Namun, dalam sidang sebelumnya, tidak ada putusan apakah umat Kristen boleh menggunakan kata dan mengucapkan Allah.
Dua tahun setelahnya, persisnya November 2017, Datuk Nor Bee Ariffin yang juga menjabat Ketua Pengadilan Federal Malaysia kembali mengangkat persoalan tersebut untuk disidangkan.
Tapi, sidang kasus itu yang seharusnya digelar tahun 2018, berkali-kali ditunda, termasuk pada tahun 2020 atas alasan pandemi covid-19.
Keputusan pengadilan juga secara efektif membatalkan surat edaran berusia 35 tahun oleh Kementerian Dalam Negeri Malaysia, yang melarang penggunaan kata Allah dalam publikasi agama Kristen.
Pada tahun 1986, Kementerian Dalam Negeri melarang penggunaan kata Allah dalam publikasi agama Kristen, dengan alasan mengancam ketertiban umum.
Tetapi Datuk Nor Bee pada hari Rabu mengatakan bahwa kementerian telah melampaui kewenang
annya dengan perintah tersebut, dan mengatakan larangan tersebut melanggar konstitusi.
"Tidak ada kekuatan untuk membatasi kebebasan beragama berdasarkan Pasal 11. Kebebasan beragama benar-benar dilindungi bahkan pada saat mengancam ketertiban umum," kata hakim.
Umat Kristen Malaysia berargumen bahwa mereka telah menggunakan kata Allah, untuk menunjuk pada Tuhan, selama berabad-abad dalam praktik keagamaan mereka sendiri.
Baca Juga: Masyarakat Adat Lumbis Hulu Pilih NKRI Ketimbang Malaysia
Umat Kristen merupakan populasi besar di dua negara bagian Sabah dan Sarawak, di mana jemaat menggunakan bahasa Melayu dalam kegiatan dan publikasi gereja mereka.