Di Depan Hakim, Djoko Tjandra: Saya Korban Peradilan Sesat

Senin, 15 Maret 2021 | 13:22 WIB
Di Depan Hakim, Djoko Tjandra: Saya Korban Peradilan Sesat
Terdakwa kasus dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat, Djoko Tjandra membetulkan masker yang dikenakannya sebelum mengikuti sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/3/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Terdakwa kasus dugaan  suap pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA), Djoko Tjandra  mengaku menjadi korban peradilan sesat. Hal itu disampaikannya saat membacakan nota pembelaan alias pleidoi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (15/3/2021). 

"Saya telah jadi korban miscarriage of justice (peradilan sesat), korban ketidakadilan, dan korban pelanggaran hak asasi manusia,"kata Djoko Tjandra saat membacakan pembelaannya. 

Djoko Tjandra merasa menjadi korban peradilan sesat karena Jaksa Penuntut Umum,  Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali (PK)  terhadap PK yang pernah diajukannya pada perkara korupsi Bank Bali. 

"Saya tidak tahu apakah Kejaksaan RI yang direpresentasikan oleh Penuntut Umum sedikit memiliki kesadaran bahwa dengan pengajuan PK yang melanggar hukum dulu itu, Kejaksaan RI telah melakukan miscarriage of justice (peradilan sesat) yang menyebabkan luka ketidakadilan tidak hanya kepada saya pribadi, keluarga saya, tetapi juga kepada institusi Kejaksaan RI itu sendiri," kata dia 

Baca Juga: Bacakan Pleidoi, Djoko Tjandra: Saya Korban Penipuan, Maka Bebaskanlah Saya

"Putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor : 12/PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 yang diawali oleh pengajuan permohonan PK oleh Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan jelas dan terang  merupakan pelanggaran KUHAP tentang PK yang berakibat terjadi miscarriage of justice (peradilan sesat), ketidakadilan dan pelanggaran hak asasi manusia," imbuhnya. 

Djoko Tjandra pun merujuk, pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.04/BUA.6/HS/III/2014 tanggal 28 Maret  2014 yang butir ketiga menyebutkan,  Jaksa tidak diperbolehkan mengajukan PK. Sebab yang berhak mengajukan PK sudah jelas diatur dalam KUHAP Pasal 263 ayat 1,  untuk itu tidak dapat ditafsirkan dan disimpangi serta sesuai  dengan Asas KUHAP bahwa hak-hak asasi terdakwa/terpidana lebih diutamakan.

"Saya sendiri sudah melakukan upaya hukum PK atas Putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor : 12/PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009, tetapi tetap saja ditolak," jelasnya. 

Oleh karenanya Djoko Tjandra pun berharap Majelis Hakim menjadikan hal itu sebagai pertimbangan untuk membebaskannya. 

"Saya memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang mengadili perkara ini agar berkenan membebaskan saya, terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra, dari semua dakwaan dan tuntutan Penuntut Umum. Namun, apabila Majelis Hakim Yang Terhormat berpendapat lain, mohon kiranya Majelis Hakim memberikan putusan yang seringan-ringannya," ujarnya. 

Baca Juga: Sebut Tuntutan 4 Tahun Djoko Tjandra Ringan, ICW: Harusnya Seumur Hidup!

Pada sidang sebelumnya, Djoko Tjandra telah dituntut hukuman oleh JPU dari Kejagung selama 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta, subsider 6 bulan kurungan penjara. 

Jaksa juga berharap majelis hakim turut menolak justice collaborator yang diajukan Djoko Tjandra. 

Dalam perkara ini, Jaksa Pinangki Sirna Malasari didakwa menerima uang senilai 500 ribu USD dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Hal itu dilakukan agar Djoko Tjandra yang saat itu masih buron, tidak dieksekusi dalam kasus hak tagih atau cassie Bank Bali. 

Perkara ini dimulai saat Pinangki bertemu sosok Rahmat dan Anita Kolopaking pada September 2019. Saat itu, Pinangki meminta agar Rahmat dikenalkan kepada Djoko Tjandra. 

Kemudian, Anita Kolopaking akan menanyakan ke temannya yang seorang hakim di MA mengenai kemungkinan terbitnya fatwa bagi Djoko Tjandra. Guna melancarkan aksi itu, Djoko Tjandra meminta Pinangki untuk membuat action plan ke Kejaksaan Agung.

Pada tanggal 12 November 2019, Pinangki bersama Rahmat menemui Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. Kepada Djoko Tjandra, Pinangki memperkenalkan diri sebagai orang yang mampu mengurus upaya hukum.

REKOMENDASI

TERKINI