Suara.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menegaskan pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka dengan protokol kesehatan sudah diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah.
Nadiem menjelaskan pemerintah pusat sudah membuat sejumlah pedoman pembukaan sekolah di masa pandemi dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri yang harus jadi acuan pemerintah daerah.
"(Pembukaan sekolah) itu adalah prerogatifnya pemda sejak Januari 2021, mohon teman-teman media dan komisi X menjelaskan ini, karena saya sudah berulang kali menjelaskan ini tapi masih saja ditanya kenapa mas Menteri menutup sekolah, padahal dari awal tahun ini sudah semua sekolah boleh melaksanakan tatap muka terbatas dengan protokol kesehatan," kata Nadiem dalam raker di DPR, Kamis (18/3/2021).
"Selama ini bukan ke saya kalau mau buka tatap muka, ke pemda, ini mohon ditekankan," tegasnya.
Baca Juga: Ustadz Tengku Zul Bongkar Jaksa Habib Rizieq Ditekan, Singgung Maling
Bahkan, menurut Nadiem, pemerintah daerah wajib memberikan opsi pembukaan sekolah kepada para murid dan orang tuanya jika seluruh guru-guru di daerah tersebut sudah divaksin.
"Bagi orang tua yang tidak menginginkan anaknya tatap muka itu adalah keputusan mereka untuk anaknya masih di rumah, ujung-ujungnya keputusan itu ada di orang tua, tapi saat guru sudah divaksinasi sekolah wajib memberikan opsi tatap muka terbatas," jelas Nadiem.
Dalam catatan Kemendikbud, hingga saat ini baru 15 persen sekolah di Indonesia yang sudah melakukan pembelajaran tatap muka dengan protokol kesehatan Covid-19.
Kondisi ini menurut Nadiem tidak boleh berlangsung lama sebab anak-anak sudah banyak ketinggalan pelajaran dan dengan program vaksinasi bagi guru dan tenaga pendidik diharapkan sekolah bisa dibuka kembali.
"Ini angka harus naik dan harus cepat, makanya dengan vaksinasi ini salah satu solusi kita akan mendorong," ucapnya.
Baca Juga: Apes! Preveen dan Melati Dipastikan Tak Bisa Pertahankan Gelar All England
Selain itu, sekolah dari rumah dinilai menimbulkan berbagai masalah rumah tangga yang kompleks, seperti putus sekolah, kekerasan anak, pekerjaan orang tua terabaikan karena mendampingi anak PJJ, hingga pernikahan dini.