Suara.com - Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) M. Yusuf rampung diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Rabu (17/3/2021).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut Yusuf ditelisik terkait sejumlah uang yang telah disita oleh KPK mencapai Rp 52,3 miliar, di mana uang puluhan miliar itu merupakan milik para eksportir yang dijaminkan ke bank.
Tujuannya agar para eksportir mendapatkan jatah ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2020.
"M Yusuf didalami pengetahuannya antara lain terkait mengenai adanya kebijakan tersangka Edhy Prabowo agar pihak eksportir yang mendapatkan ijin eksport benih bening lobster untuk membuat bank garansi," ucap Ali dikonfirmasi, Rabu (17/3/2021).
Baca Juga: KPK Tantang Pemkot Makassar Kejar Aset, Ini Jawaban Danny Pomanto
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian KP Antam Novambar tak penuhi panggilan penyidik antirasuah hari ini.
Mantan Wakabareskrim Polri itu tak hadir pemeriksaan karena ada tugas dinas diluar kota dari Kementerian KP.
"Yang bersangkutan konfirmasi secara tertulis tidak dapat hadir karena sedang melaksanakan kegiatan dinas luar kota yang telah terjadwal sebelumnya," tutup Ali
Untuk diketahui, KPK melakukan penyitaan uang senilai Rp 52.3 miliar itu, karena adanya perintah Edhy kepada Sekjen KKP untuk membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan Bank (Bank Garansi) dari para eksportir kepada Kepala BKIPM atau Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan.
Kemudian, Kepala BKIPM memberi perintah kepada Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima Bank Garansi itu. Padahal, kata Ali, aturan penyerahan jaminan bank tersebut ternyata tidak pernah ada.
Baca Juga: KPK Tambah Masa Tahanan Gubernur Sulsel Non Aktif Nurdin Abdullah
"Penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benih bening lobster tersebut diduga tidak pernah ada," tutup Ali
Dalam kasus ini, KPK menemukan adanya dugaan bahwa Edhy memakai uang izin ekspor benih lobster untuk kebutuhan pribadinya.
Salah satu yang diungkap KPK untuk membeli beberapa unit mobil. Kemudian adanya penyewaan apartemen untuk sejumlah pihak dan uang suap itu juga digunakan Edhy untuk pembelian minuman beralkohol jenis Wine.
Eks politikus Partai Gerindra itu juga diduga memakai uang suap lobster untuk membeli sejumlah bidang tanah.
KPK pun kini tengah membuka peluang Edhy Prabowo akan dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain, kasus suap yang kini telah menjerat Edhy. Edhy dalam perkara ini diduga menerima suap mencapai Rp 3,4 miliar dan 100 ribu dolar Amerika Serikat. Uang itu sebagian diduga digunakan Edhy bersama istrinya untuk berbelanja tas hermes, sepeda, hingga jam rolex di Amerika Serikat.
Edhy bersama istrinya Iis Rosita Dewi ditangkap tim satgas KPK di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang pada Rabu (25/11/2020) dini hari. Operasi tangkap tangan itu dilakukan KPK seusai Edhy dan istrinya melakukan kunjungan dari Honolulu, Hawai, Amerika Serikat.
Dalam OTT itu, KPK sempat mengamankan sebanyak 17 orang. Namun, dalam gelar perkara yang dilakukan penyidik antirasuah dan pimpinan hanya tujuh orang yang ditetapkan tersangka termasuk Edhy.
Sementara istrinya, Iis Rosita Dewi lolos dari jeratan KPK. Iis kembali dipulangkan setelah menjalani pemeriksaan intensif di KPK.
Edhy menjadi tersangka bersama enam orang lainnya. Mereka adalah stafsus Menteri KKP Safri; Pengurus PT ACK Siswadi; staf istri Edhy Ainul Faqih; dan pemberi suap Direktur PT DPP Suharjito. Kemudian dua staf pribadi menteri KP Andreau Pribadi Misata dan Amiril Mukminin.