Suara.com - Kepala BNPB sekaligus Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monardo berbicara terkait Indonesia yang mendapat kemudahan mendapatkan alat tes Covid-19 berupa reagen. Setelah sebelumnya kesulitan bersaing dengan negara lain pada masa awal pandemi pada 2020.
Hal tersebut disampaikan Doni dalam paparannya dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR tentang evaluasi upaya penanggulangan Covid-19 selama satu tahun terakhir.
"Pada awalnya kami sangat sulit sekali untuk mendapat reagen, dan kami harus berebut dengan beberapa negara terutama negara-negara yang berasal dari Eropa dan Amerika. Dan reagen itu pada awalnya hanya tersedia di China dan Korea Selatan," kata Doni, Senin (15/3/2021).
Namun kesulitan mendapat reagen bisa dilalui. Doni berujar Indonesia pada akhirnya mendapat kemudahan akses mendatangkan reagen, melalui kerja sama antara kedutaan besar Indonesia dengan China dan Korea Selatan.
Baca Juga: Reagen Sansure Diduga Bermasalah, BNPB Memastikan Pengadaan Transparan
"Alhamdulillah kerja sama dengan kedubes kita di China dan juga di Korea Selatan bisa membantu pemerintah. Sehingga ketika kita kehabisan stok reagen kita dengan mudah bisa mendatangkan reagen dari China dan juga dari Korea Selatan," ujar Doni.
Sebelumnya, dalam wawancara dengan tim klub jurnalis investigas (KJI), Kamis (11/3) di kantornya, Doni mengungkap bagaimana dirinya harus mengambil kebijakan yang cepat dan terbaik dari yang terburuk untuk mengatasi pandemi.
AWAL tahun 2020, ketika banyak negara panik dan segera menerapkan beragam kebijakan untuk menanggulangi pandemi covid-19, Kementerian Kesehatan Indonesia masih terkesan santai.
Belakangan, setelah covid-19 benar-benar menjadi wabah yang melanda banyak daerah Indonesia, tugas pemberantasan dialihkan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Doni Monardo, Kepala BNPB dan juga Ketua Satgas Penanganan Covid-19, mengakui hampir tak bisa lagi tidur nyenyak. Dia menuturkan, harus membuat berbagai kebijakan baru untuk menanggulangi virus tersebut.
Baca Juga: Doni Monardo Klaim Angka Kematian Dokter dan Nakes Covid-19 Menurun
Doni, dalam melakoni tugas yang berat itu berkukuh setia pada satu prinsip: harus bisa memberikan keputusan cepat dan tepat.
Prinsip itulah yang diterapkannya pada setiap keputusan, termasuk soal pengadaan alat-alat Kesehatan yang berguna untuk mendeteksi maupun melawan covid-19, seperti hazmat, masker, dan juga reagen.
Pada praktiknya, banyak rintangan yang harus dihadapi Doni. Terutama soal reagen, yang pada awal pandemi, terbilang langka. Sementara persediaan reagen di dalam negeri, kian menipis.
Akhirnya, dia menerapkan kebijakan strategis, yakni melakukan penunjukan langsung kepada sejumlah perusahaan untuk memasok reagen.
Keputusan BNPB itu tepat. Tercatat hingga September 2020, mereka memunyai stok reagen mencapai 1.956.644 unit, dengan total dana anggaran Rp 549 miliar.
Namun belakangan, pengadaan tersebut menimbulkan persoalan. Sedikitnya 300 ribu unit reagen yang dipasok perusahaan-perusahaan rekanan, dikembalikan sejumlah laboratorium dan rumah sakit. Alasan mereka, reagen tersebut tidak dapat dipakai.
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) misalnya, mencatat hingga Agustus 2020, terdapat temuan selisih hingga ratusan ribu reagen yang terdistribusi dan yang tercatat, senilai hampir Rp 40 miliar.
Sementara Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan potensi kerugian negara hampir Rp 170 miliar, dari pengadaan reagen hingga Desember 2020.
Doni Monardo mengakui ada ratusan ribu reagen yang dikembalikan rumah sakit dan laboratorium.
Dia menjelaskan, persoalan itu diketahui dirinya berdasarkan temuan tim inspektorat BNPB.
Selanjutnya, kata Doni, temuan itu sudah ditindaklanjuti melalui audit BPKP yang menyasar 7 perusahaan penyedia reagen-reagen itu.
“Kalau saya tidak mengambil keputusan saat itu, mau jadi apa negara kita?” kata Doni.