Diplomat China Siap Turunkan Tensi di Myanmar: Saatnya De-Eskalasi

Kamis, 11 Maret 2021 | 14:23 WIB
Diplomat China Siap Turunkan Tensi di Myanmar: Saatnya De-Eskalasi
Polisi Myanmar menyemprotkan meriam air ke pengunjuk rasa.[ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Duta Besar China untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Rabu (10/3) menyerukan "penurunan ketegangan" pada krisis di Myanmar.

"Sekarang saatnya de-eskalasi. Saatnya diplomasi. Saatnya dialog," kata Zhang Jun, disadur dari Channel News Asia, Kamis (11/3/2021).

Dewan Keamanan (DK) PBB akhirnya setuju untuk mengutuk militer Myanmar atas tindakannya sejak menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi bulan lalu.

Para diplomat mengatakan kepada AFP bahwa pernyataan yang disepakati oleh DK "mengutuk keras penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai".

Baca Juga: Mengenal Detail Sosok Bobon Santoso, Youtuber Dari Bali Yang Sering Berbagi Ribuan Porsi Makanan Gratis

Zhang Jun mengatakan bahwa China telah berpartisipasi dalam (pernyataan) negosiasi secara konstruktif.

"Penting agar anggota Dewan berbicara dalam satu suara. Kami berharap pesan Dewan akan kondusif untuk meredakan situasi di Myanmar," ujar Zhang Jun.

"Komunitas internasional harus menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi pihak-pihak terkait di Myanmar untuk mengatasi perbedaan di bawah kerangka hukum dan konstitusi." sambungnya.

Zhang juga menegaskan jika persahabatan China dan Myanmar adalah untuk semua rakyat Myanmar dan siap terlibat untuk meredakan situasi.

"China siap untuk terlibat dan berkomunikasi dengan pihak terkait, dan memainkan peran konstruktif dalam meredakan situasi saat ini." tegasnya.

Baca Juga: Jelaskan "Situasi Nyata" ke AS, Junta Myanmar Bayar Pelobi Israel Rp 28 M

Myanmar jatuh ke dalam krisis pada 1 Februari ketika tentara menahan pemerintah dari pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan merebut kekuasaan melalui kudeta.

Protes terjadi hampir setiap hari sejak itu dan banyak pegawai negeri dan pekerja sektor swasta mogok kerja sebagai bagian dari gerakan pembangkangan sipil massal.

Perlawanan terhadap pemerintahan militer mendorong tindakan keras dari aparat. Banyak demonstran ditangkap selama jam malam malam dan pemadaman internet yang kini telah diberlakukan selama 24 malam.

Lebih dari 60 pengunjuk rasa telah tewas dalam tindakan keras itu dan hampir 2.000 ditahan, kata Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), yang telah melacak penangkapan sejak kudeta.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI