Kontras! Andi Arief Bongkar Beda Cara AHY dan Moeldoko Jadi Ketum Demokrat

Jum'at, 12 Maret 2021 | 11:21 WIB
Kontras! Andi Arief Bongkar Beda Cara AHY dan Moeldoko Jadi Ketum Demokrat
Kolase foto Agus Harimurti Yudhoyono dan Moeldoko (Suara.com/Angga/ANTARA/Endi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Polemik di dalam dualisme kepemimpinan Partai demokrat masih terus bergulir. Andi Arief, sebagai politikus Demokrat lantas membeberkan bagaiman proses yang ditempuh AHY untuk menduduki kursi Ketua Umum. Ia lantas membedakan cara yang ditempuh AHY dengan Moeldoko.

Lewat beberapa cuitan yang ia unggah di akun Twitternya, Kamis (11/3/2021) Andi Arief menegaskan bahwa AHY masuk ke Partai Demokrat dan menjadi ketua umum lewat serangkaian proses penempaan, bukan instan.

Bedakan AHY dengan Moeldoko

Dalam salah satu cuitannya, Andi Arief menjelaskan perbedaan AHY dan Moeldoko. Ia menyebut AHY masuk ke Partai demokrat pada tahun 2016 dan diuji dulu sebagai seorang kader sebelum menjadi Ketum.

Baca Juga: Kubu Moeldoko Sebut Mahar Pilkada Buat Beli Kantor DPP Demokrat

"AHY masuk daftar ke Demokrat th 2016 saat Pilkada DKI. Karena Ibu Ani sakit dan AHY harus menjaga," tulis Andi Arief.

"Partai menugaskan padanya sekaligus menguji dalam tugas pemenangan Pilkada 2018 dan Kogasma saat Pileg 2019. Diuji dulu sebagai kader, tidak ujug-ujug. Ini beda dengan Pak Moeldoko," lanjutnya.

Sebut AHY berkontribusi naikkan suara Demokrat

Selanjutnya, Andi Arief membeberkan kontribusi AHY di dalam Partai Demokrat. Ia menyebut AHY berkontribusi menaikkan suara Partai Demokrat di pemilu, sedangkan Moeldoko tidak.

"Meski sulit, pileg 2019 Demokrat dapat 7,8 persen. AHY turun ke banyak dapil pemilihan naikkan suara. Sebelum pileg semua lembaga survey sebut elektabilitas Demokrat kisaran 4 sampai 5 persen. Darmijal, Pak @marzukialie_MA
apalagi Moeldoko tak pernah mau tahu situasi partai saat itu," tulis Andi Arief.

Baca Juga: Saran Refly Harun ke Jokowi Terkait KSP Moeldoko di Kemelut Demokrat

Cuitan Andi Arief soal AHY dan Moeldoko (twitter.com/AndiArief_ID)
Cuitan Andi Arief soal AHY dan Moeldoko (twitter.com/AndiArief_ID)

AHY pernah jadi Wakil Ketua Umum

Dalam cuitan lainnya, Andi Arief menjelaskan bahwa AHY pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Demokrat. Hal itu ia lakukan untuk mengisi kekosongan jabatan karena pejabat sebelumnya mengundurkan diri.

Dari penjelasannya itu, Andi Arief menilai AHY bekerja keras dan berkeringat untuk Demokrat sedangkan Moeldoko tidak.

"Setelah Pileg 2019, AHY dalam perubahan susunan pengurus menjadi Waketum Partai, mengisi kekosongan jabatan wakil ketua umum karena mengundurkan diri. Susunan pengurus baru itu disetujui juga dengan SK menteri Kumham. Jadi AHY beda lagi dengan Moeldoko yang tak berkeringat di Demokrat," ujar Andi Arief.

Proses AHY jadi Ketua Umum

Andi Arief menegaskan proses terpilihnya AHY menjadi Ketum tidak didesain secara aklamasi. Karena hanya AHY yang mendaftar, maka seluruh peserta kongres mendukung AHY secara aklamasi.

"Jelang kongres 2020, SBY ketua majelis tinggi dapat aspirasi tertulis dari semua ketua DPD/DPC. Ada 3 aspirasi, calonkan kembali SBY, ikut arahan SBY, mencalonkan AHY. Kongres tidak didisain aklamasi, dibuka bagi kader ingin calonkan diri. Saat pendaftaran AHY didukung 95% dpd/dpc," tulis Andi Arief.

"Karena hanya AHY yang mendaftar saat kongres dan angka dukungan menurut tatib aklamasi (dalam tatib bisa mencalonkan diri 25 %), maka seluruh peserta kongres mendukung AHY secara aklamasi. Sedangkan jabatan ketua majelis tinggi tetap SBY karena amanat kongres 2015 Surabaya," lanjutnya.

Minta Moeldoko bertobat

Dalam rangkaian cuitan itu, Andi Arief juga berharap supaya Moeldoko bertobat. Ia menegaskan bahwa Partai Demokrat bukanlah partai yang pragmatis.

Ia juga menyinggung nama beberapa mantan tokoh senior Demokrat seperti Marzuki Alie, Johni Alen, dan juga Nazarudin.

"Mudah-mudahan Pak Moeldoko memahami gagalnya kudeta keblinger dan bertobat. Partai Demokrat bukan partai yang pragmatis akibat perbuatan beberapa kader. Joni Alen dan Nazarudin serta Marzuki Ali memang pernah sukses gunakan pragmatisme dalam kongres 2010. Sekarang zaman sudah beda," pungkas Andi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI