Suara.com - Salah satu kisah Isra' Miraj yang belum banyak diketahui orang adalah ketika Nabi Musa merasa sedih berjumpa Nabi Muhammad.
Ya, perlu diketahui, pengalaman Nabi Muhammad SAW melakukan Isra' Mi'raj adalah berjumpa dengan nabi-nabi terdahulu.
Menyadur artikel NU Online dengan judul 'Isra' Mi'raj: Saat Nabi Musa Bersedih Jumpa Nabi Muhammad' oleh Muhammad Abror, kisah dimulai saat Nabi Muhammad menempuh perjalanan malam dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis dengan mengendarai transportasi surga, Buroq.
Nabi melanjutkan mi'raj ditemani malaikat Jibril menuju langit dunia hingga berjumpa dengan Allah 'azza wajalla.
Baca Juga: Pengertian Isra Miraj dan Kisah Perjalanan Nabi Muhammad ke Langit Ketujuh
Terdapat tujuh lapis langit yang nabi lalui. Setiap langit terdapat nabi-nabi terdahulu.
Langit pertama bertemu Nabi Adam, langit kedua bertemu Nabi Yahya bin Zakaria dan Nabi Isa bin Maryam, langit ketiga bertemu Nabi Yusuf, langit keemmpat bertemu Nabi Idris, langit kelima bertemu Nabi Harun bin Imran, langit keenam bertemu Nabi Musa bin Imran, dan langit ketujuh bertemu Nabi Ibrahim.
Setiap nabi yang dijumpai, Nabi Muhammad SAW mengucapkan salam, lalu mereka menjawab dan mengakui kenabian Muhammad SAW. (Safyurrahman al-Mubarakfuri, Rahiq al-Makhtum, hlm. 129-130).
Salah satu yang dijumpai Nabi Muhammad adalah Nabi Musa di langit nomor enam.
Bukannya bahagia, Nabi Musa justru bersedih saat jumpa dengan Nabi Muhammad, ada apa gerangan?
Baca Juga: 25 Ucapan Isra Miraj 1442 H, Cocok Disebar di Medsos
Kenapa Nabi Musa bersedih saat berjumpa dengan Nabi Muhammad?
Nabi Muhammad sempat terhenti saat berjumpa dengan Nabi Musa. Ketika hendak melanjutkan perjalanan ke langit ketujuh, Nabi Musa tiba-tiba menangis.
"Apa yang membuatmu menangis?" tanya Nabi Muhammad kepada Nabi Musa.
"Aku menangis, karena ada orang yang lebih muda diutus setelahku, tapi umatnya lebih banyak yang masuk surga daripada umatku," jawab Musa menyesal.
Nabi Musa menangis karena merasa sedih, jumlah umatnya lebih sedikit dari umat Nabi Muhammad dan kemuliaan umatnya juga dikalahkan oleh umat Nabi Muhammad yang lebih muda darinya. Padahal, masa umat Nabi Musa jauh lebih lama dibanding masa umat Nabi Muhammad.
Syekh Badruddin Ahmad al-Aini menjelaskan:
“Musa menangis karena merasa sedih atas umatnya. Jumlahnya lebih sedikit dibanding umat Muhammad dan keutamaannya kalah dengan umat Muhammad.” (Syekh Badruddin Ahmad al-Aini, dalam Umdtaul Qari [17/63])
Sikap Nabi Musa demikian bukanlah karena rasa iri (hasud) dengan Nabi Muhammad. Melainkan karena merasa menyesal. Mengapa dulu umatnya banyak melanggar perintah Allah, sehingga mempengaruhi derajat kedudukannya di sisi Tuhannya.
Perlu diketahui bahwasannya ketaatan suatu umat merupakan prestasi seorang Nabi. Semakin tinggi tingkat ketaatannya, semakin tinggi pula derajat Nabi yang membimbingnya di sisi Allah. Sebaliknya, semakin umatnya sering melanggar perintah Allah, derajat Nabinya pun tidak setinggi Nabi yang berprestasi menuntun umat ke jalan ketaatan lebih gemilang.
Musa merasa sangat menyesal. Ia telah dikaruniai usia yang panjang melebihi usia Muhammad. Begitu pun umatnya lebih panjang usianya dibanding usia umat Muhammad. Tapi Musa gagal membina umatnya. Umatnya kalah banyak dibanding umat Muhammad. Sudah kalah banyak, kalah taat pula. Sesal Musa.
Syekh Badruddin Ahmad al-Aini melanjutkan:
“Dikatakan bahwa, Musa menangis bukan karena hasud. Na’uzdu billah! Di alam itu tidak ada lagi sifat hasud bagi tiap-tiap orang Mukmin, terlebih hamba pilihan Allah. Musa hanya merasa menyesal karena tidak bisa meraih pahala yang seharusnya bisa mengangkat derajatnya di sisi Allah Swt. Banyaknya kesalahan yang diperbuat umatnya, mengakibatkan Musa tidak bisa meraih pahala itu. Kedudukan setiap Nabi di sisi Allah dipengaruhi oleh pahala umat yang mengikutinya. Dalam kenyataannya, jumlah umat Nabi Musa kalah banyak dengan jumlah umat Nabi Muhammad, padahal masa umat Nabi Musa jauh lebih panjang dibanding masa umat Nabi Muhammad Saw.” (Syekh Badruddin Ahmad al-Aini, dalam Umdtaul Qari [17/63])
Salah satu keistimewaan yang Allah berikan kepada nabi-nabinya adalah besarnya rasa kasih sayang yang dimiliki setiap nabi-Nya. Jadi, di samping Musa merasa kurang berhasil dengan pencapaiannya, juga karena rasa sayang pada umatnya. Mengapa tidak bisa membimbing mereka lebih maksimal.
Syekh Musa Lasyin, dengan mengutip ucapan Ibnu Abi Jamrah mengatakan:
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan rasa welas asih (rahmah) pada hati nabi-nabi-Nya, melebihi yang Ia berikan kepada hamba selain mereka. Oleh karena itu, Musa menangis karena rasa sayang terhadap umatnya.” (Fathul Mun’im Syarah Shahih Muslim, juz 1, hlm. 563).