Suara.com - ICW menilai banyak kejanggalan yang dilakukan KPK dalam menggarap kasus suap bantuan sosial covid-19.
Karenanya, ICW mendesak Dewan Pengawas KPK turun tangan guna mengantisipasi adanya penghambat kerja para penyidik.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, salah satu kejanggalan yang dimaksud adalah KPK tak mau memanggil seorang politikus sebagai saksi.
Politikus yang dimaksud Kurnia adalah Herman Hery, Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan.
Baca Juga: ICW Minta KPK Dalami Dugaan Nepotisme Pembagian Jatah Bansos Covid-19
Kejanggalan lainnya yang disorot ICW ialah, KPK terlambat menggeledah, meminta pengulangan penyelidikan, hingga hilangnya nama anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP Ihsan Yunus dalam dakwaan.
Selain itu, ICW juga mendorong KPK menindaklanjuti keterangan saksi kasus suap perihal pembagian jatah pengelolaan bansos covid-19. Hal tersebut bertujuan untuk menguak adanya indikasi nepotisme.
"Publik amat berharap Dewas KPK dapat bertindak guna menelusuri adanya oknum internal, pimpinan, deputi, direktur yang berusaha menghambat kerja-kerja penyidik," kata Kurnia kepada Suara.com, Selasa (9/3/2021).
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, saksi yang berstatus mantan Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial, Adi Wahyono mengungkapkan pembagian jatah pengelolaan bansos diberikan kepada empat grup besar.
Keempat grup besar yang dimaksud antara lain adalah Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Herman Hery sebanyak 1 juta paket.
Baca Juga: Dugaan Korupsi Perpajakan Terulang, ICW: Sudah jadi Rahasia Umum
Kemudian anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP Ihsan Yunus sebanyak 400 paket. Terakhir, Bina Lingkungan sebanyak 300 paket dan tersangka Juliari Batubara yang juga kader dari PDIP.