Suara.com - Rizieq Shihab, pimpinan ormas yang dibubarkan pemerintah, Front Pembela Islam (FPI), akan menjalani sidang perdana kasus kerumunan yang diduga melanggar aturan kekarantinaan kesehatan, hari Selasa (16/03).
Pakar hukum berharap persidangan dapat berjalan bebas dari tekanan pemerintah maupun massa.
Rizieq dijadwalkan mengikuti sidang secara virtual dari tahanan. Walau terbuka untuk umum, jumlah pengunjung sidang bakal dibatasi sesuai protokol kesehatan.
Baca juga:
Baca Juga: Protes Sinyal Jelek, Habib Rizieq: Saya Minta Dihadirkan di Ruang Sidang!
- Pemerintah diminta ‘konsisten’ pidanakan warga yang membuat kerumunan massa
- Kerumunan di Maumere saat kunjungan Jokowi, "bukan soal hukum, tapi publik perlu contoh taati protokol kesehatan'
- Apa arti kepulangan Rizieq Shihab bagi politik Indonesia?
Rizieq Shihab akan menghadapi dakwaan dalam tiga perkara berbeda pada sidang yang akan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Sidang ini adalah babak baru dari kasus kerumunan pengikut dan kerabat Rizieq di Petamburan, Jakarta dan Megamendung, Bogor, November silam.
Rizieq ditetapkan sebagai tersangka pada 10 Desember lalu setelah polisi mempersoalkan kerumunan pada pernikahan putrinya, peringatan Maulid Nabi dan ceramah yang dia sampaikan.
Dalam sidang ini, Rizieq akan disidang bersama sejumlah mantan petinggi dan anggota FPI lainnya.
"Sidang Rizieq dan kawan-kawan terdiri dari enam berkas dakwaan. Sidang itu akan ditangani dua majelis hakim berbeda," ujar Alex Adam Faisal, Juru Bicara PN Jakarta Timur.
Baca Juga: Habib Rizieq Shihab Jalani 3 Sidang Virtual Hari Ini
"Sidangnya digelar secara online, artinya terdakwa akan menjalani sidang dari tempat penahanannya. Hanya majelis hakim, jaksa penuntut dan kuasa hukum yang hadir di ruang sidang," kata Alex.
Pasal apa saja yang didakwakan?
Terdapat lima pasal berbeda yang bakal digunakan jaksa untuk mendakwa Rizieq. Pasal pertama adalah Pasal 160 KUHP tentang hasutan melakukan pidana dan melakukan kekerasan.
Pasal berikutnya adalah pasal 216 KUHP tentang perbuatan sengaja tidak menuruti perintah pejabat berwenang.
Dua pasal lainnya adalah pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan terkait ketidakpatuhan terhadap kebijakan karantina kesehatan dan pasal 14 UU Wabah Penyakit Menular tentang perbuatan yang bisa menimbulkan wabah.
Satu pasal lain dalam berkas dakwaan Rizieq ini adalah pasal 82A ayat (1) UU Ormas.
Dalam kasus kerumunan, Rizieq dijerat bersama lima eks petinggi dan anggota FPI lainnya. Mereka adalah Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Awli Alatas, Idrus, dan Maman Suryadi.
Dua terdakwa lain yang akan turut disidangkan adalah Direktur Utama Rumah Sakit UMMI, Andi Tatat dan menantu Rizieq, Muhammad Hanif Alatas. Keduanya dituduh menyembunyikan hasil positif tes usap Rizieq.
Apakah sidang digelar terbuka?
PN Jakarta Timur menyatakan sidang ini bersifat terbuka dan dapat dihadiri pengunjung.
Meski begitu, antisipasi terkait penularan Covid-19 akan dilakukan terhadap orang-orang yang masuk ke ruang sidang.
"Kami akan terapkan protokol kesehatan. Mungkin ada pemeriksaan keamanan dan Covid-19 untuk mengantisipasi massa yang datang," kata Alex Adam, kepala humas PN Jakarta Timur.
Bagaimana pun, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Rusdi Hartono meminta pendukung Rizieq untuk tidak datang ke pengadilan.
"Lebih baik siapa pun yang akan mengikuti sidang itu, ya laksanakan sesuai ketentuan yang berlaku karena sidang virtual. Kegiatan-kegiatan akan dilakukan virtual juga, jadi masyarakat agar mengikuti itu," ujarnya kepada pers di Jakarta.
Di sisi lain, Novel Bamukmin dari Persaudaraan Alumni 212 menyebut pendukung Rizieq akan berdatangan ke pengadilan Jakarta Timur.
Namun Novel berkata kedatangan itu merupakan kehendak setiap individu tanpa ada koordinasi dari pihak manapun.
"Kami belum bisa mengestimasi jumlah yang akan datang. Karena sidang terbuka untuk umum, kami tidak mengkordinasikannya," kata Novel.
Apa makna sidang ini untuk publik?
Guru besar ilmu hukum dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, berharap persidangan yang menjerat Rizieq bisa bebas dari tekanan pihak eksternal, baik penguasa maupun massa.
Hal itu menurutnya bisa ditilik pada proses pembuktian oleh jaksa maupun penasehat hukum.
"Jadi hakim bisa leluasa, jaksa, penasehat hukum dan terdakwa juga merasa nyaman dalam bersidang," ujar Asep saat dihubungi.
"Harapannya pengadilan bisa menjamin hak terdakwa dan penuntutan juga bisa berjalan lancar.
"Ciri yang peradilan yang adil adalah ada keleluasaan untuk mengajukan pembuktian, tanya-jawab dan hak untuk saling menyanggah," kata Asep.
Walau begitu, Asep menilai putusan apapun terhadap Rizieq dan terdakwa lain dalam kasus ini belum bisa menjadi tolok ukur penindakan kasus kerumunan selama pandemi Covid-19.
Selain harus menunggu putusan berkekuatan tetap, menurut Asep, setiap peristiwa kerumunan perlu ditilik secara berbeda, misalnya dampak yang terjadi akibatnya.
"Bagaimana akibat hukum yang terjadi karena kerumunan itu, apakah akibanya diukur secara delik materiil atau formil, apakah berlaku pidana sebagai ultimum remedium," kata Asep.
"Banyak hal untuk menguji putusan yang memiliki derajat yurisprudensi. Terlalu dini untuk menilainya menjadi rujukan kasus di kemudian hari," ujarnya.
Bukan kasus kerumunan pertama
Kasus kerumunan yang menjerat Rizieq bukanlah perkara pelanggaran pembatasan sosial pertama selama pandemi Covid-19.
Pada Januari lalu, Wakil Ketua DPRD Kota Tegal Wasmad Edi Susilo divonis enam bulan penjara. Ia terbukti bersalah mengadakan konser dangdut yang belakangan menarik massa tanpa protokol kesehatan.
Sama seperti Rizieq, Wasmad Edi juga dijerat pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216 KUHP.