kamis sore.
Milan melanjutkan, sebanyak delapan warga dan 12 orang kolektif solidaritas masuk dalam kategori luka ringan. Untuk kategori luka berat, tercatat ada tiga warga dan lima orang kolektif solidaritas.
"Ada warga ada mahasiwa. Yang luka ringan 8 warga dan 12 solidsritas. Untuk luka berat, ada tiga warga dan lima orang solidaritas," sambungnya.