Suara.com - Pemerintah Afganistan melarang siswi berusia 12 tahun ke atas bernyanyi di kegiatan publik. Sejumlah pengguna media sosial mencuitkan kemarahannya dan mengatakan keputusan itu mirip dengan kebijakan Taliban.
Kementerian Pendidikan Afganistan melarang siswi berusia di atas 12 tahun bernyanyi di acara publik, media setempat melaporkan pada hari Rabu (10/03).
Laporan itu muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran terkait Taliban yang kemungkinan dapat kembali memperoleh kekuasaan di Afganistan.
Anak sekolah yang berusia lebih dari 12 tahun hanya diizinkan menyanyi di acara yang "sepenuhnya dihadiri oleh wanita," menurut surat keputusan yang dibagikan oleh penyiar Ariana News di Twitter.
Baca Juga: Resep Shakshuka, Menu Timur Tengah yang Unik dan Nikmat
Seorang juru bicara Kementerian Pendidikan mengkonfirmasi keaslian surat itu dan menambahkan bahwa keputusan itu berlaku untuk semua provinsi, kantor berita DPA Jerman melaporkan.
Dalam pesan video yang beredar di media, juru bicara Najeeba Arian mengatakan keputusan tersebut diambil setelah mendapat masukan dari siswa dan orang tua.
Guru penyanyi pria juga akan dilarang mengajar siswi, menurut media Kabul Now.
Kepala sekolah akan bertanggung jawab untuk melaksanakan larangan tersebut.
'Tidak terlihat bagus'
Baca Juga: Kebijakan Awal Joe Biden untuk Ciptakan Stabilitas di Timur Tengah
Keputusan tersebut telah memicu kemarahan di media sosial. Orang-orang kemudian membandingkan keputusan pemerintah dengan ideologi Taliban.
Beberapa pengguna Twitter bahkan menentang larangan tersebut dengan membagikan gambar dan rekaman lama dari gadis-gadis muda yang sedang menari dan bernyanyi.
"Hal ini bukan citra yang baik bagi Republik (Afganistan) jika mereka mulai meniru nilai-nilai yang sama dengan Taliban," tulis jurnalis Ruchi Kumar di Twitter seraya membagikan video yang menunjukkan gadis-gadis bernyanyi di televisi.
Beberapa orang mencatat bahwa Menteri Pendidikan Rangina Hamidi telah lama menampilkan dirinya sebagai pembela hak-hak perempuan.
"Saya pernah membaca bahwa Anda adalah 'salah satu sosok yang menyuarakan hak wanita Afghanistan'.
Tapi saya tidak tahu bahwa Anda akan menggunakan suara itu untuk membungkam hak gadis-gadis muda Afganistan. Kami semua akan senang mendengar (alasan) logika di balik ini. Apa tujuannya?" kata salah satu pengguna Twitter.
Pengguna lainnya justru mendukung keputusan tersebut dan menuliskan bahwa orang tua mungkin telah melaporkan dugaan pelecehan serta mendesak perlindungan bagi anak-anak mereka.
Namun komentar seperti itu mendapat kritik dari orang lain, yang berpendapat bahwa melarang gadis menyanyi tidak akan mengakhiri tindakan pelecehan.
Kaum perempuan takut pada Taliban Taliban memegang kekuasaan atas mayoritas penduduk Afganistan selama hampir lima tahun hingga invasi Amerika Serikat (AS) menggulingkan kelompok itu pada 2001.
Sejak itu, kemajuan hak-hak perempuan di Afganistan telah menyebar dari kota-kota ke desa-desa, dengan lebih banyak kesempatan untuk mengenyam pendidikan dan mendapatkan pekerjaan.
Namun kini serangan terhadap jurnalis wanita sedang meningkat di Afganistan. Kaum wanita dibayangi rasa takut kehilangan hak mereka ketika Taliban mencoba menegosiasikan kekuasaannya. (ha/gtp)