Suara.com - Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi telah memberikan vaksin virus corona kepada para tahanan mereka. Namun apakah para tahanan dan narapidana perlu mendapatkan vaksin lebih dulu ketika masih banyaknya kelompok prioritas yang belum menerima vaksin?
Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin, menjelaskan pemberian vaksin kepada tahanan merupakan pemenuhan hak hidup setiap manusia. Sedangkan Ketua KPK Firli Bahuri sebelumnya menyatakan tahanan KPK termasuk dalam kelompok rentan tertular dan menularkan virus corona karena berinteraksi dengan petugas rutan, penyidik, keluarga tahanan, dan kuasa hukum.
Itu sebabnya sudah ada beberapa tahanan yang divaksin, di antaranya eks Menteri Sosial Juliari Batubara, yang saat ini mendekam di tahanan KPK.
Namun, Indonesia Corruption Watch mengkritik pemberian vaksin kepada tahanan KPK di tengah terbatasnya jumlah vaksin yang ada di Indonesia dan belum menyeluruhnya pemberian vaksin kepada kelompok prioritas.
Baca Juga: Ribuan Pegawai Kemendikbud Mulai Divaksin Covid-19
Keputusan lembaga penegak hukum tersebut menurut pengamat hukum diskriminatif karena warga binaan pemasyarakatan (WBP - meliputi narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan) yang menjalani hukuman dalam penjara yang kelebihan kapasitas belum mendapatkan vaksin.
Terdapat sekitar 30 tahanan Kejaksaan Agung dan 39 tahanan KPK yang sudah mendapatkan vaksin virus corona.
Padahal menurut Satuan Tugas Penanganan Covid-19, dalam skema prioritas pemberian vaksin yang ditetapkan pemerintah, tahanan dan WBP belum masuk dalam kategori penerima vaksin.
Diskriminasi kebijakan
Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform Maidina Rahmawati menyebut langkah lembaga penegak hukum, seperti Kejagung dan KPK, yang memvaksin tahanannya merupakan bentuk pelaksanaan kebijakan yang diskriminatif.
"Seharusnya jika tahanan KPK dan Kejagung divaksin, warga binaan lain juga harus mendapat vaksin," kata Maidina.
Baca Juga: Gagal Divaksin Saat Jadi Wali Kota, Mahyeldi Disuntik Saat Jadi Gubernur
"Jangan tahanan yang kondisinya memungkinkan dilaksanakan protokol kesehatan, satu ruangan satu orang dan dekat dengan layanan kesehatan di Jakarta, malah mendapat vaksin. Sementara warga binaan yang paling rentan, penjara penuh sesak dan memprihatinkan malah tidak divaksin," tambahnya.
Menurut Maidina, tahanan dan narapidana merupakan kelompok masyarakat yang harus masuk dalam prioritas penerimaan vaksin.
"Populasi ini tidak mudah menjalankan protokol kesehatan, seperti jaga jarak karena ada di kondisi yang tertutup, ruang gerak terbatas. Yang dihukum dari mereka adalah kemerdekaannya, bukan hak mereka untuk mendapatkan kesehatan," tambah Maidina.
- Setahun Covid-19: Vaksinasi masih jauh dari target dan ancaman '20.000' kasus per hari
- Dapatkah gerakan tolak vaksin Covid-19 berakhir lewat anjuran MUI dan tokoh agama?
- Vaksin Covid-19: Bagaimana program vaksinasi Indonesia dan seperti apa perbandingannya dengan negara-negara lain?
Situasi itu diperparah dengan kondisi penjara umum yang kelebihan kapasitas.
"Seperti di Jakarta, lapas dan rutan perempuan menjadi episentrum Covid-19, di mana banyak infeksi terjadi, begitu juga di tempat lain," katanya.
Selain itu, kata Maidina, mengutip dari Kelompok Penasihat Strategis Ahli tentang Imunisasi (Advisory Group of Experts on Immunization-SAGE) Organisasi Kesehatan Dunia WHO menyebutkan bahwa penjara merupakan salah satu tempat yang beresiko tinggi terjadi infeksi sehingga menjadi prioritas penerima vaksin.
Jika penyebaran terjadi di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan, maka akan membahayakan bukan hanya para tahanan dan petugas, namun juga masyarakat luas.
Berdasarkan pemantauan media yang dilakukan ICJR, pada 18 Januari 2021 lalu, terdapat 1.855 orang terinfeksi Covid-19 di 46 pemasyarakatan dan rutan se-Indonesia, empat di antaranya meninggal dunia.
Rinciannya adalah 1.590 napi, 122 sipir, 143 orang tidak diketahui apakah napi atau petugas.
Bulan lalu, 52 napi di Lapas Sukamiskin, Bandung, khusus terpidana korupsi terinfeksi virus corona.
