Suara.com - Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, bahwa siapapun bisa menjadi koruptor. Bahkan seseorang yang pernah mendapatkan penghargaan anti korupsi.
Seperti diketahui Nurdin Abullah salah seorang penerima penghargaan anti korupsi dari Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) ditangkap KPK. Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan itu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek infrastruktur.
"Kemarin banyak yang bertanya kenapa orang yang memiliki piagam penghargaan anti korupsi melakukan korupsi? Sesungguhnya siapapun bisa jadi koruptor, siapapun bisa terlibat kasus korupsi ketika integritasnya turun atau melemah," kata Firli dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (10/3/2021).
Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) terhadap Nurdin Abdullah dicabut. Pencabutan penghargaan itu merupakan hal yang wajar setelah Nurdin terjerat kasus korupsi.
Baca Juga: Soal Hukuman Mati Edhy Prabowo-Juliari, Ketua KPK: Bisa Diterapkan Asal...
"Cabut saja. Kalau asas praduga tidak bersalah mestinya nunggu nanti inkrah," tutur Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.
MAKI menyebut pencabutan penghargaan itu tak perlu menunggu inkrah. Dia mengatakan KPK selalu berhasil mengungkap korupsi melalui operasi tangkap tangan (OTT).
"Tapi karena ini OTT KPK yang belum pernah ada cerita KPK kalah dari OTT, maka cabut sekarang adalah hal yang wajar aja," jelas dia.
Boyamin menegaskan setiap pejabat negara harus menjaga integritas agar tidak korupsi. Terlebih Nurdin Abdullah telah menerima penghargaan antikorupsi saat menjabat sebagai Bupati Banteang tahun 2017.
"Hukumnya wajib jaga integritas meski tidak dapat penghargaan karena pejabat publik," katanya.
Baca Juga: Terkait OTT Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, Ini Kata Ketua KPK
Sebelumnya, pengurus Perkumpulan BHACA mengaku terkejut saat Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah ditangkap KPK. Penangkapan itu terkait suap proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan.
Pihak BHACA akan meninjau ulang penghargaan antikorupsi yang diterima Nurdin.
"P-BHACA sangat terkejut dan menyesalkan perkembangan yang terjadi. Apabila di kemudian hari terbukti telah terjadi penyelewengan/pengkhianatan terhadap nilai-nilai tersebut di atas, maka kebijakan P-BHACA adalah meninjau kembali penganugerahan tersebut," demikian keterangan tertulis dari P-BHACA kepada wartawan, Selasa kemarin.
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta BHACA segera memutuskan sikap terkait penghargaan yang diberikan ke Gubernur Sulsel nokaktif itu.
"Ya saya tidak mau mencampuri terlalu jauh dapurnya teman-teman BHACA. Saya kira teman-teman BHACA pasti sudah memikirkan langkah terbaiknya. Yang pasti, BHACA memang harus bergerak cepat untuk menentukan sikap. Semakin tegas sikapnya, tentu akan semakin baik bagi reputasi penghargaan itu sendiri," kata Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo.
Namun demikian, Adnan sepakat dengan langkah BHACA untuk meninjau ulang penghargaan yang telah diberikan kepada Nurdin Abdullah. Dia memahami bahwa pada saat menerima penghargaan Nurdin Abdullah menjabat sebagai Bupati Banteang, Sulsel.
"Kita sepakat dengan posisi perkumpulan BHACA untuk meninjau ulang semua penghargaan yang pernah diterima siapapun dan memiliki masalah hukum di kemudian hari. Saya memahami jika konteks penghargaan itu tidak saat NA sebagai Gubermur, tapi sebagai Bupati," tuturnya.
"Bahwa muncul fakta di KPK yang menunjukkan adanya orang-orang lama di Bantaeng yang dibawa NA ke provinsi dan akhirnya jadi tersangka, saya kira ini merupakan informasi yang perlu menjadi catatan ke depan bagi BHACA dalam melakukan penelusuran rekam jejak para calon penerima BHACA," kata dia.