Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri aktivis dan praktisi media sosial memberikan pandangan serta masukan untuk Tim Kajian UU ITE bentukan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan/Kemenko Polhukam.
Perwakilan koalisi, Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto menilai keberadaan Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik/UU ITE selama ini belum memberikan keadilan bagi masyarakat.
"Berdasarkan riset CSIS UU ITE dalam perjalanannya menimbulkan konseskuensi yang tidak diinginkan, yaitu dampak sosial dengan meluasnya efek jera, dipakai untuk balas dendam, barter kasus, shock terapy, membungkam kritik dan persekusi," kata Damar melalui keterangan yang disampaikan Tim Kajian UU ITE, Rabu (10/3/2021).
Senada dengan Damar, pegiat sosial media Deddy Corbuzier juga menyampaikan keprihatinan atas sejumlah orang yang terjerat UU ITE. Dalam forum diskusi, ia menceritakan pengalamannya pernah dilaporkan ke pihak kepolisian dengan UU ITE.
Baca Juga: Revisi UU ITE Tak Masuk Prolegnas, Pemerintah Enggan Selamatkan Demokrasi
"UU ITE memiliki tujuan yang baik. Tapi dalam pelaksanaannya sedikit lucu. Pasalnya agak absurd. Saya tiga kali kena pemeriksaan UU ITE. Namun untungnya masih lolos," ujarnya.
Dalam FGD yang digelar secara virtual ini, Ismail Fahmi bersama kalangan aktifis dan praktisi media sosial lainnya menjelaskan pentingnya revisi UU ITE yang dianggap banyak menimbulkan polemik di masyarakat.
Mantan kadet Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean juga ikut dalam diskusi tersebut. Menurutnya, UU ITE memiliki tujuan yang baik namun malah menjadi polemik di tengah masyarakat.
Satu hal ia soroti ialah Pasal 27 UU ITE yang dianggap banyak pihak sebagai pasal karet.
"Ini yang paling sering dipergunakan oleh masyarakat kita sebagai alat. Kalau selama ini dibilang karet boleh kita terima pendapat itu," tegas Ferdinand.
Baca Juga: Pemerintah Berpeluang Ajukan Revisi UU ITE di Prolegnas Prioritas, Jika..
Usai menampung banyak masukan dari kalangan aktivis dan praktisi media sosial, Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo menjelaskan, semua saran dan masukan narasumber nanti akan dikumpulan serta akan menjadi bagian laporan dari Tim. Laporan itu lantas diserahkan kepada Menko Polhukam Mahfud MD.
"Masukan dalam diskusi pada siang dan sore hari ini sangat bermanfaat bagi sub tim satu maupun sub tim dua di dalam menyusun kajian yang menjadi bagian laporan paripuna dari tim," jelas Sugeng.
Adapun sejumlah narasumber yang ikut diskusi bersama Tim Kajian UU ITE yakni Damar Juniarto Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Remy Hastian Koordinator Pusat BEM SI, Pegiat sosial media Deddy Corbuzier, Savic Ali TOkoh Muda NU, Anita Wahid Presidium Masyarakat Anti Fitnah Inodnesia (Mafindo), Ismail Hasani Direktur Eksekutif Setara Institute, dan Andreas N Marbun Peneliti Indonesia Judicial Research Society (IJRS).
Sementara di sesi ke dua FGD dihadiri Ismail Fahmi Founder Drone Emprit, Erasmus Napitupulu Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Usman Hamid Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Wahyudi Djafar Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), pegiat sosial media Ferdinand Hutahean dan Jane Aileen peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) dan Teddy Sukardi.