Suara.com - Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin mendukung R Soeprapto diusulkan menjadi pahlawan nasional. Soeprapto merupakan Jaksa Agung ke-IV RI yang dikenal dengan keberaniannya dalam menegakkan hukum.
Burhanuddin menerangkan bahwa R Soeprapto telah menghasilkan prestasi dan karya bagi pembangunan dan kemajuan bangsa negara dengan mempertahankan prinsip keadilan, kebenaran dan kejujuran. Kurang rasanya apabila jasa-jasa Soeprato hanya dikenang melalui nama jalan atau dibangunkan sebuah patung.
"Oleh karena itu untuk mengenang pengabdian dharma bakti Bapak R Soeprato selama menjadi Jaksa Agung RI yang keempat, maka telah cukup alasan baginya untuk dapat diusulkan dan mendapatkan gelar pahlawan nasional," kata Burhanuddin saat memberikan pidato kunci secara virtual, Rabu (17/3/2021).
Soeprapto lahir di Trenggalek, 27 Maret 1987. Ia mengawali karirnya sebagai hakim di berbagai daerah di Indonesia seperti di sebagai kepala Landraad Cheribon-Kuningan, menjadi pengagas hukum di Karesidenan Besuki, hingga menduduki jabatan sebagai Kepada Pengadilan Keresidenan Pekalongan pada Maret 1942.
Baca Juga: Di Kejagung, Mahfud MD Klaim Pemerintah Serius Usut Tuntas Kasus HAM Berat
Kontribusi Soeprapto terus berlanjut setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia di Pengadilan Keresidenan Pekalongan hingga 1950. Ia lantas kembali lagi ke Jakarta dan mulai meniti karirnya di bidang penuntutan untuk menjadi Jaksa Agung RI.
Menurut Burhanuddin, Soeprapto dikenal sebagai sosok yang tegas, berwibawa dan gigih dalam mempertahankan serta menjunjung tinggi kedudukan hukum di Indonesia.
"Bahkan beliau tidak segan mempertaruhkan nyawa demi mempertahankan pendiriannya," ujarnya.
Kebijakan dan ketegasan Soeprapto dalam menjunjung tinggi supremasi hukum terlihat saat dirinya menangani perkara jajaran menteri Roeslan Abdulgani, Kasman Singodimedjo, dan Sumitro Djojohadikusumo hingga ke meja hijau. Burhanuddin menganggap Soeprapto tidak pernah menerapkan imunitas hukum tidak terkecuali bagi para pejabat negara.
Selain itu, berbagai perkara penting pun mampu ditangani oleh Soeprapto kala itu, diantaranya perkara Angkatan Peran Ratu Adil (APRA), Sultan Hamid, Andi Aziz-RMS, Junschlaeger, dan Schmidt. S. Bahkan Soeprapto juga tidak segan untuk tampil dalam menangani perkara-perkara pemberontakan atau pergolakan bersenjata di daerah.
Baca Juga: Mahfud MD Datangi Kantor Jaksa Agung ST Burhanuddin, Ada Apa?
Burhanuddin menyebut kalau Soeprapto pernah mendapatkan kecaman dari masyarakat atas keputusan kontroversialnya memulangkan seorang Belanda atas kasus pemberontakan terhadap pemerintah. Itu juga yang menyebabkan ia diberhentikan dengan hormat oleh Presiden Soekarno pada 1 April 1959.
"Peran tersebut menunjukkan kepada kita bagaimana sosok Soeprapto dalam menempatkan hukum di atas kepentingan yang lain," tuturnya.
Di luar usulan penyematan gelar pahlawan nasional, Kejaksaan Agung sudah memberikan gelar kepada Soeprapto sebagai Bapak Poros Kejaksaan. Itu berdasarkan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-061DA/7/1967.
"Kita berharap melalui ikhtiar ini, jasa-jasa beliau dapat selalu terpatri di setiap sanubari, setiap generasi muda Indonesia khususnya menjadi role model bagi insan Adhyaksa serta seluruh aparat penegak hukum dan praktisi hukum untuk menjadikannya sebagai panutan dan suri tauladan dalam penegakan hukum di Indonesia."