Masih bisa menunggu
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch Dewi Anggraeni juga mengkritik pemberian vaksin kepada tahanan KPK di tengah terbatasnya jumlah vaksin yang ada di Indonesia dan belum menyeluruhnya pemberian vaksin kepada kelompok prioritas.
"Contoh, mantan Menteri Sosial Juliari Batubara menerima vaksin. Dia masuk kelompok prioritas mana? Usianya belum lansia, tidak masuk pelayan publik. Artinya masih bisa menunggu setelah empat kelompok prioritas selesai, padahal jumlah vaksin kita terbatas," kata Dewi.
Dampaknya, menurut Dewi, keputusan lembaga penegak hukum itu menimbulkan rasa ketidakadilan jika dibandingkan dengan warga binaan yang harus menjalani hukuman di penjara yang kelebihan kapasitas.
"Ini kan jadi terlihatnya, tahanan KPK itu ekslusif. Padahal, tahanan itu masih bisa menunggu sambil menerapkan protokol kesehatan yang ketat sampai stok vaksin bertambah. Di tahap berikutnya baru mereka divaksin," ujar Dewi.
Langkah tersebut juga kata Dewi menunjukkan bentuk ketidakpatuhan dalam menjalankan skema prioritas yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
'Napi butuh vaksin'
Mantan narapidana kasus korupsi, Patrice Rio Capella, mengatakan setiap warga binaan harus mendapatkan vaksin guna memotong potensi penyebaran yang tinggi di dalam penjara.
"Bisa dibayangkan kalau satu orang kena di lapas umum atau lapas korupsi yang mereka bertemu setiap hari. Maka, dua menjadi 2.000, dan 2.000 menjadi 8.000 dalam waktu yang cepat karena mereka bertemu di tempat yang sama," kata Rio.
Ditambah lagi, jumlah warga binaan empat kali lebih banyak dari kapasitas yang mampu ditampung oleh lapas.
"Di Cipinang dan Salemba, misalnya, satu kamar luas delapan kali delapan ada yang diisi 60 orang. Bagaimana bisa jaga jarak, tidur saja berimpit-impitan. Mereka juga bertemu saat olahraga dan sebagainya, tidak ada pilihan lain karena mereka berputar-putar di situ, sangat rawan," ujarnya.
"Mau dia tahanan KPK, Kejagung, napi umum, semua harus divaksin guna memotong penyebaran virus corona," katanya.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal PAS hingga Februari 2021, terdapat 252.384 warga binaan pemasyarakat padahal kapasitas maksimal penjara adalah untuk 135.704 orang.
Alasan Kejagung dan KPK
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menjelaskan pemberian vaksin kepada 30 tahanan merupakan pemenuhan hak hidup setiap manusia.
"Bagaimanapun juga mereka punya hak untuk hidup. dan ini kan untuk kebersamaan semua, bukan hanya untuk seseorang, apakah tahanan juga tidak boleh untuk sehat? Ini kan semua, semua ini tentu bangsa Indonesia," kata Burhanuddin di kompleks Kejagung, Jakarta, Senin (8/3).
Menurut Burhanuddin terdapat sekitar 30 tahanan Kejagung yang akan mendapatkan vaksin bersamaan dengan 2.665 pegawai Kejagung.
Sebelumnya, KPK juga telah memberikan vaksin kepada 39 tahanan korupsi dari total 61 orang - 22 tahanan lain ditunda karena alasan kesehatan.
Ketua KPK, Firli Bahuri, menjelaskan, tahanan KPK termasuk dalam kelompok rentan tertular dan menularkan virus corona karena berinteraksi dengan petugas rutan, penyidik, keluarga tahanan, dan kuasa hukum.
"Kasus positif Covid-19 tahanan KPK cukup tinggi, yaitu 20 dari total 64 orang tahanan atau 31 persen dan bahkan ada pegawai (KPK) sampai meninggal dunia," kata Firli.
Di sisi lain, juru bicara Satgas Covid 19, Wiku Adisasmito, menjelaskan keterbatasan jumlah vaksin dan skala prioritas penerima vaksin yang telah ditetapkan pemerintah menjadi faktor mengapa warga binaan hingga kini belum mendapatkan vaksin.
Warga binaan akan mendapatkan vaksin bersamaan dengan masyarakat lainnya.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/4/1/2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19, terdapat empat kelompok prioritas yang menerima vaksin.
Kelompok pertama adalah tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Kelompok kedua meliputi petugas pelayanan public seperti TNI-Polri, aparat hukum dan pelayan publik lainnya, serta kelompok usia lanjut di atas 60 tahun.
Kemudian masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi masuk dalam kelompok ketiga yang akan menerima vaksin.
Terakhir adalah masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya dengan pendekatan kluster sesuai dengan ketersediaan vaksin.