Suara.com - Paus Fransiskus "berlutut" dan mengimbau kepada junta militer dan semua pihak di Myanmar untuk mengakhiri pertumpahan darah.
"Bahkan saya berlutut di jalan-jalan Myanmar dan mengatakan 'hentikan kekerasan'" ujar Paus Fransiskus dalam sebuah pidato di Vatikan, disadur dari Asia One, Kamis (18/3/2021).
Paus Fransiskus menyampaikan pesannya tersebut di akhir audiensi umum mingguannya, yang diadakan dari jarak jauh dari perpustakaan Vatikan karena pembatasan Covid-19.
Lebih dari 180 pengunjuk rasa tewas ketika pasukan keamanan mencoba untuk menghancurkan gelombang demonstrasi di Myanmar.
Baca Juga: Pinggiran Naypyidaw Myanmar Seperti Zona Perang, Tembakan di Mana-Mana
"Sekali lagi dan dengan banyak kesedihan saya merasakan urgensi untuk berbicara tentang situasi dramatis di Myanmar, di mana banyak orang, kebanyakan dari mereka yang masih muda, kehilangan nyawa mereka untuk menawarkan harapan kepada negara mereka," ujar Paus.
Dalam bahasa yang melambangkan apa yang telah dilakukan pengunjuk rasa, Paus Francis berkata: "Bahkan saya berlutut di jalan-jalan Myanmar dan berkata 'hentikan kekerasan.' Bahkan saya membuka tangan saya dan berkata 'Biarkan dialog menang'."
Francis, yang mengunjungi Myanmar pada 2017, berkata: "Darah tidak menyelesaikan apa pun. Dialog harus menang."
Kelompok biksu Buddha paling kuat di Myanmar, Sangha Maha Nayaka (Mahana) juga ikut meminta junta militer untuk menghentikan kekerasan.
Mahana sedang mempersiapkan pernyataan resmi yang mengutuk kekerasan terhadap para demonstran. Mereka mengeluarkan pernyataan setelah bertemu dengan menteri urusan agama.
Baca Juga: Korban Jiwa Kudeta Myanmar Berguguran, Sikap Wakil Rakyat di Asean Disorot
Kecaman atas kekerasan dan pembunuhan adalah sikap resmi terberat yang diambil oleh biksu Buddha terkait kudeta yang dilakukan militer sejak 1 Februari, demikian Asian News mewartakan.
Pada tahun 2007, aksi serupa juga pernah dilakukan oleh para biksu dalam gerakan yang disebut dengan 'Revolusi Saffron'.
Para biksu Buddha melawan junta militer dan menarik perhatian dunia hingga membuka jalan bagi reformasi demokrasi.
Sejak itu, junta mengubah semua otoritas di negara itu dan Mahana berusaha membimbing para biksu untuk menghindari masalah politik.