Suara.com - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menilai kelas konseling pra nikah penting untuk membangun kemampuan calon mempelai. Apalagi ketika melihat angka penceraian di Indonesia yang tinggi.
Ma'ruf menjelaskan, kalau calon suami istri yang hendak membangun mahligai rumah tangga itu hendaknya mempunyai ilmu dan kesadaran.
Hal itu disampaikannya saat membuka acara Seminar dan Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan untuk Meningkatkan Kualitas Anak, Pemuda, Perempuan dan Keluarga, Kamis (18/3/2021).
"Dalam konteks ini perlu digalakkan lagi adanya semacam kelas konseling pra nikah," ujarnya.
Baca Juga: Suami Tak Hadiri Sidang Cerai Perdana, Wulan Guritno Bereaksi
Dalam konseling tersebut dikatakan Ma'ruf perlu diajarkan hal-hal paling krusial dalam perkawinan, misalnya tujuan perkawinan, hak dan kewajiban serta cara untuk saling memahami pasangan masing-masing, seluk-beluk kesehatan reproduksi dan persalinan, kesehatan ibu hamil dan anak, dan sebagainya.
Bahkan apabila diperlukan, dibuat aturan bagi calon pasangan perkawinan harus lulus kelas konseling pra nikah.
Menurutnya, konseling pra nikah juga menjadi sangat penting terutama setelah adanya temuan semakin tingginya kasus perceraian. Data dari Badan Peradilan Agama (Badilah) Mahkamah Agung menyebutkan penyebab perceraian yang paling besar adalah karena faktor tidak harmonis, lalu diikuti karena tidak bertanggung jawab, kemudian karena faktor ekonomi, adanya pihak ketiga, dan seterusnya.
Dari semua kasus perceraian yang masuk di Badilag, terbesarnya merupakan kasus gugat cerai dari pihak perempuan, yaitu sebesar 70 persen. Data tersebut menggambarkan bahwa pengetahuan yang memadai calon pasangan perkawinan menjadi hal yang sangat mendasar.
"Sehingga kebijakan yang diambil untuk meminimalkan kasus perceraian yang begitu tinggi, harus mengarah pada faktor hulu, yaitu kesiapan mental dan pengetahuan calon mempelai untuk membangun sebuah keluarga," tuturnya.
Baca Juga: Gara-Gara Ini, Meghan Markle dan Pangeran Harry Diprediksi Bakal Cerai
Selain itu, Ma'ruf menyampaikan hal yang tidak kalah penting adalah pengetahuan tentang kesehatan ibu hamil dan anaknya. Kasus anak stunting di Indonesia masih menunjukkan angka statistik tinggi yaitu 27 persen.
"Artinya dari tiap sepuluh anak, tiga di antaranya menderita stunting," ucapnya.
Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut kemudian menerangkan kalau stunting dapat dicegah bila anak mendapat nutrisi yang cukup selama 1.000 hari pertama kehidupannya, termasuk saat dalam kandungan. Pencegahan stunting erat terkait dengan kesehatan ibu dan balita, yang di kemudian hari sangat berpengaruh pada masa depan bangsa ini.
"Upaya untuk menghasilkan generasi cerdas dan kuat tidak akan tercapai bila kita gagal menurunkan angka stunting yang masih tinggi. Masih tingginya kasus stunting justru akan menjadi beban di masa yang akan datang."