Suara.com - Terdakwa kasus dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandara mengaku tidak pernah meminta Jaksa Pinangki Sirna Malasari untuk menyelesaikan perkara hukum yang menjeratnya.
Hal itu diungkap Djoko Tjandra saat membacakan nota pembelaan alias pleidoi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (15/3/2021).
“Bukan saya yang mencari Pinangki Sirna Malasari untuk meminta bantuannya menyelesaikan persoalan hukum saya. Pinangki Sirna Malasari, lewat saudara Rahmat, yang memiliki inisiatif untuk datang bertemu saya di Kuala Lumpur, Malaysia,” kata Djoko Tjandra membacakan pembelaannya.
Dia mengaku, Pinangki menemuinya dengan janji bisa menyelesaikan persoalan hukum yang menjeratnya.
Baca Juga: Saat Buron, Djoko Tjandra Akui Minta Tolong Eks PM Malaysia Najib Razak
“Lewat jalur Fatwa Mahkamah Agung guna menindaklanjuti Putusan MK No : 33 Tahun 2016 dengan tujuan agar Putusan PK No : 12 Tahun 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga saya bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana,” jelasnya.
Djoko Tjandra pun mengatakan, saat upaya Peninjauan Kembali (PK) atas perkara korupsi Bank Bali yang menjeratnya ditolak Mahkamah Agung, dia merasa kesempatannya kembali ke Indonesia sudah pupus.
“Pinangki Sirna Malasari yang merekomendasikan dan membawa sahabatnya, Anita Dewi A Kolopaking, untuk menjadi pengacara saya, kemudian dia mengajak saudara Andi Irfan Jaya yang disebutnya sebagai konsultan swasta. Mereka bertigalah yang akan mengurus Fatwa Mahkamah Agung sebagaimana dijanjikan Pinangki Sirna Malasari,” jelasnya.
“Secara tegas saya katakan kepada mereka bertiga bahwa saya tidak ingin membuat kesepakatan/perjanjian dengan Pinangki Sirna Malasari karena dia adalah seorang jaksa. Hal ini juga saya sampaikan dalam pertemuan saya dengan Rahmat dan Pinangki Sirna Malasari. Penolakan saya tersebut diketahui dan disetujui oleh mereka dan kemudian disepakati bahwa saya hanya berurusan dengan Anita Dewi A Kolopaking dan Saudara Andi Irfan Jaya,” sambungnya.
Namun, hal yang dijanjikan Jaksa Pinangki itu tidak seperti yang diharapkan. Djoko Tjandra akhirnya ditangkap oleh pihak kepolisian.
Baca Juga: Di Depan Hakim, Djoko Tjandra: Saya Korban Peradilan Sesat
“Saya ditangkap oleh Kepolisian Malaysia, diserahkan ke Kepolisian Negara RI, menjalani hukuman penjara selama 2 (dua) tahun sebagai Terpidana dan menjadi terdakwa dalam persidangan ini,” sambungnya.
Pada sidang sebelumnya, Djoko Tjandra telah dituntut hukuman oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejasaan Agung selama 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta, subsider 6 bulan kurungan penjara.
Jaksa juga berharap majelis hakim turut menolak justice collaborator yang diajukan Djoko Tjandra.
Dalam kasus ini, terdakwa Pinangki Sirna Malasari juga sudah didakwa menerima uang senilai 500 ribu USD dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Hal itu dilakukan agar Djoko Tjandra yang saat itu masih buron, tidak dieksekusi dalam kasus hak tagih atau cassie Bank Bali.
Perkara ini dimulai saat Pinangki bertemu sosok Rahmat dan Anita Kolopaking pada September 2019. Saat itu, Pinangki meminta agar Rahmat dikenalkan kepada Djoko Tjandra.
Kemudian, Anita Kolopaking akan menanyakan ke temannya yang seorang hakim di MA mengenai kemungkinan terbitnya fatwa bagi Djoko Tjandra. Guna melancarkan aksi itu, Djoko Tjandra meminta Pinangki untuk membuat action plan ke Kejaksaan Agung.
Pada tanggal 12 November 2019, Pinangki bersama Rahmat menemui Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. Kepada Djoko Tjandra, Pinangki memperkenalkan diri sebagai orang yang mampu mengurus upaya hukum.