Dilarang Sejak 1986, Umat Kristen Malaysia Akhirnya Bisa Gunakan Kata Allah

Kamis, 11 Maret 2021 | 14:56 WIB
Dilarang Sejak 1986, Umat Kristen Malaysia Akhirnya Bisa Gunakan Kata Allah
Ilustrasi Bendera Malaysia (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengadilan Tinggi Malaysia akhirnya memberikan hak kepada umat Kristen Malaysia untuk menggunakan kata Allah dalam praktik keagamaannya.

Menyadur Straits Times, dalam sidang putusan yang digelar Rabu (10/3/2021), majelis hakim menyatakan umat Kristen berhak menggunakan kata ataupun mengucapkan Allah, setelah lebih dari satu dekade hal itu dipersoalkan.

Keputusan pengadilan itu membatalkan larangan pemerintah selama tiga dekade terakhir terhadap orang Kristen untuk menggunakan kata Allah dalam praktik agama mereka.

Pengadilan Tinggi Malaysia juga mengizinkan tiga kata lain untuk digunakan dalam publikasi Kristen yang tujuan pendidikan: Kaabah, Baitullah, dan solat (doa).

Baca Juga: Masyarakat Adat Lumbis Hulu Pilih NKRI Ketimbang Malaysia

Adalah Jill Ireland Lawrence Bill, warga Malaysia beragama Kristen, yang 13 tahun silam atau 2008, mengajukan gugatan ke pengadilan atas pelarangan tersebut.

"Pengadilan mengabulkan sepenuhnya permohonan Nona Jill Ireland Lawrence Bill, untuk menggunakan kata Allah untuk praktik agama Kristen. Itu adlaah hak konstitusional umat Kristen," kata Hakim Pengadilan Tinggi Nor Bee Ariffin.

Jill sendiri mengajukan gugatan setelah pemerintah menyita 8 CD pendidikan agama Kristen miliknya pada tahun 2008.

CD keagamaan itu didapatkan Jill ketika dirinya berkunjung ke Indonesia.

Setelah bertarung di meja hijau selama bertahun-tahun, pengadilan Malaysia menyatakan pada tahun 2014 bahwa penyitaan itu melanggar hukum.

Baca Juga: Kedok Penyelundup Narkoba di Perbatasan RI-Malaysia Terbongkar

Selang setahun, 2015, pemerintah mengembalikan semua CD yang digunakan Bill untuk pribadi.

Namun, dalam sidang sebelumnya, tidak ada putusan apakah umat Kristen boleh menggunakan kata dan mengucapkan Allah.

Dua tahun setelahnya, persisnya November 2017, Datuk Nor Bee Ariffin yang juga menjabat Ketua Pengadilan Federal Malaysia kembali mengangkat persoalan tersebut untuk disidangkan.

Tapi, sidang kasus itu yang seharusnya digelar tahun 2018, berkali-kali ditunda, termasuk pada tahun 2020 atas alasan pandemi covid-19.

Keputusan pengadilan juga secara efektif membatalkan surat edaran berusia 35 tahun oleh Kementerian Dalam Negeri Malaysia, yang melarang penggunaan kata Allah dalam publikasi agama Kristen.

Pada tahun 1986, Kementerian Dalam Negeri melarang penggunaan kata Allah dalam publikasi agama Kristen, dengan alasan mengancam ketertiban umum.

Tetapi Datuk Nor Bee pada hari Rabu mengatakan bahwa kementerian telah melampaui kewenang

annya dengan perintah tersebut, dan mengatakan larangan tersebut melanggar konstitusi.

"Tidak ada kekuatan untuk membatasi kebebasan beragama berdasarkan Pasal 11. Kebebasan beragama benar-benar dilindungi bahkan pada saat mengancam ketertiban umum," kata hakim.

Umat Kristen Malaysia berargumen bahwa mereka telah menggunakan kata Allah, untuk menunjuk pada Tuhan, selama berabad-abad dalam praktik keagamaan mereka sendiri.

Umat Kristen merupakan populasi besar di dua negara bagian Sabah dan Sarawak, di mana jemaat menggunakan bahasa Melayu dalam kegiatan dan publikasi gereja mereka.

Namun, beberapa pemimpin Muslim berpendapat bahwa mengizinkan orang Kristen menggunakan kata "Allah" dapat menyebabkan keresahan dan kebingungan publik.

Diksi Allah, kata mereka, sebagian besar dianggap oleh komunitas Muslim Malaysia hanya merujuk pada Tuhan umat Islam.

Kristen adalah agama terbesar ketiga di Malaysia, dan dipraktikkan oleh 13 persen penduduk Malaysia.

Sebagian besar dari mereka tinggal di negara bagian Sabah dan Sarawak di Kalimantan. Muslim Malaysia terdiri dari sekitar 60 persen dari 32 juta populasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI