BNPB: Reagen Sansure Dibeli Karena Situasi Genting Awal Pandemi

Senin, 15 Maret 2021 | 16:04 WIB
BNPB: Reagen Sansure Dibeli Karena Situasi Genting Awal Pandemi
Suryopratomo (Video Youtube BNPB)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tim Komunikasi Publik Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Suryopratomo menjelaskan terkait soal pengadaan alat kesehatan reagen pada awal Pandemi Covid-19 dari sejumlah perusahaan yang berpotensi silang pendapat.

Suryopratomo mengatakan pada awal masa pandemi seluruh negara juga kebingungan, bahkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) atau pun Unicef belum mempunyai panduan baku alat kesehatan mana saja yang menjadi standar penanganan pandemi Covid-19.

"Semua melakukan dengan trial and error. Situasinya yang sangat menegangkan, dan memang ketika itu di tengah ketidaktahuan, di tengah keterbatasan sistem kesehatan kita, tanpa ada obat dan juga cara untuk menanganinya," kata Suryopratomo dalam video singkat via YouTube BNPB, Senin (15/3/2021).

Jurnalis senior yang saat ini menjabat Dubes RI untuk Singapura itu menyebut pada waktu itu pemerintah berupaya meningkatkan kapasitas testing, namun reagen yang didapat hanya dari China dan Korea.

Baca Juga: Reagen Sansure Diduga Bermasalah, BNPB Memastikan Pengadaan Transparan

"Sekali lagi, di tengah situasi yang sangat menegangkan, keputusan besar harus diambil, maka gugus tugas memutuskan untuk segera mengadakan tes PCR, apalagi ketika itu diminta oleh WHO bahwa 4 persen dari jumlah penduduk itu harus dilakukan tes," ungkapnya.

Sementara Tenaga Ahli Ketua Satgas Penanganan Covid-19 M. Nasser menambahkan, reagen-reagen saat itu dipilih melalui pertimbangan yang matang oleh Satgas Covid-19, namun ternyata sejumlah laboratorium menyatakan reagen tidak dapat dipakai.

"Reagen real time PCR termasuk reagen sansure. Reagen Sansure dipilih karena selain sangat stabil, juga multiplex yang terdiri atas dua gen confirmed yang dikerjakan bisa lebih cepat daripada reagen yang lain, serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik," ucap Nasser.

Oleh sebab itu Rapat Koordinasi bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan pada 13 Agustus 2020 menyatakan seluruh reagen itu harus diretur karena tidak bisa dipakai.

Suryopratomo meyakini pengadaan reagen dari China dan Korea saat itu tidak asal-asalan melainkan memang kondisi yang belum stabil dalam penanganan pandemi di seluruh dunia.

Baca Juga: Tumpukan Alat Tes Covid-19 yang Terbengkalai di Gudang

Sementara pemerintah atau Satgas Covid-19 berupaya segera melakukan testing sebanyak-banyaknya.

"Sekarang ramai dibicarakan seakan-akan gugus tugas melakukan pengadaan tes PCR secara sembrono, tidak melakukan kajian. Di awal tadi saya katakan, lembaga Internasional seperti WHO maupun Unicef pada awal-awal Covid-19 juga tidak pernah mengetahui bagaimana langkah terbaik dalam penanganan Covid-19," tutup Suryopratomo.

Sebelumnya, dilaporkan bahwa sedikitnya 300 ribu unit reagen yang dipasok 7 perusahaan rekanan, dikembalikan sejumlah laboratorium dan rumah sakit karena tidak dapat dipakai.

Sementara tercatat hingga September 2020, pemerintah sudah mengadakan stok reagen mencapai 1.956.644 unit, dengan total dana anggaran Rp 549 miliar.

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat hingga Agustus 2020, terdapat temuan selisih hingga ratusan ribu reagen yang terdistribusi dan yang tercatat, senilai hampir Rp 40 miliar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI