Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih bungkam soal alasannya menaikan batas atas gaji pembeli rumah DP 0 rupiah jadi Rp 14,8 juta dari Rp 7 juta. Ia tak mau berbicara sepatah kata pun ketika ditanya awak media.
Pertanyaan dari jurnalis ini dilontarkan usai Anies menghadiri acara pelantikan pengurus Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Balai Kota. Acara ini juga dihadiri oleh Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla.
Saat ditanya, Anies mengatakan akan menjawabnya nanti. Namun ia tak memberitahukan kapan akan menjawabnya dan biasanya ia tak akan memberi keterangan sendiri.
"Nanti ya" ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (17/3/2021).
Baca Juga: Dioperasikan Tahun Ini, Anies Siapkan 100 Unit Bus Listrik Transjakarta
Anies hanya mau memberikan keterangan seputar pelantikan pengurus DMI. Setelah itu ia terus berjalan kembali ke kantornya.
"Satu satu saja dulu ya," kata Anies.
Ditemui terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengungkap alasan Gubernur Anies Baswedan menaikan batas atas gaji pemilik rumah DP 0 rupiah menjadi Rp 14,8 juta. Keputusan ini disebutnya diambil karena ada hubungannya dengan peminat.
Menurut Riza dengan menaikan batas gaji pembeli rumah susun itu, maka jumlah peminat akan bertambah. Masyarakat yang berpenghasilan 14,8 juta akan bisa membelinya jika berminat.
Selama ini batas atas gaji pembeli adalah Rp 7 juta. Karena sekarang sudah dinaikan, maka cakupan kalangan masyarakat akan bertambah.
Baca Juga: Sepi Peminat, Alasan Anies Naikkan Batas Gaji Miliki Rumah DP 0 Rupiah
"Prinsipnya dibuat agar bisa diakses masyarakat lebih banyak," ujar Riza di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (17/3/2021).
Meski kebijakan itu bisa memperluas cakupan yang bisa membeli, namun Riza membantah tujuannya demi menambah peminat. Ia menyebut program yang dijanjikan sejak kampanye ini tidak sepi pembeli.
Berdasarkan data Dinas Perumahan, saat ini Pemprov DKI telah menyediakan 882 unit hunian Dp 0 rupiah bagi warga ibu kota di dua lokasi. Dari total yang tersedia, baru 681 unit hunian Dp 0 rupiah sudah laku terjual.
Menurutnya kebijakan ini diambil karena menyesuaikan dengan regulasi dari pemerintah pusat atau dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Itu mengikuti kebijakan dari peraturan pemerintah, ada keputusannya Kementerian PUPR, ada peraturan Menteri PUPR. Jadi, kami menyesuaikan dengan kebijakan (pemerintah pusat)," jelasnya.